Holla guys❤
Maaf karena terlalu lama menggantung cerita ini. Sejujurnya, cerita ini hanya aku gunakan untuk mengisi waktu luangku yang menjenuhkan. Makanya jalan ceritanya itu jadi agak berantakan dan gak menarik.
Aku lagi binggung mau lanjutin kek gimana cerita ini. Karna ini tuh endingnya belum aku susun kayak apa jadinya gituu😭
Mon maap sama kalian yang selalu setia baca ini, karena aku selalu gantungin lama lama.
Sejenak aku dengar hembusan nafasmu yang teratur,
Namun ada selingan air mata dalam perasaanmu yang begitu hancur. -Jionard
.
.
.
.
.
Gadis itu masih setia memegang tangan Jio sambil terlelap dalam tidurnya. Meski waktu sudah menunjukkan saat dipenghujung hari, dirinya enggan untuk mengangkat kaki dimana sahabatnya tengah terbaring.
Mata Jio bergetar tipis, tidak sesusah beberapa jam lalu ketika ia mencoba untuk membuka kelopak yang sudah lama tertutup itu. Ia merasakan ada sebuah jemari yang mengait diantaranya jemari tangannya. Dia mencoba menoleh, tangan siapa yang mengenggenggam dirinya seolah tak akan lepas karena eratnya.
Ada air mata terharu disana, sisa kesadaran Jio belum terkumpul sepenuhnya, namun ia tau, dan sangat tau, siapa gadis yang melakukan hal itu padanya. Ia hanya sedang merangkai kata-kata sederhananya untuk percakapan pertama mereka setelah 9 tahun tidak berkomunikasi. Jio gugup, tapi ada suatu dorongan dalam dirinya untuk segera mengatakan segalanya sekarang. Semuanya.
Jio membuka alat bantu pernafasannya perlahan, dan mencoba untuk bangkit. Sayangnya, ia tidak bisa melakukan apa yang ingin dirinya rencanakan. Halhasil, hanya pergerakan yang membuat Ane terbangun karena Jio cukup keras terhempas keposisinya sebelumnya.
"Apa yang kamu lakukan?" seru Ane setelah tersadar.
Jio tertawa kecil. "Suaramu sedikit berubah sekarang, ya." ia masih terbaring dan meringis halus.
Jantung Ane berpacu kencang mendengar kalimat pertama Jio untuknya. "Kamu pembohong." ujar Ane kecil, bahkan air matanya sudah keluar sekarang.
"Kamu sudah banyak menangis. Jangan menangis lagi." ucap Jio lirih, mengatur nafasnya.
"Kamu buat aku merindukanmu setiap saat. Kamu tau? Kamu juga mengubah wajahmu sehingga aku tidak mengenalimu!" bentak Ane bersama tangisannya yang hampir sesenggukan.
"Sstt.... Jangan buat semua orang takut karena kemarahanmu. Cukup aku saja yang tau."
Ane malah sesenggukan. "A-apa kamu masih...bisa bercanda, huh? Kamu yang membuatku s-seperti ini. Aku membencimu!"
Jio tertawa, menampakan lesung pipi menawannya. "Boleh aku minta sesuatu? Mau kamu kabulkan?"
Ane mengecilkan tangisannya, meski air mata itu tidak bisa dihentikan alirannya. Ane tau, air mata itu juga keluar dari mata Jio, dan apa yang laki-laki itu lakukan? Malah tertawa seolah dirinya sedang dilanda kebahagiaan.
"Kamu tidak mau rupanya." ujarnya datar.
Ane mengangguk. "Apa yang kamu minta?"
"Peluk aku. Peluk aku sekarang, Ane." lirih Jio menatap tulus kearah Ane.
Rasanya waktu berhenti melanjutkan detiknya, saat sebuah lengan memeluk bahu Jio erat. Dalam tangisan itu, Ane memeluk laki-laki yang sudah lama ia nantikan kehadirannya.
Jio juga sama, kini ia sedang berjuang menahan isak tangis ditenggorokannya. Tidak ingin gadis di dekapannya merasa lebih terluka melihat semua yang terjadi padanya.
"Anelya, aku merindukanmu. Sangat merindukanmu." kalimat Jio yang seperti tiap barisnya mengandung penekanan membuat hati Ane menghangat. Ia merasakan hal yang sama, bahkan mungkin saja kadarnya melebihi milik Jio.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENDUNG | END ✔️
Teen Fiction"Dia tidak tau apa itu cinta. Untuk itu ia butuh seseorang untuk menjelaskannya. Bukan cinta yang hanya sekedar singgah dan pergi dengan memaksa." Aku ingin merasakan damainya hujan. Bukan Mendung yang datang tanpa kepastian. Aku ingin hangatnya men...
