"Dia tidak tau apa itu cinta. Untuk itu ia butuh seseorang untuk menjelaskannya. Bukan cinta yang hanya sekedar singgah dan pergi dengan memaksa."
Aku ingin merasakan damainya hujan.
Bukan Mendung yang datang tanpa kepastian.
Aku ingin hangatnya men...
"Ane..aku datang. Mari kita ulangi kenangan itu. Aku, membutuhkanmu." katanya sambil menatap langit yang berseru bahwa hujan akan datang. Hujan tanda kebahagiaan pertama setelah sekian lama.
***
Jio mengelilingi rumah lamanya. Memandangi tiap detail rumah itu dibangun saat dirinya dilahirkan ditempat itu dulu. Rasa rindu itu kembali meremang di dadanya. Meski hanya menatap beberapa tempat yang sudah hampir berubah. Warna catnya juga sudah mulai berubah, hanya beberapa peralatan rumah dan desain kamarnya yang masih sama. Karena rumah yang ia tempati juga sudah berpenghuni.
Ia menaiki tangga rumah yang dikelilingi oleh softlight gantung yang menggantung di tengah tengah tangganya. Dekorasi itu mungkin sudah diubah oleh Om nya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Perlahan ia buka pintu kamarnya. Bau debu dan masa lalu menerobos di indra penciumannya. Secara otomatis tangannya mengibas-ngibas untuk mengurangi jumlah debu yang masuk di rongga dadanya nanti. Tangannya beralih pada sebuah foto berbingkai coklat dengan ukuran medium. Terdapat dua orang anak tersenyum dalam foto itu. Ia ingat, foto yang diambil saat acara perpisahan di sekolah dasarnya dulu. Jio tersenyum, lalu menghapus debu di foto itu dengan tangannya.
"Jio, apa yang kamu lakukan, nak?" tanya sang ibu datang dan melihat putranya memasuki kamar yang masih kotor.
"Tidak Ma. Aku hanya..ingin melihat, apakah kamarku sudah berubah apa tidak." jawab Jio dan meraih tangan Dyli. Dyli langsung memeluk anaknya. Berharap semua cemasnya hilang dengan berada di pelukan putra tercintanya.
"Mama, kapan aku bisa tidur di kamarku? Owh ya, om dan tante belum pulang?" tanya Jio.
"Sebentar lagi nak, Mama sudah panggil orang untuk bersihin rumah. Sedangkan om Ahan masih ke Medan untuk beberapa hari." Kemudian Dyli mengajak Jio untuk ke halaman belakang dan membawa barang barang mereka ke dalam rumah. Dibantu oleh beberapa orang mereka menyelesaikan persiapan selama dua jam. Mulai dari beberapa gorden yang diganti warnanya, bunga bunga yang diganti dari vasnya, dan mendekor ulang beberapa kamar. Hanya saja, Jio membiarkan dekorasi kamarnya seperti terakhir kali ia tinggalkan. Sebelumnya rumah mereka tidak kosong, ada saudara ayahnya yang tinggal disana bersama sang istri dan masih menempatinya hingga sekarang. Namun, Jio meminta agar kamarnya tidak ditempati oleh siapapun. Ia takut ada beberapa barang nantinya bisa hilang. Tak apa, dalam hatinya pun ia sudah percaya, bahwa om dan tantenya sangat menjaga privasi untuk dirinya.
"Kak...besok anterin aku jalan-jalan dongg! Aku lagi pengen main ke danau itu lho!" tagih Prilkis sambil menyenggol pelan tubuh Jio. Jio nampak menerawang. Ia berpikir untuk pergi ke blok sebelah, dan menanyakan apakah keluarga Ane masih tinggal disana. Atau mungkin selama 9 tahun, rumah itu sudah berganti tuan. Segera ia tepis pikiran negatif itu, meski dirinya pun mulai takut kalau itu memang terjadi.
"Kak, aku ngerti kok, kakak pasti mau lihat gadis itu kan?" kejut Prilkis kepada Jio. Jio menetralkan denyut jantungnya karena terkejut. "Ihhh segitu terkejutnya!" jerit Prilkis merasa sang kakaknya itu berlebihan. Tapi ia tidak heran juga, karena Mamanya juga berbicara sangat lembut terhadap Jio setiap harinya.