Chapter 20

2.6K 161 0
                                    

Ayahku menawari untuk berbicara di ruang kerjanya, tapi kukatakan tidak dan lebih memilih disini yang kurasa sudah cukup kedap suara.
"baiklah apa yang ingin kau ketahui lagi dari ayahmu gadis kecilku?". Kata ayahku sedikit menyindir.
"apa kau benar benar yakin bahwa adik Amanda sakit?", tanyaku berusaha datar.
"setidaknya itu yang dia katakan", kata ayahku santai sambil memosisikan dirinya dengan nyaman duduk di kursi sembari bersandar.
"begini dad, apa kau tidak memastikannya terlebih dahulu?", kataku berhati hati. Aku berusaha mencari cari kedalam sorot matanya, apakah dia berusaha menyembunyikan sesuatu. oh tuhan, aku berharap jika ayahku sungguh berpikir adik Amanda benar benar sakit!, aku sama sekali tidak menginginkan kenyataan bahwa ternyata ayahkulah yang mengarang tentang si adik yang sakit itu demi mencari pembenaran diri.
Ayahku menghembuskan nafas lalu bangkit dari kursinya, ia berjalan memutari meja dan mendekatiku, ia lalu bersandar di sudut meja tepat di sebelah kananku dengan posisi berdiri, tubuhnya tertumpu disitu. sambil menjentikan jarinya di sudut meja kayu, dia seperti sedang menimbang nimbang akan sesuatu, dan aku menunggu reaksinya, berusaha menyembunyikan kegelisahanku.
"kau mencari informasi tentangnya tentu saja!", ujar ayahku dengan tatapan menuduh.
"kau tahu aku tidak bisa hanya diam saja, aku benar benar akan menyingkirkannya dad", kataku menggerakkan bahuku berusaha terlihat tidak gugup, meskipun rasa itu sedikit ada disana. Kau tahu aku merasa aku sedikit terlalu lancang padanya tapi aku merasa tidak bersalah dengan tindakanku. Dan terlebih lagi Brown mendukungku.
"Rosie aku berjanji tidak akan lagi berurusan dengannya, tolong berhentilah mengganggunya", kata ayahku sedikit memohon.
Tunggu, apakah ayahku baru saja memohon padaku demi perempuan itu?, mengapa dia harus sampai memohon?, apakah ayahku benar benar mencintai wanita itu?, tidak! bahkan untuk berani memikirkannya saja aku sudah merasa ngeri!. Ini tidak lebih dari hubungan sensual di atas ranjang tanpa melibatkan perasaan. Tidak sama sekali!. Kataku meyakinkan diri.
"kau tidak perlu mengatakan seperti itu dad, memangnya apa yang bisa kuperbuat?, aku hanya ingin dia benar benar hilang dari hidup kita". Kataku sedikit berhati hati.
"aku akan memecatnya", sambungku lagi dengan nada nyaris berbisik, lalu bangkit dari kursi berencana menyudahi pembicaraan ini, akupun berjalan keluar, namun langkahku terhenti ketika hendak membuka pintu. Aku berbalik ke arah ayahku, "kau tidak akan pernah lagi bertemu dengannya, akan kupastikan itu". Kataku dengan nada sedikt tajam lalu dengan perlahan meninggalkan ayahku sendirian dengan wajahnya yang masam.



................




aku mendapati balkon tempatku meninggalkan ibu dan Elliot telah kosong, aku berjalan memasuki rumah kembali, mencari cari dimana keberadaan mereka berdua, sambil berjalan di sepanjang koridor tempat dimana potret keluargaku dan vas vas antik berharga berderet dengan rapi. Ketika aku tiba di tepi tangga, samar samar aku mendengar suara Elliot sedang meringis juga suara khawatir ibuku dari arah lantai satu. Akupun mengambil langkah seribu untuk segera turun, kudapati sumber suara mereka tepat berada di dapur.
"mom, apa yang kalian lakukan?", tanyaku terkejut ketika melihat Elliot dengan posisi menggunakan celemek berwarna pink pastel sedang memegang ibu jarinya beserta mom yang juga berusaha meniup ibu jari terluka Elliot, seorang pelayan wanita dengan terburu buru membawakan kotak P3K dan menyerahkannya pada ibuku. Kurasa mereka terlalu sibuk untuk menghiraukanku. Dengan kesal akupun berjalan mendekati mereka lalu merebut kotak P3K kepada pelayan itu sebelum ibuku sempat mengambi dari tangannya, aku memberi isyarat pelayan itu agar menyingkir. Ibuku dan Elliot menyadari kehadiranku.
"biar aku saja, apa yang kalian lakukan? huh!", kataku sambil mengambil alih posisi ibuku, dan ibukupun mundur perlahan menunjukan reaksi mengerti.
"pergilah kalian ke ruang depan, aku harus melanjutkan pekerjaanku", perintah ibuku kepada kami. Aku hanya mengangguk dan menuntun Elliot meninggalkan dapur. Elliot kemudian dengan sengaja berjalan dengan posisi mendempet di tubuhku, yang membuatku memutar bola mataku ke arahnya dan Elliot menyadari nya, ia lantas meringis dengan ekspresi yang sengaja terlalu di buat buat. Aku menghembuskan nafas lalu membiarkannya, lengan besar kokohnya terangkul mengelilingi leherku, ia membenamkan wajahnya di rambutku. Demi tuhan, dia bertindak diluar batas kewajaran, tapi aku memutuskan untuk tidak begitu menghiraukannya. Hingga akhirnya kami tiba di ruang keluarga, aku menghempaskan tangan serta tubuhnya yang berat di atas sofa beludru merah tua bercorak rumit secara kasar.
"wow, beginikah caramu memperlakukan orang yang sedang sekarat?", tanya Elliot sambil memperbaiki posisi duduknya.
"jangan berlebihan, jarimu hanya melepuh", kataku dengan nada sinis lalu membuka kotak P3K berusaha mencari cari salep serta kapas.
"kemarikan tanganmu", kataku dengan nada memerintah, Elliot hanya tertawa tipis lalu menyerahkan jarinya untuk ku obati.
"apa yang terjadi?", tanyaku penasaran sambil mengoleskan salep untuk luka bakar ke jarinya yang terluka.
"aku berusaha membantu Rachel membuat Shakshouka, katanya itu menu kesukaanmu", katanya sambil tersenyum geli.
well, apakah dia baru saja ingin membuatku terkesan?, dia malah terlihat semakin mengelikan. Aku berusaha untuk tidak tertawa tapi pada akhirnya sedikit menyerah, krn sekelabat tawa kecil keluar begitu saja dari mulutku.
"apa kau baru saja menertawakanku?", kata Elliot dengan nada ngambek mengerutkan kedua alisnya.
"well, aku hanya suka jika ibuku yang membuatkannya. Aku yakin itu tidak akan enak jika kau campur tangan di dalamnya", kataku dengan nada serius, menghentikan tawaku.
"kau meragukanku", katanya pelan.
Aku menghembuskan nafas malas lalu berkata, "jika kau begitu terampil di dapur, itu artinya kau sangat sempurna", entah makhluk halus apa lagi yang telah merasukiku sehingga aku mengeluarkan kata seperti itu. Mata hazelnya langsung menatap tepat di mataku, oh apakah aku pernah mengatakan jika aku seolah melihat palung marijuana di bola matanya setiap kali dia menatapku seperti ini?, aku langsung tersadar dan berusaha mengendalikan diri.
"sudah selesai", kataku memecah keheningan sesaat sambil melepaskan tangannya yang telah selesai ku obati.
Elliot langsung menahan wajahku agar tetap menghadap ke arahnya.
"tolong jangan berusaha menghindari tatapanku", kata Elliot mempertahankan posisi tangannya di daguku.
Aku berusaha memindahkan tangannya dengan paksa.
"aku hanya takut kalau saja tiba tiba kau berubah menjadi Cyclops", dustaku, aku menyadari jika alasanku terdengar konyol tapi ya sudahlah kalimat bodoh itu sudah terlanjur meluncur dari mulutku. Sialan!.
Elliot tertawa mendengarnya. "aku tidak akan pernah berani melukaimu, aku hanya ingin melakukan ini", kata Elliot, lalu menarik ku serta mencium dan melumat bibirku, kali ini dengan cara yang sangat lembut dan perlahan, lebih lembut dari semua ciumannya yang pernah ia berikan selama ini kepadaku. Aku merasakan seluruh aliran darahku mengalir dengan deras ke seluruh tubuhku dan seketika itu juga sekujur tubuhku terasa hangat bersamaan dengan tulang kakiku serasa melunak, untung saja saat ini posisiku sedang duduk. Aku benar benar tidak yakin jika saja posisiku sedang berdiri, mungkin aku langsung jatuh tersungkur karena tidak mampu lagi menopang tubuhku. Tunggu !!! perasaan berlebihan macam apa ini?, sebelumnya aku sama sekali tidak merasakan hal konyol semacam ini ketika mencium seorang pria. well, kecuali dulu ketika aku pertama kali mendapatkan ciuman pertamaku dengan Elliot muda. ya kau baru saja membacanya bukan?, kau sungguh tidak salah membacanya. dan ini adalah salah satu fakta yang baru saja aku ungkapkan!. aku merasakan lagi perasaan ini dengan mencium pria yang sama!!!. Apakah ini berarti aku jatuh cinta lagi padanya?, gagasan itu sungguh membuatku ngeri dan membenci diriku sendiri. Well, ini tentu saja bukan ide yang baik. Aku tidak boleh jatuh cinta kepadanya! sungguh tidak boleh!, dia menghianatiku dulu, ya dia berkhianat!, dia telah berselingkuh dariku dengan tidur dengan gadis lain disaat aku masih seorang perawan dan lagi ketika itu aku adalah kekasihnya!. Elliot adalah cinta pertamaku sehingga hal itu membuatku hancur dan memutuskan untuk tidak menyerahkan hatiku lagi kepada pria manapun sejak saat itu. Dan sekarang apa yang sedang kulakukan?, aku sedang menikmati ciuman pria itu !!!!!. Apa aku mulai tidak konsisten dengan keputusanku?. Aku berniat melepaskan diri, tapi tubuhku tidak sependapat dengan niatku, tubuhku tetap diam terpaku tidak sama sekali berusaha melepaskan diri, dan saat itulah aku mengaku kalah, seorang Rosie Lilian Amstrong baru saja mengakui jika hatinya yang selama ini berusaha ia bentengi dengan tembok setinggi gunung Everest, akhirnya berhasil di taklukan dan yang lebih menyebalkannya lagi, benteng  tinggi nan kokoh itu berhasil di taklukan oleh pria yang menyebabkan benteng itu di bangung di sana. ya, Elliot Badler adalah segala alasan akan hal itu.

How To Marry a Rich Lady (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang