|2.9|

110 16 55
                                    

Happy reading😼
Jdohnya william tunggu spam komen kalian, mwah.

****

Lo tau ga rasanya ngeliat orang tua berantem depan mata?
Rasanya pengen tenggelam dan lenyap saja dari bumi.
Sakit.
-BrotherJHS

Play Now - Broken Home • 5SOS

🌠🌠🌠🌠

Sepatu berwarna biru itu baru saja diletakan di atas rak, kaki terbalut kaus kaki putihnya menapakan jejak menuju pintu utama rumah. Sore ini rumahnya sepi, ia tahu sang Papa tidak akan pulang sebelum jam enam sore sedangkan kakaknya takkan bisa cepat pulang jika sudah berpacaran...

Dengan bola basket.

Ia bahkan berani bertaruh jika Raffa diberi pilihan basket atau pacar, cowok itu pasti lebih milih si oranye kemana mana. Seperti beberapa waktu lalu, kalau lihat Raffa dengan Milka pacaran bukan jadi iri.

Yang ada pengen ngakak.

Fayrel terdiam sambil memeluk bola basket berwarna hitam miliknya, mau main ternyata ada Raffa dan Milka di lapangan rumahnya. Gadis chubby itu berada di gendong sang kakak, di antara mereka ada bola.

"

Nath, Milly mau nanya sesuatu boleh?"

Raffa mengerjap, menatap wajah milka. "Tanya aja, gausah banyak mukadimah perbacotan segala."jawab cowok itu ringan.

"Sumpah dah lu itu BF tersialan yang pernah gue punya, tapi pertanyaan sakralnya.. Kenapa gue betah sama lo?"Milka mengibaskan tangan ketika sulung Johannes menatap dirinya seperti melihat alien turun ke goa. "Nih ya misalnya lho ya, kalau dimisalkan orang ketiga diantara kita. Yang jadi orang ketiga itu aku atau bolbas?hm?"

Raffa menaikan alisnya sejenak sebelum menjawab,"Kamu."

"Hah? Kok gitu sih?"

"Ya emang gitu, terus gimana?"Raffa balas tanya.

Milka membalas jutek. "Turunin aku, sekarang!"

Gudubrak!

"Raffa bangkee!! Mati aja lo!"jerit Milka menepuki bokong, sedangkan yang diumpati masih diam. Cowok itu memiringkan kepalanya sekilas. "Lo minta, mil. Gue gak salah."

Fayrel terkekeh. "Punya abang gini banget njer."

"Selam--"

"Udah cukup, jangan mengungkit masalah ini terus. Mengapa kau begitu ikut campur ha?!"suara membentak itu sampai ke telinganya sebelum sapaan selesai.

Fayrel mengantungkan tangan di udara, tak jadi memasuki rumah dengan langkah seperti biasa. Langkah kakinya memelan seolah sedang mengendap-endap. Kalau begini caranya, ia bisa jadi penguping untuk kesekian kali.

Suara lain menyahuti,"KAU JUGA SALAH. OH AYOLAH SAMPAI KAPAN AKAN SEPERTI ITU TERUS."

"Vani, turunkan nada bicaramu itu!"

Ah elah rame bener nih rumah, gua kira sepi. Pikir Fayrel.

"Tapi Erdz, Arghh."Jawaban selanjutnya diiringi sebuah erangan pasrah, Fayrel tak tahu apa yang terjadi. "Oke oke, aku tahu aku gak akan dapet jawaban kalau bertanya sama kakak. Jadi, Kak Ramon jawab aku.Berubah atau tidak sikap kakak?"

Just a Friend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang