7. Hari Lamaran

6.8K 259 0
                                    

Sekarang semua keluarga gue, terutama keluarga alm.papah yang dari semarang semua berkumpul, untuk menginap disini, karena besok akan diadakan lamaran resmi gue dan rasyid, sekarang gue sedang berada diruang keluarga bersama nenek dari papah dan saudara gue yang lain

"Ndo, kamu udah bisa masak toh?" ucap eyang

"Harus belajar dong lin, gimana kalau suami kamu banyak nuntut?" ucap bude gue, gue hanya tersenyum "Belum eyang, alin juga belum sempet belajar masak bude"

"Gimana si marinka ini, anaknya tidak diajarkan masak" ucap eyang

"Alin nya aja yang males belajar eyang, bukan mamah ngga mau bantuin" ucap gue, dan datanglah sepupu gue yang lainnya, ada mas reno, dia adalah anaknya bude, tapi dia sempet menyatakan cinta ke gue, tapi gue tolak karena memang gue dan dia saudara sedarah, gue juga ngga suka sama dia, dia menghampiri gue, duduk disebelah gue "Apa kabar alin?" ucap dia sambil menatap gue dengan intens, gue tersenyum "Baik mas, mba rara ngga ikut?" ucap gue, dengan menyembunyikan rasa takut gue

"Kamu ngga tau lin?, si reno ini ngga bisa pilih istri yang baik" ucap bude, gue langsung melihat kearah bude, "Maksud bude?" ucap gue

"Si reno nih mau cerai sama si rara" ucap bude, gue langsung melihat kearah mas reno, dan gue dengan refleks pegang tangan dia "Mas bener?" ucap gue dengan nada sedikit kaget, mas reno mengangguk dan enyang tiba – tiba berucap "Kamu harus bercermin dari reno toh ndo, jangan sampai kawin cerai bisanya, sebesar apapun masalah lebih baik diselesaikan baik – baik, jangan main pulang ke rumah orang tua macam si reno"

Ketika gue ingin berucap tiba – tiba tangan mas reno genggam tangan gue, gue langsung melihat kearah mas reno dengan dahi berkerut, setelah itu gue melihat tangan yang dia genggam, gue berusaha untuk melepaskan secara perlahan, setelah tangan gue terlepas dari tangan dia, gue bergeser kesamping agar tidak terlalu dekat sama dia. Gue melihat kearah eyang, dan menjawab pertanyaan eyang "Ingsyaallah eyang" ucap gue

"Kata ibu, kamu mau dilamar sama duda? Kaya yang ngga ada cowo lain aja" ucap mas reno, eyang langsung menggebrak meja, otomatis gue dan semuanya melihat kearah eyang

"Kamu reno, jangan seperti itu menilai seseorang karena dia duda, toh" ucap eyang,

"Eyang, muji – muji calon suami alin, memang eyang udah pernah ketemu sama calon alin? Belum kan? Eyang juga belum tau apa cowo itu sayang sama alin, atau malah memanfaatkan alin" ucap mas reno

"Kamu benar – benar!" ucap eyang,

"udah eyang, mas reno juga udah dong. Masa berantem, alin yakin ini mungkin yang terbaik buat alin" ucap gue, setelah itu mereka tidak menjawab ucapan gue.

*****

Tibalah saat nya lamaran, setelah perias beres make up muka gue, dia tersenyum "Mba, cantik banget" ucap ibu yang merias wajah gue, gue hanya tersenyum kaku, saat gue ngaca dikaca bener juga gue sendiri juga pangling ini beneran gue atau bukan, mungkin terlalu lebay.

Gue melihat ditv kamar gue, yang tersambung ke tempat lamaran diruang keluar gue, disana gue melihat rasyid, memakai baju batik yang warnanya senada dengan gue, gue baru tau dia segagah itu. Gue masih ngeliat wajah calon suami ditv, ada yang masuk kekamar, dan gue melihat kearah pintu ternyata mas reno gue langsung berdiri, tapi gue melihat di belakang mas reno ada ayu yaitu adik dari mas reno. "Mba Alin, cantik toh mas?" ucap ayu, gue hanya tersenyum

Gue melihat kearah mas reno, dia melihat kearah gue dengan tatapan yang sulit gue artikan, ayu menyengol mas reno dan berucap "Woii mas, terpesona boleh, tapi jangan segitunya kali, inget mba alin udah mau jadi istri orang" mas reno langsung melihat kearah ayu "Apaan kamu, jangan so tau jadi orang"

AlinkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang