2

200 19 2
                                    


--
Bunda Ane meninggalkan Ane sewaktu ia berumur 10 tahun. Ane mengerti bahwa keinginan sang Ibu untuk bahagia dengan tidak disisi ayahnya merupakan hak sepenuhnya milik Arin,sang bunda. Namun, keiklasannya sama sekali tidak didukung oleh kasih sayang ayahnya.
Ia tidak tau apakah masih ada yang tersisa miliknya untuk disyukuri. Mungkin ia punya begitu banyak hal yang dapat ia banggakan, tetapi sama sekali rasa bangga itu tidak mengizinkannya untuk tau apa yang namanya bahagia.

Ane masih disini. Dengan pakaian berbahan katun warna biru muda dan selimut yang membatasi indra perabanya dengan udara. Matanya yang sedikit membendung air mata masih menerawang jauh. Jauh dari waktu yang kini ia jalani. Dalam bayangannya,terbesit begitu banyak kenangan. Kenangan di masa ia remaja,ketika sepantasnya masa itu ia gunakan untuk hal yang menyenangkan. Namun direnggut oleh keegoisan seorang laki-laki yang amat ia banggakan,Ayahnya.

          #FlashbackOn

Seorang perempuan memakai seragam sekolahnya yang sangat rapi. Langkah kakinya perlahan menuruni tiap tangga yang berkelok indah di rumah besarnya. Sebuah rumah keluarga Dyantara. Terdiri dari Kakek,Nenek,Bunda,dan Ayahnya. Dia adalah putri semata wayang dari pasangan suami istri yang seharusnya bahagia karena memiliki putri cantik, baik, penyayang,dan pintar yaitu Anelya Teherika. Tetapi tampaknya suami istri itu sama sekali tidak menunjukkan kedekatannya sejak sebulan terakhir.

"Selamat pagi cucu Oma dan Kakek. " sapa Oma Ren kepada cucu kesayangannya. Lalu disambut dengan ciuman di pipinya yang merupakan balas sapaan Ane kepada Oma dan Kakeknya.

"Pagi juga semua.Bunda, Ane mungkin akan terlambat sedikit. Nanti akan ada kelas tambahan." seru Ane sambil mengambil sepotong roti dan melapisinya dengan selai kacang kesukaanya

"Kemarin kamu juga ada kelas tambahan kan,Ne?" tanya sang bunda sambil menyerahkan susu pada putrinya.

"Kemarin beda lagi sama hari ini,Bun." jawab Ane dengan roti yang belum habis dikunyahnya.
"Ayah, Ane boleh berangkat bareng ayah,nggak?" tanya Ane menunggu jawaban Ayahnya.

"Gak usah,sayang. Kamu berangkat sama Bunda aja. Ayah sepertinya sibuk. Dia tidak mungkin mau meluangkan waktunya untukmu." jawab Arin datar tanpa menoleh kearah suaminya yang kini sedang menatapnya tajam.

"Arin, Mendingan kamu aja yang bareng Baran. Biar ibu yang anterin Ane. Mumpung ibu mau mampir di rumahnya Ko Etah." Oma Ren memberi masukan yang langsung dibalas senyum dan anggukan Arin.

" Cik,tolong antar Bapak kekamarnya ya. Bapak udah selesai sarapan." suruh Oma Ren kepada salah satu pembantu di rumahnya.

Kakek Ane memang belum terlalu tua. Dia baru berumur 50 tahun dengan 2 orang Putra. Putranya yang lain sedang mengurus sebuah perusahaan keluarga di Amerika. Dan yang satunya,Baran, mengurus perusahaan besar di kota ini. Sedangkan Arin,menantunya, bekerja di sebuah perusahaan penerbit majalah terkenal di kota.
Jadi,tidak ada yang terlalu benar benar bisa meluangkan waktu hanya untuk sekedar bersenang senang dengan keluarganya.

Ane sendiri hanya sekali-kali pergi berlibur bersama Oma dan Bundanya. Itupun mungkin terjadi selama setahun sekali. Memang waktu keluarganya sangat terfokuskan oleh pekerjaan. Tidak ada yang namanya main-main.

Ane berangkat bersama Oma Ren untuk pergi kesekolah sambil menumpangi mobil pribadi keluarga.

"Ko! Tunggu dulu deh! Kayaknya buku Ane ada yang ketinggalan!" seru Ane seraya mengacak acakkan tasnya.

"Kamu ini,kebiasaan ya. Ambil dulu,gih!" seru Oma Ren dan merapikan buku cucunya yang sudah berada di depan gerbang bersama mobil dan seorang supir.

Ane berlari sedikit cepat memasuki rumah dan menaiki tangga dengan tergesa-gesa.
Ia menghentikan langkahnya saar ia melewati kamar Ayah dan Bundanya. Samar-samar ia dengar suara teriakan seseorang. Sepertinya bunda dan ayahnya sedang beradu pendapat.
Ane membuka sedikit pintu kamar dan mendapati kedua orang tuanya yang memang sedang bertengkar.

"Kamu suami tidak tau malu. Aku juga sangat malu jika harus mengakuimu sebagai suamiku. Tega sekali kamu!" hentak Arin kepada Baran yang dibalas juga oleh hentakkan suaminya itu.

"Bukannya aku yang tidak tau malu. Tapi kamu,Rin! Kamu tidak tau diri bahwa sebenarnya aku sudah tidak ingin denganmu lagi. Tapi, dengan rendahnya kau tidak mau setuju dengan perceraian kita!" tegas Baran sambil mencekik leher Arin. Tangan Arin mencoba melepaskan geratan suaminya itu. Namun dengan cepat Baran melepaskannya dengan kasar setelah mengakhiri kalimatnya.

"Aku bukan tidak tau diri! Tapi aku ingin bertahan hanya untuk Ane,Baran! Aku menahan ini selama bertahun-tahun hanya untuk Ane. Kenapa kau tidak mau mengerti alasanku?! Ane putrimu kan?!" amarah Arin diluapkannya kepada Baran.

"Jawablah pertanyaanmu sendiri Arin. Apa Ane putriku atau tidak. Kau yang tau. Setelah sudah berapa banyak laki-laki yang kau tiduri." jawab Baran datar membenahi dasinya. Dan dibalas oleh tamparan keras yang mendarat dipipinya. Pipinya memerah setelah beberapa saat tamparan keras itu ia dapat dari istrinya.

"Tega sekali kau berkata begitu! Aku yang harusnya mengatakan itu! Sudahkah kamu hitung berapa banyak sudah perempuan yang kamu tiduri! Aku masih tidak percaya bahwa aku bisa begitu mencintaimu dulu! Lalu kau balas semuanya dengan kau mengatakan tidak menginginkanku lagi ?! Dan kamu pergi mencari wanita yang kau inginkan?! Begitu !! " balas Arin dengan sesekali sesenggukan karena tangisannya.

Ane yang melihat itu hanya mampu menahan perasaanya yang terpaku karena terkejut. Ia berjalan perlahan dan mengambil buku dari kamarnya, lalu menuruni tangga dengan langkah gontai. Air matanya yang sedari tadi ia tahan akhirnya mengalir sempurna. Cepat ia hapus air matanya dan kembali menyusul Oma Ren ke dalam mobil.

"Kenapa lama sekali,Ne?" tanya Oma Ren.
"Ya,Ane lupa taruhnya dimana. Jadi agak lama,Oma. Maaf ya." jawab Ane dengan senyum palsu namun sangat manis.

"Oke,Ko. Jalan" suruh Ane memerintah Ko Etah sang supir.

Dalam hati Ane ia ingin sekali berlari dan menumpahkan segalanya. Rasanya ada ribuan kilogram tahanan dalam hatinya yang ingin segera melarikan diri.

"Bunda, maafin Ane. " katanya lemah dalam hati.

Bersambung...

#Anelya
#Teherika
#thanksforread

MENDUNG | END ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang