"A perfect way to introduce hurt twos."
♧Hyoji tidak sendiri. Orang tuanya masih hidup di hatinya. Setiap malam ia selalu berkomunikasi dengan mereka melalui doa. Meski sempat tidak terima dengan kenyataan, kini ia sudah tenang mereka tinggal di pangkuan Tuhan. Setidaknya tak ada lagi kecemasan dan rasa sakit.
Sejak semesta merenggut mereka, Hyoji hanya memiliki satu impian, yaitu hidup sebagaimana manusia normal, tanpa dikejar, tanpa harus bersembunyi. Ia tidak peduli hidup di sebuah apartemen kecil, yang ia pikirkan saat itu adalah bagaimana caranya ia bisa mengumpulkan uang demi biaya kuliahnya. Tepat saat ia lulus dengan baik, ia mulai merangkai lagi mimpinya, bekerja di rumah sakit ternama, menikah dengan orang yang ia cintai, mempunyai anak dan menua bersama.
Terlihat mudah jika dipikirkan, semuanya mengalir sesuai kehendak sendiri. Oh, memang hakikatnya tidak ada kata 'gagal' dalam kamus imajinasi. Itu sebabnya saat ia kembali menjalani realita, semuanya berantakan, mengecewakan, lagi-lagi ia harus menerima bahwa luka akan selalu ada dalam takdir manusia.
Seperti saat ini, ketika baru saja semesta membuat hatinya hancur menyakitkan, kini pekerjaannya terancam lepas dalam genggaman. Ia selalu berandai, jika Kim Taehyung bukan seorang idol dan tidak membuatnya terluka, mungkin minggu lalu ia tidak akan pergi ke hotel bar, ia tidak akan bertemu pria bermarga Yeon.
Semuanya seolah lepas kendali, benar-benar berbeda dari jalan pikirannya. Lantas semua itu apa bisa diperbaiki? Atau justru harus membuatnya menemukan tujuan lagi?
Ucapan direktur Kyung memenuhi isi kepala. "Resign atau terima lamaran Yeon Jungkook?"
"Terima saja, Hyo. Lagi pula dia terlihat cocok denganmu. Seorang CEO bisa melakukan segalanya, kan? Berbeda dengan idol yang harus hidup di bawah tuntutan agensi." Saeyoung mengelus punggung tangan sahabatnya. Ia paham sekali dengan jalan pikiran Hyoji. Pasti tidak diterima karena sudah banyak kehilangan.
"Dia bisa melakukan segalanya, begitupun dengan kehidupanku nantinya. Apa lagi sebagai seorang istri, harus selalu menuruti suami. Itu sulit untuk kita yang tidak saling mencintai."
Ruang putih itu mendadak sunyi tatkala Seokjin datang membawa dua baki. Pesanan Hyoji beberapa menit lalu, ia sungkan pergi ke kantin, otaknya dipenuhi segala kecemasan.
"Apa kau masih mau menikah dengan Taehyung?" Celetuk Seokjin sambil menyendokkan bubur ke mulutnya.
Debar jantungnya menghentak kencang. Tidakkah Seokjin tahu bahwa nama Taehyung mampu melumpuhkan seluruh syaraf otaknya? Paling tidak Seokjin harus ingat, dirinya pernah dibodohi Hyoji dan Taehyung hanya untuk mengantarkan makanan dari Hyoji setiap minggu ke dorm miliknya.
"Jika masih mau menunggu Taehyung, katakan pada Jungkook. Jika sudah membuat keputusan untuk menerima lamaran Jungkook, beritahu Taehyung," ujar Seokjin. Kedua wanita itu menatapnya nyalang.
"Beritahu keduanya juga untuk menyaingi ketampananku saat kalian menikah nanti. Aku takut mereka yang datang ke pernikahanmu mengira ada pangeran yang akan membawamu kabur."
Saeyoung melengos, sudah paham bahwa lelaki itu akan membahas soal betapa tampannya dia. "Apa tidak ada hal lain yang bisa kau banggakan selain wajahmu?"
"Tidak. Justru hanya satu yang begini di dunia. Apa kau tidak bangga memiliki Oppa sepertiku?"
"Oppa, jangan mengaku terlalu tampan kalau kemarin cintamu bertepuk sebelah tangan," ejek Hyoji.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑰𝒏𝒏𝒆𝒓𝒎𝒐𝒔𝒕
Fanfiction(Sudah Diterbitkan) Note: karena restock fanbook habis, untuk pembelian versi pdf bisa DM di ig *pluveejey --- Sejak awal, pernikahan mereka memang terasa bak terjerembab dalam lembah menyedihkan. Jeon Jungkook menikahi Shin Hyoji tanpa aba-aba yang...