Sadar tidak bahwa hidup yang tengah mereka jalani sungguh tak lebih berarti dari membuang sampah setiap hari. Waktu mereka terbuang sia-sia layaknya cuma melewati setiap toko di dalam mall, tidak membeli atau sekadar tengok isi barang-barang berguna dan estetik. Mereka cuma melintas membisu padahal banyak dialog yang perlu disempurnakan. Mereka seolah tuli padahal ada suara yang ingin didengar. Mereka seakan buta padahal banyak keelokan yang pantas dipuja.
"Kau akan mati sia-sia jika tidak menggunakan waktumu untuk berbicara denganku."
Hyoji cuma mengendikkan bahu dan melanjutkan menyantap makan siangnya. Ia tidak mengerti sebab tepatnya kenapa pria Jeon ini datang ke rumah sakit dan mengajaknya makan bersama di resto seberang. Agak rancu juga mencurigakan.
"Kenapa kau berbicara seolah kau tahu kapan aku mati?"
"Hyo-"
"Coba katakan, aku akan mati setelah atau sebelum melahirkan anakmu?"
"Kau akan mati jika berbicara tidak menatapku!"
Peraduan alat makannya terhenti. Sedikit tersentak tetapi ia mencoba untuk tetap bersikap tenang. Bola matanya naik buat beradu tatap. Hyoji mencoba apatis dengan cara Jungkook memandangnya tajam. "Baik, apa yang membawamu kemari?"
Jungkook memajukan kursi. Tangannya bersidekap. Tatapannya begitu lurus mengikat. "Kehidupan sangat berharga. Aku sungkan membuang waktuku dengan percuma tanpa mendiskusikan tentang kita untuk ke depannya. Kau tahu maksudku, pernikahan ini benar-benar kacau."
Kacau. Hyoji ingin terbahak. Dari kemarin kemana saja? Ia singgah alat makannya dan singkirkan ke tengah. Kedua tangannya terpaut di atas meja. Dengan tatapan setenang sungai, ia mencoba merespons, "Semua yang kita lakukan memang sia-sia. Aku tidak mengerti bagaimana kehidupan setelah menikah tanpa asmara. Aku pikir kita bisa memperbaikinya supaya sedikit bermakna, atau katakakan aku bisa berharap sedikit untuk bersandar padamu. Tetapi kita adalah dua insan yang tidak mampu menyatu dalam waktu dekat. Kita bersama tetapi tidak terikat."
Hyoji meraih air mineral, meneguknya beberapa kali lalu menaruh kembali gelas dan temui tatapan Jungkook yang sedikit berbeda-lebih intens usai arah pandang itu jatuh ke leher jenjang istrinya. Manik Hyoji memergokinya tadi saat ia minum.
"Kita mungkin menikah karena keadaan darurat, jadi pikiran kita agak sekarat. Mungkin itu sebabnya kau dengan enteng keluar negri cuma untuk asik-asik dengan masa lalumu. Sebagai Shin Hyoji aku tidak terlalu terluka dan sebetulnya masa bodoh kalau kau mencumbu orang yang kau cintai, iya, aku mengakui perasaan itu sulit terganti. Tetapi sungguh, sebagai seorang istri yang sedang mengandung benihmu, harga diriku terluka. Itu menjengkelkan, kau tahu?"
Jungkook mengernyih, wanita memang pandai berkata tanpa berkaca. "Aku cuma membuatnya supaya impas. Kau tidak mungkin sudah lupa dengan kejadian sewaktu sore saat dirimu pulang dengan beberapa tanda di lehermu?"
Oh, ulah Taehyung. Hyoji berusaha tutupi kesalahannya lagi. "Itu pembalasan karena kau melakukan itu sehari sebelum kita menikah."
"Bahkan tanpa kusebutkan tepatnya kapan, kau beberapa kali masih bertemu dengan mantan kekasihmu juga. Banar begitu, Shin Hyoji?"
Empat kali. Hyoji mengakui dirinya bertemu Taehyung lebih banyak dua kali dari Jungkook bertemu mantan kekasihnya. Wanita itu meneguk mineral kembali, sedang Jungkook tersenyum penuh kemenangan.
"Sudah kubilang untuk intropeksi diri, bukan?"
"Sudah menguras banyak waktu jadi kita lanjutkan nanti di rumah, aku harus segera kembali pada pekerjaanku, kau juga." Hyoji bangkit pamit undur diri tak lupa berterimakasih atas traktiran makan siangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑰𝒏𝒏𝒆𝒓𝒎𝒐𝒔𝒕
Fanfiction(Sudah Diterbitkan) Note: karena restock fanbook habis, untuk pembelian versi pdf bisa DM di ig *pluveejey --- Sejak awal, pernikahan mereka memang terasa bak terjerembab dalam lembah menyedihkan. Jeon Jungkook menikahi Shin Hyoji tanpa aba-aba yang...