Chapter 5

4.8K 237 0
                                    

Ini sudah hampir dini hari tapi aku masih tetap terjaga, kejadian semalam benar benar mempengaruhiku, mata kumohon terpejamlah! aku punya masalah dengan kantung mata. Semalam itu benar benar tidak masuk akal, setelah kami selesai berciuman para tamu ikut merasakan kebahagiaan palsu kami. Aku berusaha berpura pura bersikap normal selama mereka masih berada di acara kami, dan Elliot Badler bergabung bersama keluargaku menyalami tamu tamu yang hendak pamit, ia bersikap senormal mungkin sesekali merangkul pinggangku dan kubalas dengan meletakkan tanganku di dadanya, yeah aku adalah si miss pandai berpura pura. Dia menjadi tamu terakhir. Ketika semua orang telah berpamitan tidak lama kemudian Elliot juga turut berpamitan, sebelum meninggalkan kediaman kami ia mencium pipiku, aku hanya diam tidak mengucapkan apapun, aku masih menahan diri, ia sempat salah tingkah kemudian pulih dengan cepat lalu berpamitan pada orang tuaku serta Brown dan Stella tanpa menuntut reaksi apapun dariku. Setelah ku pastikan hanya bersisa kami, aku langsung mengernyit pada mereka menunjukkan cincin berlianku dengan ekspresi marah.
"mengapa?", tanyaku nyaris berteriak. Well, dan ternyata ini semua telah direncanakan oleh ayahku Edward Amstrong. Ia beralasan jika ia lelah dengan aku anak perempuan nya yang selalu bergonta ganti pria dengan sembarangan. Kata sembarangan sungguh melukaiku, ibuku mulai menasehatiku kalau ia mulai sedikit risih dengan tingkahku, maka dari itu ia setuju dengan keputusan ayahku, katanya ini adalah keputusan yang tepat demi menghindari pergunjingan orang orang, karena ibuku sangat peduli dengan apa kata orang, meskipun aku juga tak jauh berbeda dengannya tapi kurasa ada beberapa pengecualian yang tidak masuk dalam daftarku tapi tidak dengan Rachel Amstrong. Ya, sudah kubilang dia orang yang sedikit membosankan. Brown mengangkat tangan, ia mengaku sama sekali tidak terlibat. Aku sangat kesal pada mereka, mereka memperlakukanku seperti remaja 16 tahun, yang benar saja. Yang menjadi pertanyaan terbesarku mengapa Elliot Badler menyetujui ide ini ?, apa sebenarnya yang ia rencanakan?. Mataku mulai berat lalu jatuh tertidur bersama niatku untuk segera menuntut penjelasan pada Elliot.

...........................................

Saat ini aku sedang menatap cermin dan mendapati kantung mataku membesar. Ini tidak bagus, karena hari ini aku berencana menemui Elliot di firma nya. Concelear cukup membantu ketika ku poleskan, aku juga menggunakan make up minimalis blush on, lipstick bewarna pink lembut yang cerah, maskara. Aku menggeraikan rambut pirang berombak panjangku, menggunakan rok dan blazer lengan seperempat berbahan wol berwarna hijau mint, dengan atasan sebagai dalaman berleher tinggi berbahan sifon, di padukan dengan sepatu pump shoes beludru warna nude keluaran L.K Bennett, dan tidak lupa kugunakan cincin tunangan(?) ku yang. Sejujurnya aku menyukainya, tapi batunya agak sedikit besar, alisku berkerut menatap cincin itu, aku yakin dapat membelah sebuah piring kaca dalam satu hentakan oleh benda ini, aku tersenyum nakal membayangkannya.


...............................


Kini aku tepat berada di depan pintu ruangannya. Tanpa mengetuk aku langsung meraih gagang pintu serta membukanya, pertama tama aku memunculkan kepalaku kedalam ruangannya, saat itu Elliot sedang duduk di kursinya menghadap kesamping sedang mengobrol dengan seseorang melalui sambungan telepon sambil menaikan kakinya di atas meja. Ia dengan cepat menurunkan kakinya ketika melihatku, tatapannya membeku di hadapanku, lantas berbicara pada gagang telepon, "baiklah, maaf ku sela tapi bisakah aku menelepon mu lagi nanti, soal ini aku harus mempelajarinya lebih dulu, secepatnya akan ku kabari...ya...ya tentu saja. baiklah sampai jumpa", katanya mengakhiri sambungan telepon. Ia tersenyum melihatku.
"dan apa yang membawamu kemari miss Amstrong?". katanya nyengir.
"kukira aku tunanganmu?", kataku dengan senyum yang di paksakan, kemudian menunjukan jemariku yang tersemat cincin.
"ada apa sayang? apa yang membawamu kemari?". Kata Elliot menghembuskan nafas dengan nada tidak tertebak.
"Elliot bisakah kau menjelaskan padaku apa yang saat ini terjadi?", kataku dengan nada tinggi sambil menyisir rambutku menggunakan jariku kebelakang, kemudian memegang kepalaku frustasi. "beri aku penjelasan", bisikku. Ia menatapku tanpa ekspresi, sesaat kudapati wajahnya menegang ragu detik kemudian tatapannya melembut, well dia tidak tertebak.
"bukankah mr. Amstrong telah menjelaskannya padamu?".
"Elliot, aku butuh penjelasanmu! mengapa kau mau melakukannya?", erangku frustasi.
"mengapa aku mau melakukannya?", katanya tersenyum miris. Aku mulai menyipitkan mataku lalu mengepalkan tanganku di bawah, kurasa aku akan meledak tapi berusaha kutahan.
Elliot mengarahkan pandangannya kebawah dan menjilati bibirnya sembari berpikir, sial bibir mungil itu, kemarin bibir itu melumat bibirku apakah aku tergoda? persetan Rose, apa yang baru saja kau pikirkan!, umpatku dalam hati. tatapan Elliot kembali mengarah padaku yang berdiri di depan mejanya.
"jawabannya adalah", katanya tertahan.
"apa??", tanyaku tidak sabar.
"well, sudah jelas jawabannya adalah karena aku juga menginginkanmu Rose", jawabnya sambil nyengir.
"hanya itu?", tanyaku tidak percaya mengerutkan keningku.
"hanya itu!", jawabnya sangat yakin.
"apa kau serius?".
"pernahkah aku tidak serius?".
"kau sudah gila Elliot!", aku nyaris berteriak. Elliot terpaku menatapku, berdiri melipat kedua tangannya lalu mengedipkan matanya pertanda ia telah menyimpulkan sesuatu.
"menilai dari reaksimu, sepertinya kau keberatan?".
"tentu saja aku keberatan!, orang normal mana yang tidak akan keberatan bertunangan tanpa peringatan!". bentak ku.
"tapi kemarin kau tidak bereaksi seperti ini. jadi kupikir kau menyetujuinya". Jawabnya pelan namun santai.
"Elliot, kau benar benar!, seharusnya kau berterima kasih karena aku tidak mempermalukanmu di depan orang banyak! dan aku juga melakukannya bukan hanya karena kau! tapi hanya agar tidak membuat ayahku malu. Kau dengar itu?", kataku nyaris berteriak. Aku sejenak berhenti untuk mengambil nafas kemudian melanjutkan lagi, "kau bahkan tidak melamarku secara pantas", bisikku ngeri. Bola matanya membesar, ia menyunggingkan senyuman nakalnya dengan tatapan ke arahku.
"jadi miss Amstrong, kau ingin kulamar secara pantas ?".
"tidak, tentu saja tidak !. Bukan itu yang ku bicarakan".
"jadi apa yang ingin kau bicarakan?", tanyanya seketika muram. Aku terdiam, sialan ! apa sekarang Rose? bahkan aku sama sekali tidak punya ide tentang ini, aku meringis dalam hati. Ia menatapku lekat dari balik bulu matanya, kemudian berjalan memutari mejanya mendekatiku, tatapannya tidak lepas dariku., Aku mematung balik memandanginya bingung, "persetan dengan pengendalian diri!", ujarnya sepertinya pada diri sendiri. Kemudian ia menyentuh kedua sisi rahangku menggunakan tangannya kemudian mendekatkan wajahnya dan langsung melumat habis bibirku. Beberapa saat aku terperanjat, syok atas apa yang terjadi, ini terjadi begitu cepat sampai aku terlambat menyadarinya, tanpa sadar aku menyambut lidahnya, salah satu tangannya menyelip di belakang helaian rambutku sambil menggenggam belakang kepalaku, tangan yang lainnya terjatuh di pinggangku, sial ciumannya terasa sangat menggairahkan, dia sangat pandai dalam hal ini, tubuhku terasa hangat, seperti aliran air hangat mengalir di sekujur tubuhku, tapi tangannya yang berada di pinggangku tiba tiba menyusur turun menggengam bokongku, alisku mulai mengerut, lalu tangan itu hendak turun lagi dan menyelipkan jarinya di balik rok ku. Aku langsung terperanjat dan spontan mendorongnya, seketika itu juga ia langsung melepaskan ciumannya serta sedikit menjauh dariku dengan canggung.
"maafkan aku Rose! tapi kau begitu menggoda, pengendalian diriku roboh", katanya bersandar di ujung meja.
"Elliot, apakah itu kebiasaanmu?, mencium sembarang orang dengan tiba tiba?". kataku frustasi.
"Rosie Amstrong, aku tidak mencium sembarang orang", katanya terdengar tidak senang, nafasnya masih sedikit terengah engah.
"kau sudah dua kali bersikap seperti ini padaku Badler".
"yang pertama karena kau yang terlebih dulu, yang kedua karena kau yang memancingku! Demi tuhan Rosie".
Aku tersedak dan merasa malu dengan alasan pertamanya, oke memang aku yang terlebih dulu tapi itu hanya semata mata untuk menunjang sandiwara konyol itu, mukaku terasa padam. Ini tidak benar, aku benci suasana ketika aku merasa canggung.
"ki...kita bicara lagi nanti", kataku hendak pergi dari situ, aku merasa terlihat bodoh dan tidak mempunyai ide tentang ini, maka pergi dengan menenangkan diri adalah keputusan yang tepat pikirku.
"Rose, jangan berusaha melarikan diri. Kita harus membicarakannya sekarang", katanya melipat tangannya lagi dengan menumpukan tubuhnya pada meja.
"Elliot, kau seharusnya sudah kutampar karena menciumku tapi tidak kulakukan", aku berbalik padanya tersenyum kecut.
"dan mengapa kau tidak melakukannya? bukannya kaupun juga menikmatinya? apakah benar seperti itu?".
Aku mengernyit tidak percaya, "oh well Elliot, apa kau baru saja menantangku?, hanya karena kau mendapat dukungan ayahku bukan berarti kau bisa!". Kataku memperingatkan. Elliot tertawa, kemudian berubah serius, "Rose, dengan atau tanpa dukungan ayahmu aku akan selalu mencari cara agar mendapatkanmu. Bukankah tadi aku bilang aku serius?, aku benar benar menginginkanmu dan itu mutlak!", katanya menatapku intens dengan nada cukup serius.
Dia benar benar lelaki sialan, dia sama buruknya dengan Christian, seketika rasa benci padanya menyulut bagai api yang berkobar di dalam dadaku, aku ingin sekali meraung sejadi jadinya merusak segala hal di dalam ruangan kantornya, tapi tentu saja tidak ku lakukan.
"kau akan menyesal Elliot", kataku dengan nada tinggi, kemudian berjalan pergi. Elliot hanya membiarkanku pergi tanpa menahannya. Kemudian ia berujar pelan, "aku tidak akan Rose, lihat saja". Tapi aku terus berjalan menjauh keluar dari ruangannya dan berpura pura tidak mendengar perkataannya, kemudian aku membuka pintu dengan kasar lalu kubanting semampuku.
Aku berjalan menuju parkiran dan menelepon ayahku, tapi ia tidak menjawabnya yang membuat aku makin merasa kesal, kemudian aku masuk kedalam mercedes ku memukul setir dengan kasar, lalu menghempaskan tubuhku di jok kursi. Aku tidak boleh berakhir seperti ini, umpatku frustasi. Aku lalu mengirim pesan singkat kepada Vivian demi melampiaskan rasa frustasiku.

Vivian , kau dimana? kau harus mendengar ini !!. Rupanya sekarang ayahku berniat membunuhku!. Tidak kah kau tau itu?

beberapa menit kemudian Vivian membalas.

Ada apa Rose? katakan padaku, aku tidak mengerti?

jangan bilang kau tidak menyadarinya huh? kau tidak benar benar berpikir kalau aku sungguh bertunangan dengan Elliot Badler bukan?

well, aku tidak menduganya tapi aku nyaris percaya. Apakah itu tidak benar? lalu mengapa? bisakah kau jelaskan apa yang terjadi???

well, ayahku lah dalangnya dan aku terpaksa mengikuti arusnya, kau tau sendiri aku tidak bisa mempermalukannya di depan banyak orang.

ya, aku tau itu memang sangat Rosie Amstrong, tapi waw, ada apa dengan Elliot? kurasa ia juga menyambutnya dengan senang hati. Dia mencium mu Rose! mencium mu!.

Aku tercekat mengingatnya, seandainya Vivian tau bahwa baru saja Elliot juga melakukan itu padaku.

kurasa ya!, karena aku baru saja keluar dari kantornya dan tebak apa yang dia katakan ?.

apa?

dia bilang dia menginginkanku!, tidak kah kau percaya itu? dan dia berani menantangku! sekarang aku bertanya padamu, apa pendapatmu?

well Rose, mungkin saja itu benar? apa kau tidak senang mendengarnya? lagi pula ia tampan.

demi tuhan Vivian, bukan itu reaksi yang ku inginkan darimu.

oke maafkan aku, dengar saat ini sedang banyak pasien yang akan kutangani, nanti malam kita bertemu di bar bagaimana? kita sudah lama tidak bersenang senang, atau kau mau aku menginap di tempatmu?

oh terima kasih Vivian, tapi aku ingin kau melakukan keduanya. kalau begitu selamat bekerja..

ya tentu saja, terima kasih dan sampai berjumpa malam nanti Rose.

Lalu aku melesatkan kendaraanku menjauh dari firma Elliot, saat ini Es krim adalah salah satu solusi dari segala hal di dunia ini pikirku. Aku benar benar merasa pengap.

How To Marry a Rich Lady (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang