10

106 12 2
                                        

Plak!
Suara tamparan itu serasa menggema oleh gadis yang kini telah jatuh karena sang ayah menamparnya dengan keras.
Ane menyentuh pipinya perlahan, bukan karena ia heran mendapat tamparan, tapi melihat kekasaran ayahnya pada saat dirinya sedang terluka. Tamparan seperti itu sudah pernah ia dapat saat Ane tidak setuju dengan pernikahan Baran dengan Nerima.

"Kau!! Sekali lagi, sudah membunuh orang yang menyangimu!" tuduh Baran dengan mata berkaca-kaca. Sedangkan Nerima dan Oma Ren sedang menangisi kepergian salah satu anggota keluarga yang amat mereka sayangi.
"Pertama ibumu! Dan sekarang! Kau ambil juga ayahku!" teriak Baran menjadi-jadi sambil memegang erat leher anaknya itu. Ane hanya menangis mendengar tuduhan sang ayah yang sangat jelas tanpa alasan. Tangan Baran mencekik erat leher Ane, yang mulai kesulitan bernafas.

"Lepaskan dia,Baran! Lepaskan dia!" seru Nerima mencoba menenangkan suaminya sembari berusaha melepaskan tangan Baran dari Ane. Namun emosi Baran masih memilih bertahan dalam dirinya.

"Bukan-kah ak-aku ya-ng harus kat-takan i--itu?" tanya Ane terbata-bata. Ia memegang tangan ayahnya yang bergetar oleh amarah.
"Ayah--kk-au bukan ayahku." suaranya hampir hilang, dalam tangisnya Ane mengatakan hal itu kepada ayahnya, yang menurutnya pernyataan itu memang tepat.
Baran melepaskan tangannya dan memberikan tamparan sekali lagi di wajah gadis malang itu.

Ane menangis sebentar sebelum akhirnya ia tertawa sinis pada ayahnya.
"Bukankah aku harus melaporkan pada polisi, bahwa ayah membunuh ibuku? Haruskah aku katakan pada mereka, bahwa ayah juga melakukan hal yang sama pada ibuku dulu! Sudah berapa kali ayah mencekik lehernya? Memukulnya dengan kasar? Apa ayah yakin aku yang membunuh ibu? Jawab aku ayah!" seru Ane sambil sesekali menangis, mengatakan kalimat-kalimat kasar seperti pada orang yang ia sayangi, memang sangat menyakitkan bagi seorang anak gadis sepertinya.

"Baran...tolong ibu nak...hentikan, lihatlah ayahmu saat ini. Aku mohon, hentikan." pinta Oma Ren kepada putranya. Baran memutuskan untuk mementingkan ayahnya saja dari pada meladeni Ane yang sudah membuatnya tertegun atas pernyataannya.

___

Lima hari setelah kepergian kakek tercintanya, Ane selalu terkurung dikamarnya. Bahkan ia tidak melanjutkan aktivitas apapun termasuk sekolah. Baginya, kehidupan sudah sekali tidak penting hari ini.

Ia hanya menghabiskan waktu dengan menangis dan termenung. Memikirkan setiap detik 'Mendung' yang menghampiri denyut-denyut hidupnya. Satu persatu orang yang ia cintai, meninggalkannya karena salah mengerti akan dirinya. Kini, ia benar-benar sendiri.

Ane mengambil kotak musik di meja belajarnya,lalu memutarnya perlahan hingga dua miniatur yang merupakan pasangan itu menari mengikuti irama lembut yang mengalun.
Hatinya benar-benar sakit, ingatan-ingatan tentang kejadian buruk mulai terputar dimemorinya. Dari sang ayah membencinya, kepergian Jio sahabatnya, kepergian bunda yang mungkin hanya ia yang sayang padanya, ingatan tentang banyak teman laki-lakinya memandang dirinya penuh dengan nafsu, segala perbuatan orang-orang terhadapnya, hingga semua kenangan dirinya beserta kakeknya yang kini telah tiada. Semua memori itu berputar rapih di pikirnya seperti sebuah film layar lebar.
Air matanya mulai membasahi tiap lekuk wajah cantiknya itu. Dengan sangat kasar ia banting semua isi kamarnya, hanya satu pikirnya, tanpa melukai siapapun ia ingin berperang dengan emosinya. Kebisingan itu mengundang kedatangan Nerima ke kamar Ane.

"Apa yang kau lakukan! Hentikan Ane!" sergah Nerima mencoba menghentikan Ane.

"Kau! Perempuan yang menyakiti ibuku! Kau juga mengambil ayahku dariku! Aku ingin sekali membunuhmu!" teriak Ane mendekati Nerima yang kemudian ia mulai mencekik leher wanita yang ia anggap penyebab kematian ibunya.
Nerima mulai kehabisan nafas dengan tangan yang berusaha melepaskan geratan Ane yang sangat kuat. Nerima mulai berteriak karena tak tahan atas perlakuan Ane.

"Ane!" jerit Oma Ren dan melepaskan tangan Ane.
"Kamu sudah gila! Kurang ajar sekali kamu pada ibumu!" bentak Oma Ren kepada Ane yang masih mengatur nafasnya karena melawan emosi.

"Dia bukan ibuku! Dia ibliss!! Dia jahat!! Dia bukan ibuku!!" teriak Ane yang ingin menyerang Nerima lagi. Oma Ren dan salah satu pembantu mencoba menghentikan aksi Ane yang sudah seperti gila itu. Sebelum akhirnya, Oma Ren menyuntikkan obat penenang untuk gadis itu.

"Ane, apa yang terjadi padamu nak." tangis Oma Ren saat melihat Ane yang sudah terkulai lemas.

Sudah dua hari sejak kejadian itu, Ane terus mengurung dirinya. Hingga ia mencari cara agar ia bisa pergi dari rumah tanpa sepengetahuan orang rumah. Ia meninggalkan rumah lewat pintu belakangnya.

Ane berhasil kabur dari rumahnya. Akan tetapi setelah tengah hari berada di luar rumah, orang-orang Baran mencari keberadaan Ane yang tengah melarikan diri. Baran takut, bahwa Ane akan pergi ke kantor polisi atau menyerang orang lain.

Ane terus berlari agar suruhan ayahnya tidak bisa menemukannya. Setelah beberapa lama mencari, akhirnya salah satu suruhan Baran menemukan Ane yang sedang duduk di taman. Tetapi dengan cepat Ane berlari menghindari suruhan ayahnya itu.

Malam itu kota benar benar sepi, hanya beberapa orang yang sekejap berlalu-lalang, membuat Ane takut dalam langkahnya. Namun, saat Ane berlari, tubuhnya terhempas karena menabrak seseorang tepat dihadpannya. Seorang pria mengenakan jaket dan topi hitam, mulai mendekat membantunya.

"Nona, kau baik baik saja?" tanya pria itu khawatir, tapi suaranya benar-benar dingin.

"To-tolong aku. Aku mohon tolong aku. Ada orang yang mengejarku. Tolongg aku." pinta Ane kepada pria itu.

Namun, sebelum pria itu menyatakan persetujuan, suruhan Baran menemukan Ane dan menarik tubuh gadis itu.

"Maaf mengganggu anda Tuan. Gadis ini adalah putri Tuan kami. Tuan kami menyuruhnya untuk membawa gadis ini, karena dia sedang mengalami gangguan jiwa." jelas suruhan Baran kepada pria yang hanya memilih untuk setuju.

Ane memberontak suruhan ayahnya itu. Berusaha melepaskan diri. Tapi, apa daya, dia hanya gadis lemah yang sekarang makan pun hanya satu kali sehari, tidak bertenaga.

Sesampainya dirumah, Ane dihadapkan oleh ayahnya yang sedang menatap tajam kearahnya.

"Apa kau gila? Tidak. Kau memang sudah gila." ucap ayahnya dengan nada menahan emosi.

Ane hanya menahan kepedihan hatinya saat mendengar Baran mengatakan hal itu padanya. Ia benar-benar ingin membenci ayahnya itu.

Setelah dua hari berlalu, Ane masih dalam keadaan yang sama. Ia masih Ane yang gila menurut ayahnya.
Ane melangkahkan kakinya menuju dapur. Ia menuangkan air di dalam gelas bening, lalu meneguknya.

"Bagaimana perasaanmu? Lebih baik, Ane yang gila?" seru Nerima dengan senyum tipis di wajahnya yang memang tampak cantik.
Ane menatap Nerima tajam.

"Apa? Kau mau membunuhku? Silakan. Lakukan, apapun yang kau mau, karena siapapun tidak ada yang percaya padamu. Dengarkan aku Ane, aku menyayangimu. Tapi entah kenapa, setelah kau hampir membunuhku, aku jadi tidak menyukaimu." tambah Nerima dengan datar.

Ane yang sudah mencoba menahan emosi sedaritadi, mengambil sebuah gunting dan mendorong Nerima dengan kasar hingga terkapar di lantai.

"Kau ingin aku membunuhmu? Membalas kematian ibuku? Atau karena kau sudah merusak hubungan keluarga kami?" teriak Ane sambil mengacungkan gunting kearah Nerima yang mulai ketakutan.

Tiba-tiba sebuah tarikan kasar diiringi sebuah teriakan menghadang aksi Ane. Ya, Baran. Yang kini tengah menyeret putrinya itu ke kamarnya. Ane menangis dalam tarikan kasar itu. Bukan karena sakit, tapi karena ia rasa perlakuan ayahnya sungguh tidak adil padanya. Baran mendorong Ane kasar dan menguncinya di kamar.

"Ayah! Ane gak salah ayah!" teriak Ane keras meminta kepada ayahnya agar percaya.

"Tunggu saja! Tidak lama lagi, kau aku bawa pergi dari rumahku!" balas Baran tidak kalas keras dari Ane.
Baran mengusap wajahnya kasar. Jujur, ia pun merasa sakit melihat keadaan Ane yang semakin terlihat gila dimatanya.

#FlashbackOff.

Bersambung....

Thanks for read😘
Jangan lupa vote dan ikuti kelanjutannya♥

MENDUNG | END ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang