Sudah seminggu sejak kejadian itu. Ane hanya menjalani hari-harinya seperti biasa. Tidak ada protes atau pertanyaan apapun dari omanya.
Hari ini Al berjanji mengajaknya pergi ke kebun teh di desa. Sebelumnya, Ane sudah meminta izin kepada pembantu rumah tangga untuk menyampaikannya kepada oma Ren. Dia tidak ingin menganggu pekerjaan omanya, jadi ijinnya ia titip saja.
Mereka melakukan perjalanan dengan memakai motor Al. Karena jarak tempuh yang lumayan singkat, Ane meminta naik motor agar bisa melihat-lihat sekeliling. Tidak tau lagi, betapa bahagianya hati Ane hari ini.
Tangan Ane meremas bagian samping baju laki-laki yang kini tengah memboncengnya. Ia tengah berpikir kenapa bersama orang yang baru ia kenal sebulan itu, ia bisa senyaman ini. Apa mungkin karna Al orangnya ramah? Tapi Al itu kan orangnya dingin. Pikir Ane berkali-kali. Ia hanya bisa tersenyum malu, ketika mengingat perhatian Al yang diberikan kepadanya.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Al melihat dari kaca spion.
Mata Ane membulat, mendengar reakasi Al demikian. "Oh? Ak-aku? Aku...aku hanya senang hari ini." jawabnya asal.
"Baguslah. Aku senang kalau kau senang." ucap Al dan fokus kedepan lagi.
Satu kalimat itu saja membuat Ane ingin memeluk laki-laki itu. Tapi ia juga berpikir, jangan terlalu memperlihatkan rasa tertariknya.
Lama menjeda. Ternyata tempat tujuan telah mereka pijak. Sebuah kebun teh yang berhektar-hektar luasnya. Mengagumkan sekali bisa melihatnya tanpa beban, meski sesungguhnya ada secuil luka. Tapi melihat mahakarya manusia berbalut keindahan alam ini, membuat kita ampuh melupakan segala masalah.
Ane masih menganga saat Al bertanya kepada penjaga kebun apakah mereka boleh berkunjung apa tidak. Dan syukur hari ini mereka diperbolehkan, kalau mau kita juga diizinkan untuk memetik teh bersama pekerja lainnya.
Dalam hati Ane sedang berdecak-decak kagum akan kekagumannya. Salah satu impian kecilnya terwujud, berkat Al.
"Kamu suka?" tanya Al menarik tangan Ane untuk memasuki area kebun lebih dalam.
"Suka sekali. Terimakasih." ujar Ane sembari tak melepas senyumnya yang sedari tadi bertengger di wajah cantiknya.
"Ada lagi yang kamu mau? Kita bisa pergi kesana." ajak Al menatap Ane.
"Untuk saat ini, aku begitu senang. Jadi, lebih baik kita bicarakan nanti apa saja tempat yang ingin aku kunjungi." jawab Ane membalas tatapan Al.
"Ya baiklah. Kamu sesenang itu rupanya."
"Lalu, apa kamu senang?" Ane balik bertanya hal yang sama.
Al tampak menerawang jauh. "Menurutmu?" ucapnya kemudian.
Ane tersenyum. "Aku akan senang, kalau kau juga senang."
"Kamu mengucapkan apa yang aku bilang tadi." Al terkekeh kecil.
"Benarkah?" giliran Ane yang terkekeh kini.
"Kamu mau coba ikut memetik teh?"
"Apakah aku bisa?" tanyanya ragu.
Al tampak berpikir. "Kita tidak bisa jika tidak mencobanya, bagaimana?"
Mereka kemudian melakukan apa yang mereka ingin coba. Ane tampak begitu bahagia ketika melakukannya dengan Al.
"Aku tidak menyangka, memetik teh akan sangat menyenangkan." Ane bersuara tanpa beralih dari kegiatannya.
"Apapun yang kamu lakukan dengan tersenyum, itu akan menyenangkan." Al turut menyerukan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENDUNG | END ✔️
Fiksi Remaja"Dia tidak tau apa itu cinta. Untuk itu ia butuh seseorang untuk menjelaskannya. Bukan cinta yang hanya sekedar singgah dan pergi dengan memaksa." Aku ingin merasakan damainya hujan. Bukan Mendung yang datang tanpa kepastian. Aku ingin hangatnya men...
