21; Suivre

6.9K 1K 265
                                    

Unknown : Hei, jangan jauh-jauh dari orang-orang baik.

Hyoji tidak membalasnya. Sebab ia sudah menduga kalau unknown akan selalu begitu. Mengriminya tanda siaga. Lagian siapa yang berani menjahatinya di acara suaminya sendiri? Tetapi Hyoji juga tak berminat buat mengabaikan sepenuhnya.

Notifikasi ponsel berbunyi lagi sebanyak tiga kali.

Unknown : Aku serius, Monyet!

Unknown : Paling tidak bersanding terus saja pada suamimu.

Unknown : Tetapi jangan berlebihan, bikin sakit mata!

Hyoji mengerang kesal. Usik fokus Jungkook yang sedang menyetir.

Hyoji : Berisik, Kutu! Bikin gatal saja!

Diam-diam ekor matanya perhatikan jemari sang istri yang tengah mengetik balasan dengan buru-buru dan raut pasrah.

Unknown : Hei, yang bikin gatal kan sekretaris suamimu yang bahenol itu. Lalu siapa itu? Mantan suamimu yang bodinya aduhai. Duh, untung saja kau sedang hamil jadi ukuran dada dan bokongmu yang tadinya S sekarang jadi L.

Unknown : Tetapi tak apa, Ji-yaa. Malam ini kau seperti ratu. Cantik sekali dan, wow. ( ͡◉ ͜ ʖ ͡◉)

Begitu ingin ketik balasan, ia sadar tengah diperhatikan. Jadi kepalanya menoleh dan temukan Jungkook sedang menatapnya tajam pun mengintimidasi. Hyoji nyengir kuda dan berkata dengan gugup, "K-kau tahu Unknwon itu memang aneh, tetapi dia-"

"Tidak lucu, Hyo!" tukas Jungkook lantas kembali fokus pada jalanan dengan kecepatan laju yang bertambah.

"Yaah, merajuk. Ya sudah, terserah." Hyoji mencebik, lanjut bermain ponsel.

"Letakkan ponselmu atau kubuang?!"

Wanita itu justru menyerahkan ponselnya begitu saja. "Nih, buang. Nanti kau juga akan membelikan yang baru."

"Tidak."

"Kenapa?"

"Aku akan membiarkanmu hidup tanpa ponsel."

"Hei, mana mungkin, lalu bagaimana kalau kau ingin menghubungiku?"

"Aku akan menemuimu langsung."

Hyoji menyodorkan kembali ponselnya. "Ya sudah, nih, buang. Nanti Unknown juga akan menemuiku langsung."

"Jangan membuatku marah, Hyo!"

"Kau selalu begitu, coba saja marah, aku akan mendiamimu."

Menghela napas, lalu kembali menatap istrinya dengan jengkel. "Bisa diam, tidak?"

"Tidak, dong."

Jungkook merebut ponsel Hyoji dan membuangnya ke jok belakang. Lalu tangannya sigap menarik lengan Hyoji buat menyambar bibir dan mengigitnya pelan. "Aku akan menggigit di bagian lain kalau kau susah diberitahu dan tidak menurut!"

***

Interlokusi bersama kawan amikal kemarin sadarkan diri berkali-kali kalau tak semua konflik yang belum diafirmasi tak melulu harus ada jawab sekarang. Realisnya, memang, intelektualisasi selalu jadi perihal menonjol untuk gapai sesuatu. Tidak instan. Yang instan saja mulanya butuh proses. Jadi kini Jungkook mencoba (lagi dan selalu) buat mengerti; mungkin belum waktunya ia paham soal istrinya tentang dongeng sejarah cara melangkah dan bertahan bernapas sampai kini-sampai entah teror apa menghantui dan tentu saja ada bisnis yang belum terselesaikan.

Hidup Hyoji adalah candramawa yang kusut pun elusif. Bikin sakit kepala bila mengasumsi berlebihan. Kendati cuma dua warna; hitam-putih, justru membuat segalanya nyaris sulit diterka. Jungkook tidak mungkin sumbang warna pelangi pada masa lampaunya, sebab sudah sejauh ini kita telah di langkah membiarkan yang lalu biar berlalu. Boleh jadi Hyoji selama ini salah duga, mengira Jungkook akan usik kembali dan menyulap memori lampau jadi berwarna. Padahal tidak. Jelas tidak. Jungkook cuma perlu paham, butuh tahu perkara apa itu, terlebih teror belum usai. Tetapi lagi, Jungkook tidak memaksa, justru ia yang di paksa selalu mengerti apa yang terjadi di bertahun-tahun lalu dan kini, yang tentu saja saling berkesinambungan.

𝑰𝒏𝒏𝒆𝒓𝒎𝒐𝒔𝒕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang