4

161 20 0
                                        

"Baik bunda. Ane ikut bunda." tangan Ane juga ikut mengeratkan diri dalam genggaman sang ibu. Ia percaya pada bundanya.

Arin melajukan mobilnya,membelah sedikit keramaian jalanan yang dilewati mobil silver Arin. Perasaannya gundah, marah, ia hanya ingin menghabiskan waktunya bersama sang putri, jika itu memang untuk terakhir kalinya.

Ane yang sedari tadi bungkam, hanya menatap khwatir pada ibunya. Ia tidak tau kenapa bundanya terlihat sangat kacau sore ini. Ane berusaha buka mulut, tapi hal itu di dahului oleh Arin.

"Ane. Kamu tau kan,? Bunda gak akan pernah lupa hari ini adalah ulang tahunmu. Jadi, untuk merayakannya bunda akan mengajakmu ke suatu tempat yang sangat indah." ucap Arin dengan nada yang merendah. Tangisannya masih sanggup ia tahan hingga mereka kemudian sampai di tempat tujuan.

Suatu tempat yang sedikit sepi. Ada sebuah danau disana, dan terdapat sebuah tangga menuju tempat yang lebih tinggi dari danau menyerupai sebuah balkon. Di atas sana mereka tuju, karena dapat menyaksikan keindahan binar binar kota yang bercahaya.

"Bunda! Indah sekali!" seru Ane terkagum-kagum.

"Nanti kamu akan lebih kagum!" balas bundanya kemudian dengan senyum yang menampakkan giginya,bahagia.

Duarrr!!! Duarr!! Suara kembang api yang bertebaran di langit. Berkali-kali kembang api memenuhi langit malam yang cerah. Ane semakin terkagum-kagum. Mungkin inilah hadiah dari bundanya yang sangat indah digenapnya usia remajanya saat ini. Mata Ane menunjukkan kebahagiaanya hari ini. Dia memeluk bundanya yang juga sedikit menikmati suasana. Tapi dalam pelukan itu Arin menumpahkan segala kesedihannya kepada Ane. Anepun semakin khwatir dibuat olehnya.

"Maafin bunda,nak. Maafin bunda. Tapi bunda gak bisa bertahan lagi. Bunda gak bisa lagi dengan semua ini. Bunda lelah, sayang." ucap Arin dalam tangisnya. Arin sudah memutuskan untuk mengakhiri segalanya hari ini.

"Bunda..." lirih Ane sedikit menangis.

"Bunda tau bunda salah, nak. Bunda dengan egoisnya tidak mau melepaskan ayahmu hanya untuk berada disisimu. Bunda mengabaikan kebahagiaan ayahmu. Bunda tidak mau menceraikannya karena bunda ingin lebih lama bersamamu. Bunda egois, bunda tidak pernah memikirkan ayahmu. Sehingga dengan teganya ia bermain dengan wanita lain di belakang bunda. Dia tidak lagi menginginkan bunda. Kalau saja bunda menceraikannya dari dulu, pasti ini akan sedikit lebih mudah untuk bunda. Tapi...bunda tidak mau kamu harus kehilangan segala kebahagiaanmu,Ane" jelas Arin dengan tangisan yang tidak pernah lepas dari dirinya. Suaranya gemetar, seperti menahan sebuah luka yang sangat dalam.

"Bunda...jangan berkata begitu,bunda. Ayah sangat mencintai bunda. Gak mungkin dia mencari perempuan lain yang lebih cantik daripda bunda." seru Ane mencoba mengalihkan suasana.
Tetapi bundanya hanya tersenyum kecut, dengan bekas air matanya yang memenuhi pipi eloknya itu.

"Kamu bilang ayahmu mencintai bunda? Rupanya anak bunda mencoba berbohong." ucap Arin tersenyum paksa sambil mengusap air mata anaknya.
"Tidak nak. Bukan cinta. Bundamu hanya sedang egois."tambahnya lagi.

"Jangan bunda. Biar saja ayah pergi dengan wanita lain. Aku hanya tidak ingin hubungan kalian hancur gara-gara itu." seru Ane sembari memeluk bundanya.

"Tidak nak. Ingatlah. Untuk hal ini, bukan sebuah penghianatan yang menghancurkan sebuah hubungan. Tapi sebuah cinta sepihak yang terlalu besar, hingga cinta itulah yang menghancurkannya secara perlahan. Dan bunda....hari ini sudah hancur nakk...bunda ingin menghentikan ini. Kamu tidak tau apa yang dilakukan ayahmu pada bunda. Dia menikahiku karna sebuah kesepakatan,dan akhirnya, bundalah yang kalah saat ini." kata Arin begitu jelas menyelip dalam tangisannya. Ia merobohkan dirinya di tanah. Hatinya benar benar hancur. Pernikahan yang ia coba pertahankan dengan suaminya, kini hancur karena ketidakbahagiaan suaminya. Bahkan Ane bisa dikatakan sosok anak yang tidak diharapkan oleh sang ayah, meski Ane adalah darah dagingnya sendiri.

"Ane. Dengarkan bunda. Hiduplah dengan bahagia. Lupakan bunda. Hari ini bunda sudah menandatangani surat perceraian. Jadi, hiduplah dengan bahagia tanpa cinta. Jangan terlalu mencintai orang lain,karena suatu saat orang itu akan meninggalkanmu. Bunda percaya putri bunda. Maafin bunda ya, sayang." tangis Arin dan memeluk erat putri tercintanya,kemudian mencium kening Ane dengan lembut. Membelai rambut indah putrinya dan menatapnya lekat.

"Bunda, jangan tinggalin Ane. Ane gak bisa tanpa bunda. Ane janji akan membujuk ayah." bujuk ane kepada bundanya.

"Tidak usah nak. Kau hanya perlu khwatirkan dirimu. Bunda percaya sama anak bunda." senyum Arin dengan air mata masih sibuk mengalir. Dia memeluk putrinya erat dalam luka batinnya yang kian memberontak pikiran jernihnya. Dalam situasi seperti ini, dengan beban berat seperti ini, akan lebih baik ia mengakhiri hidupnya. Dan melupakan segalanya di alam baka.

"Bunda percaya Ane. Jaga nenek dan kakek ya. Mereka sangat mencintai kamu. Bunda sayang sama Ane." peluk Arin kembali ditemani raungan Ane yang membuat dada sang bunda semakin sesak.

"Maafin bunda ya nak. Bunda sayang sekali sama Ane. Bunda akan selalu disini." menunjuk dada Ane bertepatan di tempat jantungnya berada.
Arin mencium putrinya untuk terakhir kalinya. Keduanya masih menangis, dan perlahan Arin mendekatkan dirinya di balkon. Dan seketika, waktu serasa berhenti bagi Ane. Bundanya hilang tenggelam di danau tepat di bawah balkon. Masih hening. Hingga saat Ane berteriak dan menyadari bahwa untuk hari ini, hatinya benar-benar patah. Ia sungguh ditinggalkan oleh dua orang yang ia sayangi, pertama Jio dan saat ini tepat dihadapannya ia harus menyaksikkan kepergian sang bunda.

Teriakan Ane disambut beberapa orang yang ingin membantu. Namun jasad Arin tidak ditemukan sampai polisi pun datang membelah kasus kematian seorang wanita karena sebuah cinta sepihak yang ia jalani selama bertahun-tahun.
            #FlashbackOff

Ane bangun dari ketidaksadarannya. Air matanya mengalir atas ingatan yang sudah lama ingin ia hapus dalam memori otaknya. Ia memeluk lututnya erat. Menggigit selimutnya dengan kasar. Ia menangis sekeras-kerasnya. Hingga pada saat inipun kenangan itulah yang menjadi alasan kenapa keadaannya sekarang bisa seperti ini.

Dia berteriak kembali. Karena air matanya tidak mampu menghilangkan rasa sakitnya. Itu hanyalah salah satu luka batinnya. Belum lagi beberapa luka setelah kematian sang bunda yang ia alami hingga membuatnya ingin mati.

Ane berteriak keras. Tidak peduli lagi apa yang akan dilakukan oleh petugas rumah sakit padanya. Yang ia tau, luka itu masih saja sangat terasa.

****

Bersambung...

MENDUNG | END ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang