Chapter 26

2.5K 142 0
                                    

Ini benar benar sangat memalukan!, mulai saat ini aku harus bersumpah pada diriku sendiri jika tak akan pernah mabuk di depan Elliot lagi. tidak cuma sekali aku melakukan hal bodoh di depannya ketika mabuk dan hal itu sungguh sangat membunuh citraku.
Kali kedua ketika aku mabuk, Elliot mengantarku pulang dan sewaktu ibuku memintanya agar menginap, dia tinggal bersamaku di kamar. Dan tebak apa yang kulakukan nyaris sepanjang malam?. Elliot berkata aku mengigau terus menerus mengutuki diriku betapa aku sangat tidak tahan dengan tatapan dan senyuman nya, juga betapa aku sangat menyesal dan mengasihani diriku sendiri karena pada akhirnya jatuh cinta kepadanya. Bahkan aku berapa kali menarik narik bagian leher bajunya sambil meneriakinya dengan kata kata umpatan lalu setelah itu aku menciumnya berapa kali. Dobel sialan!, pada saat itu aku yakin sekali jika aku terlihat seperti tokoh Bellatrix Lestrange yang di perankan oleh Helena Bonham Carter dalam film sekuel Harry Potter, berantakan dan sakit jiwa!. Aku jadi menyesal memaksa Elliot untuk menceritakan nya, seharusnya aku lebih mendengar sarannya agar dia tidak perlu menceritakan nya. Tentu saja hal ini memosisikan aku sebagai pihak yang terpojokkan. Tingkahku sangat tidak pantas sebagai seorang direktur dari perusahaan besar, kemana semua kemampuan pengendalian diriku yang hebat?, mereka seolah olah lenyap seperti istana pasir yang di sapu ombak, lenyap seketika.
Tapi hal baiknya adalah karena kebodohan ku itu akhirnya kamipun berdamai dan tentu saja aku tidak bisa mengelak jika aku tidak mencintai nya tapi juga tidak secara langsung mengatakan secara gamblang jika aku benar mencintainya. Aku membiarkannya mengambil kesimpulan sendiri.
"apakah kau tidak ingin berjalan jalan? masih ada beberapa jam hingga pertemuan kita malam nanti", kata Elliot menawarkan, dan aku menyetujui ide itu, tidak ada salahnya aku ingin melihat lihat kota indah yang penuh dengan syarat akan kemewahan ini mumpung sedang berkunjung kemari pikirku.

................................

Kami berjalan kaki menelusuri jalan mulus Monte Carlo, dan tidak jauh dari letak hotel kami, kami mendapati sebuah restoran mewah bergaya yunani yang menghadap ke arah laut mediterania membuatku dan Elliot memutuskan untuk menyambangi tempat itu.
Restoran itu memiliki beberapa pilihan tempat duduk pada lantai atasnya, Elliot pun langsung menjatuhkan pilihannya pada teras balkon dengan pemandangan laut luas mediterania. Ia lalu tanpa permisi menggenggam tanganku menarikku dengan sedikit berlari kecil sambil menyeringai lebar, hingga nyaris saja menabrak seorang pramusaji pria yang hendak masuk dari luar sambil memegang nampan berisi gelas kosong jika saja pramusaji tersebut tidak segera bergerak refleks untuk menghindar. Kulirik sesaat Pramusaji itu dengan tatapan minta maaf, tapi pria itu hanya tersenyum dengan ekspresi memaklumi.
"berhati hatilah, kita nyaris saja menabrak seorang pramusaji", tegurku ke Elliot.
"maaf, aku sempat lupa diri karena terlalu senang", jawab Elliot tanpa sama sekali merasa bersalah.
Akhirnya kamipun duduk di kursi dengan posisi strategis, sekat tembok yang memagari teras balkon berukuran tidak begitu tinggi sehingga kau bisa duduk sambil makan dan menikmati pemandangan hamparan luas laut biru secara bersamaan. Karena merasa lapar aku memutuskan untuk memesan sepiring pasta dengan segelas anggur merah sebagai temannya. Elliot menuangkanku segelas anggur merah pekat sambil menatapku dengan cara yang seksi. Oh apakah dia bermaksud menggodaku?. Cahaya matahari menerpa kulit wajahnya menjadikan kulitnya terlihat pucat akibat terangnya sinar mentari sore, cahaya terang itu jatuh secara tidak beraturan mengenai garis rahang maskulinnya yang sudah sedikit di tumbuhi sekelebat rambut halus disitu, kurasa ia sengaja menumbuhkan sedikit disana dan justrul hal itu membuatnya semakin terlihat menawan.
"bersulang untuk kemenanganku karena telah mendapatkan wanita impianku", katanya mengangkat gelas.
"well, siapa bilang kau sudah mendapatkanku?", sindirku tersenyum meremehkan sambil tetap menyambut gelasnya, kamipun bersulang. Elliot hanya mengangkat bahunya lalu tertawa geli sebelum meminum anggurnya tanpa melepaskan sedikitpun tatapannya ke arahku. Dia seolah olah kelihatan tidak peduli dengan sindiranku karena langsung mengalihkan pembicaraan. Sambil makan kami sekedar mengobrol ringan. Aku mulai mengajukan beberapa pertanyaan mengenai dirinya, tentang mengapa ia memutuskan untuk sekolah hukum dan berhenti main football, dan ternyata lengan cederahnya lah yang membuatnya berhenti menjadi atlit sesungguhnya, ia sekarang hanya sekali sekali menjadi atlit amatir, tidak hanya football tapi juga golf dan polo. Karena olahraga itu terkadang membantunya membangun relasi dengan orang orang penting. Selebihnya dia tidak pernah absen olahraga dua kali seminggu seperti berlari ataupun mengangkat beban dan sebagainya, itulah sebabnya dia bisa mendapatkan tubuh atletisnya.
"well, minggu ini aku sempat beberapa kali absen untuk sesi olahraga, tapi siapa yang tahu jika mungkin saja nanti aku tidak membutuhkannya minggu ini", lalu tersenyum jahil padaku. Pipiku langsung memerah lalu mengalihkannya dengan menyendokkan makanan ke mulutku dengan tergesa gesa.
"makanan disini sangat lezat, ayo cepat habiskan makananmu", kataku dengan mulut yang masih penuh. Elliot tertawa melihat tingkah ku.
"habiskan dulu itu baru berbicara", protesnya.
Kami duduk sedikit lama sambil melanjutkan obrolan kami, Elliot seperti biasa berhasil membuatku tertawa dengan beberapa lelucon yang dia ceritakan. Aku mulai sedikit demi sedikit rileks sambil menceritakan beberapa kebodohan Brown dari sewaktu kecil hingga sekarang, aku lebih banyak menceritakan keseharianku dan betapa sulitnya mengemban tugas baru ayahku. Elliot mendengarkan dengan serius dan sesekali tersenyum, dia terlihat tidak merasa bosan, dia bahkan ingin mendengar lebih banyak lagi. Hingga jam menunjukkan waktu jika kami harus menyudahi ini karena sebentar lagi akan ada panggilan tugas. Kami terkejut karena menyadari kami akan terlambat.
Akhirnya kami berlarian kecil menuju hotel sambil bergandengan tangan. Jika saja ada Brown dan Stella ikut berlari seperti ini, tentu kami akan terlihat seperti anak anak Pevensie yang sedang kegirangan karena menemukan dunia Narnia dari balik lemari ajaib kakek Digory. Aku merasa geli tapi sekaligus senang karena orang yang sedang bersamaku adalah Elliot. Kami menyadari kalau hal ini sedikit kekanak kanakan karena kami berdua sempat tertawa kecil di sela sela berlari kami.
Matahari sebentar lagi akan tenggelam ketika aku dan Elliot telah tiba di kamar. Pintu teras balkon masih terbuka sama seperti tadi ketika kami meninggalkannya. Elliot menarik ku keluar untuk menunjukkan betapa indahnya pemandangan senja laut mediterania, aku takjub dengan cahaya jingga yang membias ke permukaan laut mengakibatkan perpaduan yang begitu indah. Elliot lalu menatapku dengan tatapan lembut, akupun membalas tatapannya, kurasakan ia menarik pinggangku agar lebih dekat dengan tubuhnya, lalu dengan perlahan menyentuh daguku dan mendekatkan bibirnya ke bibirku, bisa kurasakan hembusan nafasnya menyapu tipis di bibirku karena jarak kami begitu dekat. Akhirnya bibir hangatnya secara lembut melumat bibirku, saat itu kupikir ratusan kupu kupu sedang terjebak di dalam perutku berusaha mencari jalan keluar. Apakah ini akan kumasukkan kedalam daftar salah satu hari terbaik yang pernah ku alami?, karena hal ini begitu indah dan terjadi begitu cepat hingga aku tidak menyangka bahwa perjalanan kami kemari akan menjadi seindah ini. Aku sekarang tidak ragu melahap bibirnya dengan rakus lalu memindahkan tanganku melingkat ke lehernya. Hal itu membuat Elliot mengangkat tubuhku dengan kakiku melingkar di pinggangnya. Ia memindahkan bibirnya ke leherku dan mengekspos bagian leherku, menggigit kecil dan menghisap daerah tengkuk ku sehingga menimbulkan sensasi menggelitik yang menyenangkan. Ia membopongku masuk ke ruang tengah sambil tanpa kami berhenti saling bercumbu, tiba tiba kakinya tersandung ujung kursi dari belakang sehingga membuat kami jatuh tapi dengan posisi terduduk. Rupanya hal itu sama sekali tidak mengusik kami karena kami tetap melanjutkan aksi kami, ia terus mencumbuiku seolah olah telah merindu selama berapa abad untuk mendapatkannya, dan aku sudah tidak menahan nahan diri lagi untuk memuja dirinya, menciuminya dengan rakus, mencumbu dan membisikkan sebuah rayuan seksi di telinganya lalu menguasai lehernya. Aroma lehernya sangat seksi hingga aku akan menklaim bahwa bagian ini adalah milikku, tidak seorangpun boleh memilikinya bahkan Elliot sendiri. Kebetulan saat itu aku sedang menggunakan rok yang memudahkan Elliot menyelipkan tangannya di bawah sana, aku mengerang pelan ketika dia berhasil menemukan titik sensitifku, ia tersenyum puas dengan tatapan gelapnya. Ia lalu bergerak di bawah sana menggunakan jarinya hingga ia memainkan klitoris ku sehingga aku merasakan kenikmatan yang begitu intens, ekspresi wajahnya berubah seratus kali lebih menggoda ketika melakukan hal itu.
"kau sangat basah sekarang", katanya dengan nada menggoda, kulihat tatapan matanya semakin menggelap seolah olah dia adalah seekor singa yang telah siap menyergap buruannya. Aku membalasnya dengan seutas senyuman nakal.
"kalau begitu sekarang adalah giliranmu", kataku, lalu bangkit dari atasnya, aku berlutut di depannya lalu dengan gerakan cepat membuka kancing dan resleting celananya, Kulihat wajahnya menegang dan terlihat sedikit merah. Ia menungguku melakukan sesuatu dengan tatapan gelapnya dengan tangan yang memegang pipiku.
Ketika aku berhasil membebaskan kejantanannya yang mulai menegang, aku meliriknya sesaat lalu tersenyum menggoda, Elliot mengangkat sebelah alisnya sebagai balasannya. Setelah itu aku langsung melahapnya, memujanya, mencintainya, menikmatinya dengan lembut seolah olah itu adalah sebuah es krim strawberry kesukaanku. Elliot memejamkn mata lalu mengerang nikmat dan meremas rambut di atas kepalaku, beberapa saat setelah itu dia meneriakkan namaku lalu menarikku dengan kasar. "sialan! aku tidak ingin keluar di mulutmu", umpatnya. Aku tertawa kecil lalu melepas celana dalamku lalu naik ke pangkuannya, ia lalu mengeluarkan sebungkus pengaman dari sakumya dan dengan cepat memasangnya. Aku meremas kedua pundaknya dengan gerakan naik turun, Elliot mengerang meneriakkan namaku dan berujar betapa dia sangat memujaku. Ia lalu berusaha membuka kancing depan baju Alexander McQueenku, tapi kulihat dia seperti kesulitan melakukannya, tiba tiba dengan ekspresi rakus ia membukanya dengan paksa hingga kancingnya copot. Tapi siapa peduli?, ia lalu meremas dadaku bersamaan dengan itu dia menutup kedua matanya, kurasa ia akan mencapai puncak, ia memelukku sangat erat lalu melahap payudaraku dengan rakus yang membuatku mengerang nikmat dan merasakan akan mencapai puncak. Bersamaan dengan itu dia akhirnya tumpah, pelukannya semakin erat dan nafasnya memburu.
Kami berdua tidak saling melepaskan pelukan kami setelah semuanya berakhir, aku masih duduk di pangkuannya, kemudian aku melonggarkan pelukanku menatapnya, lalu mencium sekilas bibirnya, hal itu membuatnya menarikku lagi dan melumat bibirku dengan panas, hingga bunyi telepon kamar akhirnya berbunyi yang membuat kami kembali ke dunia nyata. aku lalu melepaskan ciumanku dan tertawa kecil. "kita harus bersiap", lalu segera bangkit. Elliot menghembuskan nafas dengan kasar serta sedikit mengumpat.
Aku buru buru mengambil gaun yang tergantung di lemari yang telah kusiapkan tadi untuk memakainya di makan malam bisnis hari ini. Elliot dengan langkah malas bergerak menuju kamar mandi juga untuk bersiap.
Ya tuhanku, aku benar benar lepas kendali. Tapi siapa peduli? Elliot sekarang adalah milikku kali ini aku tidak akan membiarkan nya mampu menatap wanita lain selain diriku. Aku Rosie Lilian Amstrong, aku tak akan pernah gagal mendapatkan apa yang ku inginkan. Tapi lagi lagi batinku menyindir jika aku jangan terlalu cepat merasa hebat karena Elliot Badler menginginkan diriku dan dia berhasil mendapatkanku yang artinya sehebar hebatnya diriku aku masih kalah dengan Elliot Badler, tapi saat ini aku juga merasa heran karena fakta tersebut tidak lagi mengusik ku, aku bahkan tidak keberatan mengetahui fakta bahwa aku telah di menangkan oleh seorang Elliot Badler, seperti Raja Rainer yang berhasil mendapatkan Grace Kelly, dia sangat pantas mendapatkannya.

How To Marry a Rich Lady (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang