13; Innermost

8.6K 1.2K 231
                                    

Pukul jam tujuh pagi dan ia baru saja pulang setelah mendapat jatah jam kerja malam. Hyoji memilih termangu di depan televisi ruang utama sementara pikirannya mengawang pada kejadian hari lalu. Malam saat dirinya bertengkar dan lelaki itu (tumben sekali) memilih pergi tanpa mendesaknya lagi. Hyoji reka ulang lagi beberapa percakapan yang terasa memang kelewatan. Kalau dibiarkan datang lagi, kau tidak akan pernah lupa, rindumu tidak akan pernah usai. Kalimat terakhir yang Hyoji dengar setelah berperang ego.

Sejak Jungkook berkata dia akan menyelesaikan semuanya setelah anaknya lahir, setiap harinya menjadi bisu, semakin menjauh, asing, juga terasa mati. Lebih menjengkelkan lagi saat Jungkook terang-terangan menolak untuk mengantar Hyoji memeriksa kandungannya karena harus menjemput Yeobin di bandara. Hyoji benci teramat sangat dengan Jungkook, Yeobin apa lagi. Tetapi itu memang salahnya, sih, padahal Jungkook sudah berbaik hati barangkali saat itu ia ingin memperlakukan Hyoji sebagaimana seorang istri. Hyoji malah melukainya dengan perkataan Jungkook tidak pantas disebut sebagai suami. Lalu dengan tidak tahu dirinya, Hyoji meminta Jungkook untuk mengantarkannya. Jelas Jungkook menolak, dia pun tidak diakui sebagai suami.

Dering telepon kabel usik segala fatamorgana di kepala. Hyoji menujunya yang terletak di meja tunggal sebelah televisi.

"Bi, tolong buatkan kopi. Aku di ruang kerja."

Cuma berpesan tanpa perlu balasan. Suara madu tersebut hilang usai bunyi tut-tut. Sementara Hyoji mendesah berat begitu teringat Bibi (asisten rumah tangga) pergi berbelanja dengan ibu mertuanya.

Hyoji matikan televisi dan menuju dapur. Ketika ia buka rak paling atas, ada banyak sekali jenis kopi yang berjejer. Hyoji mengambil kafeina dan cangkir lantas mulai berkutat dengan mereka.

Dulu ia membayangkan akan rajin membuatkan kopi suaminya untuk memulai hari. Dulu sekali, saat dirinya masih berpacaran dengan Taehyung, lalu mewacanakan untuk menikah dengannya. Sementara perutnya sudah agak membuncit, janinnya sudah memasuki usia sebelas minggu. Taehyung akan segera tahu dan akan meninggalkannya.

Cangkir kopi dilokasikan di atas piring kecil dan ia mulai membawanya ke atas. Rungunya menangkap suara Jungkook yang mempersilakannya masuk usai pintu diketuk dua kali. Hyoji mengayunkan kenop serta menarik napas panjang.

"Kopinya," ujarnya seraya menaruh di atas meja.

Jungkook lirik kopi yang masih mengepulkan asap lalu menatap Hyoji sekilas lantas kembali mencumbu pekerjaannya. "Terima kasih."

Hyoji mengangguk meski Jungkook tak melihatnya. Ia menyadari baru pertama kali membuatkan kopi untuk memulai paginya setelah dua bulan menikah. Tidak, bukan mengawali pagi, tetapi meneruskan paginya.

Hyoji tangkap sirat lelah suaminya dari bawah mata yang sedikit menghitam karena jam tidurnya dikuasai jam kerja. Jas yang terselampir di punggung kursi, kemeja yang ditekuk sebatas siku sudah agak kumal. Sementara mata rusanya terpaku menatap monitor.

"Kau tidak tidur?"

Jungkook menggeleng pelan tanpa berniat menatapnya lagi. "Belum."

Hyoji gigit bibir bawahnya. Kini dirinya sadar dan tak menyalahkan kenapa lelaki ini begitu dingin seperti awal pernikahan mereka. Hyoji tentu sadar letak kesalahannya.

"Jaga kesehatanmu."

"Hm." Sebagai ganti kata mengiyakan. Sebab atensi Jungkook kini ditarik oleh ponselnya yang memanggil. Lelaki itu tersenyum singkat sebelum menerima panggilan ponsel tersebut.

𝑰𝒏𝒏𝒆𝒓𝒎𝒐𝒔𝒕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang