Sahabat itu ibarat penjara tanpa jeruji besi. Terikat namun dipenuhi kebebasan
🌟🌟🌟Pagi ini udara cukup dingin. Berbeda dari hari biasanya. Matahari pun lebih memilih bersembunyi di balik gumpalan awan hitam.
Elyn bangun dari tidurnya. Mungkin untuk pagi ini dia tidak akan diganggu manusia menyebalkan dengan telat bangun. Lalu dia berjalan masuk ke dalam kamar mandinya. Tak butuh waktu lama Elyn keluar dengan baju seragamnya. Kakinya berjalan kearah cermin. Manatap pantulan wajahnya yang dia rasa mungkin lebih baik dari kemarin. Mungkin sekarang dia sedikit tidak sepucat waktu dia pulang dari study tournya.
Tangan Elyn tergerak menyisir rambut panjang sebahunya dan menyelipkan pita rambut di rambut pelipisnya. Ya hari ini untuk pertama kalinya dia memilih menggerai rambutnya. Mungkin karena setelah kepergiannya Elyn tidak pernah lagi menggerai rambutnya karena dia tidak ingin kenangan lama itu muncul kembali.
Elyn menyudahi menyisir rambutnya dan berjalan keluar menuju ruang makan. Elyn mengedarkan matanya mencari dimana orang-orang sekarang. Rumahnya yang luas dan hanya dihuni dirinya, mamanya dan Gavin saja membuat rumahnya serasa sepi tak berpenghuni. Tapi dia beruntung setelah ada Gavin mungkin rumahnya seperti hidup lagi.
"Lo ngapain ngelamun ditangga?" Elyn tersentak untung saja dia bisa menyeimbangkan badannya. Jika saja dia lupa kalo dirinya sedang di tangga mungkin nasibnya berbeda.
"Lo yang ngapain pagi-pagi ngagetin orang!"
"Gue mau lewat, minggir!" ujar Gavin menyingkirkan tubuh Elyn dari jalannya.
"Nih bocah minta gue gampar? Noh jalan sebelah masih luas main geser-geser orang" sewot Elyn. Gavin acuh dan dengan santai menuruni tangga menuju dapur. Elyn berjalan menyusul dan mendudukan tubuhnya tepat berhadapan dengan Gavin.
"Ini sayang sarapan dulu yang banyak. Mama buatin sop sama ayam goreng" ujar Ratih meletakan makanan diatas meja makan.
Elyn berbinar menatap masakan mamanya. Karena makanan mamanya tidak pernah tidak enak baginya. Tangan Elyn terulur mengambil ayam goreng. Namun sebuh tangan juga ikut memegang ayam yang sama. Elyn mendongak menatap datar seseorang yang dengan seenaknya ikut memegang ayam yang dia incar.
"Lepasin tangan lo. Itu hak milik gue!" ujarnya ketus.
"Lo pikir tanah? Lo aja yang lepas. Ayam itu juga udah gue lihat dari tadi" sewot Gavin.
Elyn menajamkan matanya. Gavin emang tidak akan mengalah untuk urusan 'paha ayam' karena mereka berdua dalah penyuka paha ayam. Dan mamanya dengan enaknya menghidangkan paha ayam hanya satu.
"Lo aja yang lepas! Ini mama buatin khusus buat gue"
"Pede amat lo! Siapa cepat dia dapat" keduanya berebut paha ayam itu. Elyn masih menatap sengit Gavin dan Gavin dengan santai mengambil paha ayam itu dan langsung dia makan.
"Eh bocah! Siniin paha gue!"
"Itu paha lo ada dikursi ngapa nanya ke gue" ujarnya polos.
"Paha ayam Gavin!!" kesal Elyn
"Ini ada apa ribut-ribut sih" Ratih yang sedari tadi berada didapur keluar mendengar keributan di meja makan.
"Ini ma Gavin. Udah tau Elyn suka paha ayam malah dia makan"
"Dan mama juga tau kan kalo Gavin juga suka"
Ratih menatap piring yang berisi ayam goreng. Dia meringis pelan. Iya, dia tau jika keduanya suka paha ayam. Dan dia masih aja lupa jika dia tadi hanya menggoreng 1 paha ayam.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAIN
Teen Fiction[COMPLETE] Seorang gadis yang memiliki masa lalu yang membuatnya trauma akan cinta. Hingga suatu ketika bertemu seseorang yang akan merubah kehidupannya. Dan merubah segalanya. Merubah kebahagiaannya. "Gue nggak tau lo itu ternyata buruk. Dimata gue...