|0.3|

223 41 124
                                    

Semua perempuan memang susah di tebak ya? ~fayrel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua perempuan memang susah di tebak ya?
~fayrel

*

Untuk saat ini, tidak ada yang lebih membingungkan dari seorang Mecca Ayudya bagi Fayrel. Gadis itu aneh dan sangat ambigu.

Karena sejak pulang sekolah tadi, sikap Mecca memang aneh dan tak biasanya. Untuk apa gadis itu menunggunya segala? Dan mengatakan dengan sarkas tentang kepergiannya dengan gadis kanada cantik itu? Fayrel bingung.

Fayrel terdiam di ambang pintu utama rumah, pikiran nya tentang Mecca melayang jauh. Di tatapnya wanita ber-dress merah itu dengan tatapan yang tak bisa diartikan sama sekali.

Fayrel menghela napas. "Selamat sore. Aku pulang."ucapnya sebagai salam lalu melengos begitu saja menaiki satu-persatu menuju kamar.

"Sore. "Sahut Raffa tak terhiraukan.

Venya menyahut, "dasar tak tau diuntung saja. Sudah tahu ada orang disini, main masuk saja hanya dengan sepatah kata. "Katanya pedas.

Fayrel mematung di dua tangga terakhir, ia menarik nafasnya dalam lalu berlari cepat masuk ke kamarnya yang bernuansa sangat tenang. Hanya jarum jam yang berdetik terus-menerus.

Salam salah, tidak apalagi. Pusing kan jadinya.

Jika Fayrel menyapa dekat dengan menghampiri, di diamkan saja, hanya membuat hati kesal. Tak disapa dekat, kata-kata nya ngelebihin tajam pisau dapur.

Kalau tentang Raffa, memang saja Fayrel tak menganggap laki-laki 19 tahunan itu ada di hadapannya. Guna apa? Tidak ada.

"Keluarga aneh, pusing gue. "Fayrel berdecak.

Alih-alih merasa pusing dengan segala urusan keluarga aneh nya. Fayrel memilih membuka baju seragamnya, masuk dalam kamar mandi dan berendam nyaman di bath up.

Setidaknya itu membuat perasaan jauh lebih baik.

Sambil terus berendam dan menatap langit-langit kamar mandi, ia bergumam pelan. "Kapan ya semuanya baik? Gue gak tahu pasti nya kapan kalau disini pernah damai. "

Bukan tak tahu, karena nyatanya memang tidak pernah. Mungkin pula, hanya Ramon alasannya tetap bertahan dalam rumah kutub es.

Beku, dingin.

Ia memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan air dingin yang merendam dirinya malam itu. Sama sekali tak merasa kedinginan, karena Fayrel rasa, hidupnya sudah beku untuk apa merasa dingin lagi?

Jemarinya menjelajah ke sisi bath up, menyentuh apapun, matanya tetap terpejam nyaman. Hingga ia terduduk kaget sambil menatap showwer yang menyala.

Fayrel memutar bola matanya malas, mengelus dadanya sekilas. Sial sekali sampai salah pencet tombol shower. "Haishh, kampret, gue kan ga keramas. "

Tapi tanggung, akhirnya Fayrel keramas saja.

Just a Friend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang