Pagi diselimuti oleh cerahnya sinar mentari yang hangat menembus asa.
Banyak dari petugas rumah sakit melakukan aktivitas mereka. Ada yang sedang memberi makan, memberi obat, atau sekedar meladeni para manusia yang kurang sadar di rumah sakit ini.Anelya masih disini. Dengan rambut hitam sedikit coklat bergelombang ia memandang dari arah ventilasi ruangan berukuran ± 5 kali 4 .
Pikirannya melayang jauh, dan sedang berandai-andai di alam pikirnya. Namun, bayangannya berhenti karena kedatangan Ingren."Selamat pagi,Ane." sapa Ingren membawa makanan dan segelas air putih, kemudian meletakkannya di meja, tepat disebelah Ane berdiri yang sedang menghadapnya sekarang.
"Selamat pagi, Dokter." balas Ane dengan suara serak dan senyum yang sedikit memaksa.
"Kau ingatkan,? Apa yang aku katakan kemarin? " tanya Ingren pada Ane.
"Nanti kau boleh pergi ke taman belakang. Aku rasa kondisimu mulai membaik sejak seminggu terakhir. Jadi aku akan membawamu ke taman belakang. Sekarang natal bukan?" lanjut Ingren."Iya." balas Ane sekejab.
"Makanlah dulu. Dan bersihkan dirimu. Akan akan menunggu. Dan aku akan membawamu kesana." jelas Ingren menjelaskan tersirat tujuannya kemari.
***
Sudah lama sekali bagi Ane untuk merasakan yang namanya udara bebas. Baginya kehidupan dalam ruangan yang selalu menghabiskan waktunya. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya perlahan. Menikmati setiap hembusan angin pagi membelai kulitnya. Sejujurnya, Ane tidak kelihatan seperti orang gila disekelilingnya, yang saat ini ada yang bermain, padahal usianya sudah tidak cocok untuk yang namanya bermain. Dia satu satunya orang gila yang duduk di taman dengan diam.Matanya terpejam menikmati suara beberapa insan disekitarnya. Rambutnya ia biarkan tergerai dengan setelan baju pasien rumah sakit yang agak longgar menutupi jenjang tubuhnya. Masih terasa dingin, pikirnya.
"Ane. Selamat Natal untukmu. Ini hadiah natal yang aku dapat dari gereja untukmu." ucap Ingren dan duduk disamping Ane. Ingren memberikan sebuah gelang bernuansa coklat muda. Gelang itu ia pasangkan di pergelangan Ane. Sedangkan Ane hanya diam dengan aksi Dokter Psikiaternya itu. Ia rasa Dokter Ingren ingin bermaksud menghiburnya.
"Sebentar lagi, akan ada banyak pengunjung yang datang. Aku masih tidak percaya, bahwa masih ada orang yang berusaha berbagi kebahagiaan mereka dengan orang gila. Maksudku, mereka tiap tahunnya membawa beberapa hadiah untuk pasien disini." jelas Ingren pada Ane yang masih sibuk dengan pikirnya sendiri.
Sayup-sayup suara terdengar dari belakang Ane, yang membuatnya penasaran dan berbalik.
Ada beberapa orang yang datang, dengan beberapa bingkisan yang orang-orang itu bawa. Mungkin itu keluarga beberapa pasien,pikir Ane. Ingren meninggalkannya sebentar untuk melihat pasien lain. Ane memicingkan matanya, melihat ada seorang laki-laki yang tengah memberikan sebuah boneka berukuran sedang kepada seorang nenek yang tengah bermain.Ane memandangi laki-laki itu. Rambutnya coklat gelap berantakan. Hidungnya tinggi, layaknya orang barat. Tapi Ane belum berhasil melihat seperti apa bola matanya yang terkesan dingin itu. Laki-laki itu mengenakan baju kaos putih polos berlengan panjang yang kontras dengan celana jeans panjang berwarna hitam. Ia tersenyum kepada seorang nenek yang ia beri boneka. Senyum pemuda itu mengundang hati Ane untuk terus memperhatikannya. Senyum dengan tipis di bibir yang sedikit berwarna merah muda.
Ane tidak tau kenapa dari sekian pengunjung, hanya laki-laki itu yang menarik perhatiannya. Ane berfikir laki-laki itu adalah keluarga sang nenek yang sedang mengalami gangguan jiwa. Pemuda itu melangkah dari tempatnya semula. Langkahnya jelas sekali menuju ke arah Ane. Atau mungkin Ane sedang ketahuan karena memerhatikan laki-laki itu sedari tadi.
"Nona, selamat hari Natal." suara berat namun teduh itu mengejutkan Ane yang tadi sedang sibuk berpikir. Ternyata laki-laki itu tampak sangat tampan dari dekat, walaupun tatapan matanya terkesan tidak bersahabat. Ia memberikan sebuah bingkisan kepada Ane. Tepat sekali, bingkisan berwarna bening itu terkilas sangat istimewa dengan pita biru sebagai pengikatnya.
"Terimakasih." balas Ane kepada pemuda di hadapannya itu.
" Owh. Sepertinya kau kelihatan normal." ucap pemuda itu dingin.
Ane diam dengan pernyataan pemuda itu."Kau baik baik saja bukan?" tanya pemuda itu dan duduk disamping Ane.
"Tampaknya keluargamu salah memasukkanmu kesini." tebak pemuda itu, seperti seorang cenayang yang bisa membaca pikiran."Pergi kamu." seru Ane ketus. Dengan tatapan lurus.
Pemuda itu berdiri dan meninggalkan Ane begitu saja."Al! " panggil seorang laki-laki melambai ke pemuda itu. Tampaknya mereka berteman. Karena tidak lama mereka tampak berbincang-bincang dan tidak terlihat lagi di tempat taman.
" Namanya Al. " batin Ane dengan sebuah senyum di bibirnya. Ia pun heran kenapa perasaannya sedikit lebih baik.
***
Ane membuka bingkisan itu di kamarnya. Ia membukanya perlahan. Ia tidak menyangka bahwa bingkisan itu berisikan sebuah kotak musik yang terdapat miniatur seorang pasangan kekasih yang sedang berdansa. Ane membuka kotak musiknya, dan musik mengalun bersama miniatur kecil itu bergerak-gerak. Ane tersenyum. Namun air mata menitik tidak lama saat senyum itu masih terukir.
"Hadiahnya sama dengan hadiah Jio di hari terakhirnya bersamaku." ucap Ane dalam hati. Ia menghapus air matanya dan mengulang putaran kota musiknya. Indah sekali.
"Itu hadiah yang kau dapatkan dari seseorang Ane?" tanya Ingren datang dengan tiba-tiba.
"Mm." jawab Ane singkat dengan anggukan pelan kepalanya.
"Kamu bahagia?" tanya Ingren lagi kepada gadis cantik dihadapannya itu.
Ane menggeleng. Kemudian kepalanya ia sejajarkan dengan tatapan lurus.
"Aku teringat hadiahku di rumah. Aku merindukannya." jawab Ane yang membuat Ingren penasaran.
"Aku rasa kau perlu membagi lukamu, Ane." saran Ingren dengan nada yang sangat lembut.
" Aku tau lukamu pasti tidak mampu kau tanggung sendiri. Kau merindukan seseorang?" tanya Ingren sembari mengelus punggung Ane lembut."Benar. Aku rasa aku harus membuka lukaku. Agar ia bisa lepas." seru Ane lirih.
" Ya. Aku sangat rindu seseorang." tambah Ane kemudian, ditemani tatapan sendu.Bersambung....
Hay reader🤗
Makasi ya, masih mau lanjut sampai sini😊
Maaf ya updatenya agak pendek, soalnya saya masih sibuk dengan pekerjaan rumah (maklumlah mau hari raya).Jadi buat yang suka baca jangan lupa ya kasi vote nya untuk cerita saya ini🤗
Sampai jumpa teman-teman💕
KAMU SEDANG MEMBACA
MENDUNG | END ✔️
Fiksi Remaja"Dia tidak tau apa itu cinta. Untuk itu ia butuh seseorang untuk menjelaskannya. Bukan cinta yang hanya sekedar singgah dan pergi dengan memaksa." Aku ingin merasakan damainya hujan. Bukan Mendung yang datang tanpa kepastian. Aku ingin hangatnya men...