9; Awake

7.5K 1K 145
                                    

Jam menunjukkan pukul delapan pagi. Usai mengecek note di ponselnya-Rabu berangkat jam sepuluh-ia memutuskan buat mengenakan pakaian santai saja, sebab dua jam masih lama dan ia sungkan bila seragamnya kumal karena masih perlu melakukan pekerjaan rumah. Kaos putih oversize menenggelamkan hot pants. Yang mana membuat dirinya terlihat tak memakai celana.

Telepon kabel berdering nyaring tatkala ia tengah merapikan seprai. Sudah ia duga, telepon dari lantai bawah. Well, terkadang ia merasa random dengan apa yang ada di rumah ini. Untuk apa, sih? Melokasikan telepon kabel di setiap ruang. Bila ditanya, Jungkook selalu menjawab suara emasnya tidak boleh disia-siakan cuma buat meneriaki nama seseorang. Padahal Dahyun bilang kalau Jungkook seringkali tak dengar jika diteriakkan nama meski sampai kerongkongan sang empu haus mineral. Baik, setidaknya Hyoji perlu waspada untuk tidak terlalu percaya dengan omong kosong lelaki si bandar alibi.

"Sudah jam delapan, waktunya sarapan."

Tumben sekali, batinnya tak sampai ketika si penelepon sudah memutus sambungan sebelum mendengar respons basa-basi.

Pikirannya melayang pada kejadian semalam. Bagaimana raut congkak Jungkook tatkala mengatakan sangat menyukai harum parfum barunya, seolah memamerkan betapa cintanya ia dengan partner ranjangnya hari itu. Namun pagi ketika rerumputan masih berembun, ia keluar untuk membuang sekantong sampah dan menemukan kemeja Jungkook-yang harganya mungkin melebihi gajinya dua bulan-di tempat pembuangan sampah. Hyoji menarik salah satu sudut bibirnya tatkala mencium betapa tragisnya harum parfum baru yang ia sombongkan harus terselimuti bau tak sedap juga kotor. Memang seharusnya begitu, sesuatu dari masa lalu memang harus berakhir di tempat pembuangan sampah. Persetan dengan urusan penting! Hyoji yakin akan ada saatnya ia mengalahkan segala urusan penting bagi Jungkook.

Kaki rampingnya menuruni anak tangga. Ia pandangi sekilas suaminya yang tengah menonton serial drama pagi dengan tas kantornya yang ia letakkan di sampingnya. Atensinya menyadari sorot pandang Hyoji, lantas lelaki itu balik mengamati istrinya yang sudah menapaki kaki di dekatnya.

"Apa kalau Ibu tidak ada, kau tidak akan turun untuk membuat susu?" Jungkook bertanya dengan nada sedikit mencemooh setelah Hyoji mendudukkan dirinya di sofa-di samping tas kantor lelaki itu.

"Tidak begitu. Aku sudah bilang pada ibumu kalau ia tidak perlu melakukan itu, aku bisa membuatnya sendiri," belanya tanpa perlu merasa terbebani dengan nada bicara Jungkook yang sok dingin. Ia sudah merasa biasa.

Jungkook memindahkan tas kantornya di atas meja. Entah apa yang jadi masalah, tetapi mungkin juga tas itu jadi penyebab di balik Jungkook dan Hyoji jadi sedikit berjarak. Lelaki itu sudah memutus jarak, ia tidak menyuruh Hyoji untuk bergeser, ia sendiri yang mendekat. Sikapnya inkonsinten, memang. Menyebalkan juga.

"Berangkat jam berapa?"

"Jam sepuluh. Kau sendiri kenapa belum pergi?"

"Menunggumu."

Hyoji mengernyitkan kening. Jungkook bangkit dari sana dan beranjak ke meja makan. Hyoji tak acuh, matanya lurus menatap televisi. Sebisa mungkin ia harus bersikap setimpal dengan sikap Jungkook.

Jungkook mengikuti aturan membuat susu yang ibunya tuturkan pagi tadi sebelum pergi. Ia juga membuat sereal untuk sarapan Hyoji. Mungkin dari sekian banyak sedikit perhatian yang ia berikan untuk Hyoji, membuatkan susu hamil dan sarapan berada di titik teratas. Sekaligus untuk permintaan maaf sebab hal yang terjadi kemarin, insiden parfum baru. Ya, benar, hanya itu kesalahannya.

Jungkook mencicip sedikit susu hamil sebelum ia berikan pada Hyoji. Saat dirasa pas, ia berjalan dengan kedua tangannya yang penuh dengan susu dan semangkuk sereal. Ia letakkan di hadapan Hyoji.

𝑰𝒏𝒏𝒆𝒓𝒎𝒐𝒔𝒕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang