37. Ujian LDR dengan Ayah

2.5K 118 2
                                    

Terimakasih untuk kalian yang selalu setia dengan alinka, love.... 

semoga suka yaa. selamat membacaaaa

jangan lupa baca juga cerita keduaku, you and me.. 

.

.

Semenjak Ayah Rasyid pergi ke korea, keseharian gue cuman tiduran dirumah, karena untung banget punya mertua yang baik hati, ibu yang selalu antar jemput hana, bukan gue gamau teman... tapi entah semenjak kepergian ayah hamil gue makin kerasa, muntah – muntah gue sekarang ga ada waktu, pagi, siang, malem muntah terus, belum lagi ketika menghadapi malam hari itu terberat buat gue

Gue mulai sakit pinggang, linu sendi gue, balik ke sebelah kanan, punggung gue sakit, pindah ke sebelah kiri juga sama, kalau ga menghadap ke kanan, gue tidur dalam keadaan pengap, dan untungnya lagi mamah marinka, mamah kandung juga jadi tinggal disini bersama dengan hansa, kalau ibu mertua ga tinggal disini karena hati bapa mertua yang belum luluh...

"Teteh"

Ucap seseorang yang ada dibelakang gue, yaa kebiasaan gue juga semenjak ditinggal ayah setiap udah shalat isya pasti diem diruang kerja nya ayah rasyid, dan ntar ujung ujungnya gue nangis dan subuh bangun mata bengkak yaa setidaknya hansa dan mamah juga kaka hana sudah terbiasa melihat bundanya sarapan dengan mata bengkak

Jangan salahin gue manja, mungkin ini bawaan bayi.

MUNGKIN

"Iyaa?" ucap gue sambil melihat kearah pintu ruangan ayah yang terbuka,

"Boleh hansa masuk teh?" ucap hansa, dan gue hanya mengangguk sebagai jawaban, hansa lalu berjalan menuju ruangan dan duduk diruang biasa ayah baca buku sambil melihat kearah gue yang terus menerus melihat foto ayah rasyid

"Teteh, maaf kalau hansa lancang, tapi sampai kapan teteh begini? Kasian mamah marinka, selalu sedih setiap pagi sebelum ke kantor kalau liat teteh dengan mata bengkak nya" ucap hansa dengan lembut gue menangapi hal itu dengan senyum karena gue juga gamau begini, sangat merepotkan..

"Tinggal 1minggu lagi ko teh, nanti aa juga pasti pulang. Tapi tujuan hansa ngobrol sama teteh begini itu adalah, hansa khawatir banget sama kiondisi teteh dan dede utun calon keponakan mamah hansa, bukan sok mengajarkan teteh, tapi teteh udah seminggu ini ga makan nasi, makannya cuman biskuit dan air aja"

"Karena cuman itu yang bisa masuk dan ga keluar lagi, Sa" ucap gue sambil melihat kearah hansa, dan dia mengangguk bertanda mengerti

"iyaa teh, hansa tau, tapi maaf ya bukan lancang lagi, teteh ga minum vitamin yang dokter kasih?" tanya hansa, dan gue langsung melihat kearah hansa dengan wajah yang kaget, dan itu terbukti dan hansa yang mulai membenarkan duduk nya

"Maaf teh, hansa waktu itu cuman mau bawa baju hana yang ketinggalan, dan hansa liat masih penuh, dan hansa barusan ke kamar teteh mau liat teteh udah tidur atau belum, dan vitaminnya ga teteh minum?" ucap hansa dengan lembut

"Teteh"

Setelah itu, gue menggeleng dan berucap "Teteh kangen aa, aa ga ada kabar sama sekali Sa, semenjak dia naik pesawat sampe detik ini dia ga ngabarin satu pun keluarga, bahkan kamu juga ga dikabarin kan?"

Hansa mendekat kearah gue dan mengusap pundak gue "Bukan hanya teteh yang kangen, hansa pun, tapi yang perlu teteh tau, aa kalau lagi serius menghadapi sesuatu kadang dia anggap handphone itu cuman jadi penghalang, dulu waktu belum nikah sama teteh juga begitu, bahkan hana kangen banget sama aa pun ga ada kabar sama sekali"

Dan hansa kembali berbicara sambil mengelus punggung gue "Hana kangen sama bunda nya teh"

Gue yang mendengar itu langsung menangis, dan merasa bersalah dengan apa yang terjadi selama 1minggu ini, dan menomor 1 kan egois gue dibandingkan melihat keadaan sekitar termasuk anak gue sendiri.

                                                                                       **** 

"Pagii semua" ucap gue sambil sedikit berteriak karena semangat, mulai dari hana, mamah, serta hansa yang melihat gue penuh dengan kebahagiaan

Hana langsung turun dari kursi dan berlari kearah gue dan memeluk gue "Bunda, udah sembuh?" tanya hana dengan hati – hati dan gue mengangguk sebagai jawaban dan gue mencium wajah hana

Dan berjalan menuju meja makan, sambil menggenggam tangan hana,

"Sudah ga bengkak lagi lin?" sindir mamah, gue hanya bisa tersenyum malu, karena gue begitu bergelut pada dunia gue sendiri dan lupa kepada sekitar gue

"Hansa seneng liatnya teh" ucap hansa dengan senyuman, dan gue membalas senyuman itu

"Ini berkat kamu, makasih Sa" ucap gue tulus, dan hansa mengangguk, ketika itu hana menepuk tangan gue, dan gue langsung melihat kearah hana "Laper bunda" ucap hana dengan wajah yang lucu

Gue mencubit hana, dan mulai menwarkan makan yang mau hana makan, dan hansa serta mamah makan dengan diam, mamah melihat kearah gue yang sedang menyuapi hana

"Lin ga makan?" tanya mamah, gue menggeleng "Masih mual mah"

"Ada rasyid aja ga mual, manja ah" ujar mamah kembali, gue hanya bisa diam tak menanggapi ucapan mamah

"Han, udah makannya? Yuk kita berangkat bareng mamah, kebetulan mamah kuliah pagi" ucap hansa, dan hana menggeleng dengan keras "Gamauuuuu, kaka mau sama bunda"

"Ok, sama bunda ya ka" ucap gue sambil mengelus rambut hana

"Teh, ga akan kenapa – kenapa?" ucap hansa khawatir, gue menggeleng dan tersenyum menenangkan "Ga Sa, ka ada pa joko, bukan teteh yang mengendarai nya" ucap gue dan hansa mengganguk lalu pamit ke gue dan mamah untuk lebih dulu pergi ke kampus

"Lin, bareng mamah aja, ntar pulangnya baru jemput pa joko, kebetulan searah juga kan?" ucap mamah

"Gak apa mah?"

"Ya dong, kan nganterin anak dan cucu, gimana sih kamu" ucap mamah

Akhirnya, gue mengikuti saran mamah, untuk pergi bareng sama mamah, dan pulang dijemput sama pa joko, ketika beres sekolah hana, dan sedang menunggu pa joko, dari arah sebrang gue melihat ada shasa, gue mencoba untuk rileks dan menahan napas, ini dia orang yang buat rumah tangga gue banyak lika liku

"Hanaaaaa" ucap shasa dari sebrang sambil melambaikan tangan, dan hana melambaikan tangan juga, gue melihat itu kaget, kenapa mereka bisa dekat ..

Shasa sudah berjalan menuju kearah gue dan hana, setelah didepan gue, shasa merentangkan kedua tangannya dan hana melepaskan genggaman tangan gue dan memeluk shasa, gue hanya bisa terdiam melihat itu semua

"Eh, alin, apa kabar? Tumben anterin hana, biasanya ibu kan?" ucap shasa sambil menggendong hana

Gue belum menjawab ucapan shasa, karena masih kaget dengan apa yang barusan terjadi, apa yang terjadi selama satu minggu ini, kenapa hana bisa sedekat ini sama shasa, sedangkan ayah rasyid berupaya keras untuk menjauhkan mereka berdua, apa yang harus gue jelaskan ke ayah nanti setelah dia pulang ke indonesiaa... 

AlinkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang