[Fantasy & (Minor)Romance]
Tadinya aku berpikir, memiliki kekuatan itu seperti pada film fantasi yang ku tonton, menakjubkan. Namun aku salah ternyata memiliki kekuatan itu tak seindah film-film fantasi, kekuatan yang entah bagaimana bisa berada dal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sudah 5 hari aku bersekolah disekolah baru. Tanpa ada beban yang lama, aku cukup senang. Karena sekolah ini begitu besar, mungkin bayarannya mahal, untuk keluarga setengah mampu sepertiku.
"Atha," aku menoleh dan mendapati lelaki itu menaikkan sebelah alisnya heran melihatku tersenyum sendiri.
"Hehe, aku masih belum terbiasa dengan sekolah ini. Dan mohon kau tidak lagi heran jika mendapati diriku seperti ini." astaga apa yang ku katakan!? Mulut ini seolah bergerak sendiri mengucapkan kata-kata yang bahkan belum sempat terpikirkan olehku.
"Kau aneh," cicitnya lalu memalingkan kepalanya.
Jleb
Entah kenapa rasanya sakit dibilang begitu. Sebelumnya tak ada yang bilang bahwa aku aneh. Dan dia adalah orang yang pertama bilang aku aneh.
Aku memalingkan wajah juga, menatap taman sekolah ini kagum.
Oke, katakanlah aku ini norak atau semacamnya. Lagipula di sekolahku, taman belakangnya hanya ada bangku taman juga beberapa tanaman yang tertanam.
Hari ini hari Jum'at, katanya besok sekolah ini mengadakan sebuah acara di pegunungan... Astaga betapa beruntungnya aku masuk sekolah ini.
Syukurlah, keberuntungan lagi-lagi memihak ku, aku dan dia berada di bus yang sama; bus nomer 6.
Soal kelas disini, aku cukup sulit menghafalnya. Waktu itu aku ditemani oleh guru untuk menjelajahi sekolah ini, yang terbilang cukup besar.
Saat menjelajahinya pun guru itu tak berhenti mengoceh tentang berapa luas sekolah ini juga tentang ada berapa kelas disetiap tingkatan.
Seingatku seluruhnya ada kurang lebih 40 ruangan yang berada di gedung ini. Soal ruangan yang mana dan apa aku tak mengetahuinya karena waktu itu, guru yang menemaniku, hanya mengantarkan ku ke ruang kelas yang akan ditempati, perpustakaan bagian depannya saja, aku sempat ditraktir oleh guru itu di kantin sekolah, taman belakang yang berada di dekat kantin, selebihnya ia menyuruhku untuk menjelajahinya sendiri.
Tapi menurutku itu tidak penting karena yang terpenting adalah ruangan yang ditunjuknya. Itu sudah penting menurutku.
Kantinnya ada dua, dilantai atas dan juga di bawah, tapi menurutku kebanyakan orang memilih untuk makan di kantin bawah saja--mengingat kemarin cukup ramai.
Aku sendiri belum sempat menjelajahi kantin yang berada di lantai atas itu. Mengecewakan, kenapa guru yang waktu itu tak membawaku kesana, padahal aku ingin melihat semuanya dari bawah yang mungkin menakjubkan.
"Atha, kau dengar tidak sih?" lamunanku terbuyar saat dia berbicara dengan nada jengkel. Astaga apa aku terlalu sibuk dengan pikiranku dan melupakan dia yang masih disampingku.
"Kau bilang apa?" tanyaku tanpa ada rasa dosa karena baru saja mengabaikannya.
Ia mendengus, "kau melamun, ada apa?"
Aku menatapnya, "sekolah ini hehe," kekeh ku, ia juga tergelak mendengar ucapanku. Kurasa ia sama anehnya dengan diriku.
"Ahh ya, kenapa orang-orang sering memanggilmu Atha?" ucapnya setelah berhenti tergelak menanyakan soal panggilan namaku.
"Ahh tidak, itu hanya panggilan--"
--Heii kalian berdua," seseorang memotong ucapanku, aku menatap ke sumber suara seorang gadis berkepang dua. Gadis itu menghampiriku, ralat menghampiri kami.
"Sial," apa aku baru saja mendengarnya mengumpat? Ohh rasanya ingin sekali ku cubit pipinya itu.
Aku beralih menatap gadis itu yang sudah berada didepan kami, aku melihat name tag yang tertempel di atas saku kirinya. Lya Rysla.
Apa namanya Lya?
Gadis itu--Lya--menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya, "Miss Youn mmenyurumu ke ruangannya," apa aku tak salah dengar? Miss Youn itu, guru bahasa inggris, menyuruhku ke ruangannya, seingatku aku tak berbuat masalah apapun dengannya, apa ini?
"Huh?" aku menoleh ke dirinya dan juga gadis itu bergantian, mungkin mereka sudah mengenal lama. Dari tatapannya ia menunjukan amarah yang terpendam, sementara gadis itu balik menatapnya tajam.
"Kuroto, berhenti bersikap seperti itu."
"Heii kau Lya, ini hanya tipuanmu saja bukan?"
"Tidak, aku bersungguh." gadis itu kembali menoleh kearahku, "dia benar-benar dipanggil Kuroto, astaga sebegitunya kah kau membenci diriku!?"
"Aku akan menemaninya." ucap Kuroto dengan pedenya.
Heii apa katanya? Menemaniku!? Aku sudah besar tak perlu ditemani.
"Heii Miss Youn bilang : 'panggil dia dan pastikan ia datang sendiri'." balas gadis itu sembari mengikuti gaya bicara Miss Youn.
"Aku tak percaya denganmu... Bagaimana jika kau hanya ingin berdua denganku dan menyuruh ia pergi dengan alasan dipanggil ke ruang guru huh?"
Alasannya sebenarnya boleh juga, ya aku salah mengenal lelaki ini, lelaki ini begitu populer dikalangan para gadis dan katanya hanya beberapa orang sajalah yang bisa dekat dengannya. Dan aku adalah orang yang beruntung bisa dekat dengannya.
"Ayolah Kuroto, bagaimana jika aku yang kena marah gegara ia tak kunjung datang ke ruangannya?" bujuknya sesekali menunjukku.
Kuroto mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, "Kuroto, aku benar-benar minta maaf telah menjahilimu waktu itu. Dan lagi sekarang aku serius, aku tak sedang bercanda." mendengar ucapan Lya aku hanya bisa mengernyit bingung, apa maksud perkataannya?
"Aku memaafkanmu, asal kau mengijinkan aku untuk mengikutinya."
Setelah kesepakatan, Kuroto menarik lenganku tanpa persetujuan, kami berjalan beriringan menuju ruang guru.
Sesampainya disana, aku mengetuk pintu yang bertuliskan Youn Afeqa. Dan pintu terbuka. Aku masuk kedalam, sementara dua orang yang tadi menungguku didepan.
Astaga kenapa ruangan ini gelap sekali?
'Clek'
Lampu di ruangan seketika menyala, dan ini membantuku melihat sekitar, aku mengedarkan pandang, hanya ada satu orang yang tadi membuka pintu dan kursi besar yang menghadap ke belakang.
"Athely Rysilla," aku menatap kursi besar itu bingung, ada apa gerangan memang Miss Youn memanggilku ke ruangannya seperti ini?
Kursi itu berbalik, terlihat seorang wanita paruh baya yang mengenakan pakaian guru dengan rambut panjang yang tergerai begitu saja.
"Kau mau membantuku?" aku mengangguk setuju, apapun itu asal aku mampu.