Chapter 19

2.6K 161 0
                                    

Aku mengetuk pintu kayu mahoni berwarna gelap berukuran lebar dan cukup tinggi, disana terdapat tulisan tanda pengenal di pasang berwarna silver metalik bertuliskan CEO.
"masuklah Rose", sahut Brown dengan suara stabil tanpa adanya sedikit getaran disana. Aku langsung membuka pintu memunculkan wajahku sembari tersenyum.
"apa aku mengganggumu?".
"tentu saja tidak, jika aku merasa terganggu sekertarisku tidak akan membiarkanmu masuk".
Aku lalu berjalan dan duduk tepat di hadapannya.
"apa kau sudah sehat?", tanya Brown.
"aku tidak pernah merasa lebih baik dari ini", kataku dengan nada yakin sambil menepuk nepuk pegangan kursi berwarna kelabu yang aku duduki.
"jangan terlalu memaksakan dirimu". Kata Brown sambil menandatangani sebuah dokumen bersampul biru.
"apa yang sedang kau lakukan?", tanyaku penasaran lalu sedikit mengintip ke arah dokumennya.
"persetujuan untuk surat permohonan sumbangan".  Lalu menutup dan menyingkirkan berkas itu di sebelah sudut kanan mejanya. Kemudian Brown menatapku serta memosisikan kedua tangannya terlipat di depan dada pada atas mejanya.
"apa kau ingin mengatakan sesuatu padaku?" tanya nya penasaran.
Aku menarik nafas menatapnya kemudian dengan ragu berkata, "sepertinya untuk sementara waktu aku ingin pulang kerumah dan tinggal bersama mom dan dad".
Brown sesaat mematung menatapku, ia mendengus menyipitkan matanya, mulutnya sedikit terbuka seolah tidak mengerti pada apa yang baru saja kukatakan.
"Brown, aku menduga dad membohongiku", kataku hati hati berusaha membaca ekspresi nya menunggu dengan tidak sabar reaksi apa yang akan keluar darinya.
"apa maksudmu?", pada akhirnya Brown bertanya.
"well, begini aku ingin mengawasi dad dari dekat aku hanya ingin memastikan dia benar benar kembali kepelukan istrinya", kataku berkata jujur. Menilai dari reaksinya kurasa Brown tampak setuju. Dia sempat terlihat setengah berfikir lalu menghela nafas panjang kemudian mengangguk.
"jika itu yang kau inginkan kau tidak perlu izin dariku", katanya pelan. "lakukan sesukamu, aku mempercayaimu", sambungnya lagi.
"tidak Brown, kau harus selalu tahu apa yang akan aku lakukan jika menyangkut hal ini, sehingga kau tidak perlu lagi menjadi orang yang terakhir tahu".
"tunggu, apakah ada lagi orang lain yang mengetahui ini selain kita berdua? apa kau memberitahu seseorang?". Kata Brown dengan nada tidak setuju. Aku tersenyum dan sedikit tertawa kecil.
"tentu saja hanya kau aku dad dan Amanda. Itu maksudku bodoh".
"oh ya maafkan atas kesalah pahamanku ibu direktur kesayangan kami", kata Brown nyengir. Kami tertawa bersamaan, tetapi bunyi pintu terbuka berhasil menghentikan tawa kami dan menyita perhatian kami.
Rupanya Elliot, dan dia sekarang telah berdiri di ambang pintu menggunakan setelan abu abu dengan rambut pirang cepak tertata rapi, wajahnya sedikit khawatir.
"oh maaf jika aku menyela kalian, aku hanya ingin memeriksa Rosie", sahutnya.
Aku menatap Elliot menaikan kedua alisku dan berusaha memasang tampang baik baik saja untuk meyakinkannya. Elliot pun balas menatapku sambil berjalan mendekat ke arahku.
"apa kau benar benar sudah sehat?", tanyanya lalu memeriksa suhu tubuhku dengan punggung tangannya, dia mengabaikan Brown yang duduk tepat di hadapan kami.
"aku benar benar telah sehat! ayolah aku bukan anak kecil berusia empat tahun yang bahkan mengelap inguspun tidak bisa", protesku menyingkirkan tangannya.
"apakah kau serius Elliot? diruangan ku? dengar aku sama sekali tidak keberatan. Tapi jika aku jadi kau, aku akan menunggu sampai Rosie kembali ke ruangan nya dan menghampirinya disana sehingga aku bisa mengecek suhu tubuhnya menggunakan keningku ke keningnya", kata Brown dengan nada jahil. Aku langsung berbalik dan memelototi Brown. Elliot tertawa lalu berujar, "aku sungguh bodoh! mengapa aku sama sekali tidak memikirkannya, haruskah aku keluar dan mengulanginya dengan caramu?", kata Elliot antusias.
"halo para pria, aku disini dan aku mendengarnya!", protesku. Mereka tertawa. Oke mereka berhasil membuatku kesal. Aku menghela nafas panjang.
"Brown aku harus pergi sekarang", kataku sambil bangkit dari kursi, ketika aku hendak berjalan, aku nyaris menabrak Elliot jika saja aku tidak dengan cepat mengendalikan langkah kakiku. Aku tidak menjamin apa yang akan terjadi jika saja aku menabraknya. Mungkin saja kami akan jatuh tersungkur dengan aku berada di pelukannya seperti yang sering terjadi pada novel novel cinta atau dia berhasil menahan kami jatuh dengan tubuh kokohnya. Sial, dia membuatku menjadi orang aneh karena memikirkan kemungkinan kemungkinan mengelikan tadi.
"dan kau Elliot, sepulang kerja nanti aku ingin kau mengosongkan jadwalmu, kau perlu mengantarkanku kerumah orang tuaku. Aku ingin pulang untuk sementara waktu", kataku. Kau tahu sendiri Elliot, meskipun dia ingin tahu tapi dia sama sekali tidak pernah berusaha bertanya dan langsung mengangguk. Aku berjalan keluar, Elliot mengikutiku dari belakang setelah memberi isyarat pada Brown.
Elliot mengikutiku sampai diruanganku. Sesampainya diruanganku dia membiarkanku duduk di kursiku sehingga dia dapat duduk tepat di depanku.
"aku rasa kau telah melakukan hal yang benar, pulang kerumah adalah ide yang bagus, banyak yang akan mengawasimu jika sakit". Elliot bangkit mengelus kepalaku lalu mencium keningku.
"aku harus pergi, aku akan menjemputmu sebentar", katanya lalu berbalik dan berjalan pergi.
"terima kasih untuk tidak bertanya Elliot", kataku yang membuatnya menghentikan langkahnya kemudian berbalik, dia tersenyum tipis ke arahku, kurasa dia memahami apa maksudku dan well, tentu saja lesung pipinya lagi lagi menggangguku!.
"aku tidak ingin tahu kecuali jika kau sudah cukup mempercayaiku untuk menceritakannya Rose, tolong jaga dirimu", kata Elliot dengan nada tulus kemudian pergi. Oh apakah orang seperti tunanganku benar benar ada di dunia ini?, aku sedikit tersenyum membayangkannya karena aku sudah memiliki satu. Tunggu! apa aku baru saja menyebutnya sebagai "tunanganku" oh well dan juga "memiliki satu". Rose apa yang sejak tadi ada di kepalamu!. Pikirku ngeri.



........



Mobil Elliot yang mengantarku berjalan memasuki gerbang besar kediaman orang tuaku, mobil itu masuk ke area halaman rumah besar bergaya klasik dan memutari kolam ikan besar yang terletak di depannya sejajar dengan pintu dua daun raksasa bergaya victoria dengan teras luas di depannya yang mampu menampung tiga mobil sekaligus jika saja mobil tersebut berhenti secara bersamaan secara horizontal dari arah depan pintu.
Aku menghembuskan nafas, entah mengapa sedikit gugup padahal aku hanya pulang kerumah. Elliot menyadari reaksiku, ia langsung menggenggam tanganku sembari memberhentikan mobilnya tepat di depan pintu rumah. Seorang pelayan pria berseragam rapi telah siap membantuku membukakan pintu mobil, sebelum Elliot mencegahnya. Elliot membuka kaca mobil dan melarang pelayan itu membukakanku pintu, karena itu adalah tugasnya. oh tolonglah, bahkan ketika aku berkencan dengan Pierre Cashiragi dia tidak sampai melakukan ini. Sekarang aku jadi bertanya tanya tentang siapakah sebenarnya yang seharusnya terlahir sebagai pangeran.
Setelah kami masuk kedalam rumah, kami dengan tidak sengaja secara kompak menyisirkan pandangan ke penjuru rumah untuk mencari ibu atau ayahku. Dan aku memutuskan untuk pergi ke lantai dua menuju balkon besar di arah timur barat tempat favorit ibuku biasa menghabiskan waktu dengan kursi goyangnya di temani secangkir teh dan beberapa buku tentang sejarah abad pertengahan kerajaan kerajaan di eropa. Ibuku sangat menyukainya, terutama tentang ratu Isabella dan raja Ferdinan dari Spanyol atau tentang bersatunya dinasti Glouchester dan York menjadi dinasti Tudor di kerajaan inggris atau ratu Catherine yang hebat dari Rusia yang berhasil menggulingkan tahta suaminya sendiri dan sebagainya, entahlah. Dan tebakanku benar, ibuku ada disana!, kudapati dia sedang membaca sebuah buku tebal bersampul keras berwarna coklat tanah, rambut brunettenya tercacing rapi kebelakang, dia menggunakan kaca mata bacanya yang berbingkai bening, sambil menggunakan gaun berpotongan sederhana berwarna pastel. Kurasa dia merasakan kehadiranku dan Elliot sehingga berbalik menoleh ke arah kami dan tersenyum mendapati kami berdiri di ambang pintu.
"dan apa yang membawa kalian kemari di awal sore seperti ini? apa kau sudah sehat sayang?", sahut ibuku.
"aku sehat mom, Elliot mengantarku. Aku berencana pulang kerumah ini untuk sementara waktu", kataku sambil berjalan mendekatinya lalu ketika berhasil meraihnya, aku mencium kedua pipinya. Sebelum ibuku sempat berbicara, Elliot segera menimpali.
"apakah kau tidak keberatan mrs. Amstrong?".
"sudah kukatakan berulang kali, panggil aku Rachel, tentu saja tidak sama sekali, dia adalah putriku dan aku sangat senang dia disini, dan tentu saja ini ide yang tepat mengingat Rose akhir akhir ini dia sama sekali tidak dapat dengan baik menjaga kesahatannya", sindir ibuku.
"maafkan aku karena tidak becus menjaganya", kata Elliot menghampiri ibuku lalu mencium pipinya.
"well, kau bisa sering mampir mengawasinya selagi kami membantu mu menjaganya disini", balas ibuku.
"ya tentu saja", kataku menimpali tanpa sadar.
"bagus, kau juga sekalian bisa sesekali untuk menginap", kata ibuku bersemangat.
"mom!", protesku.
"kenapa? disini atau di apartementmu pun tidak ada bedanya Rose", balas mom lagi. Kurasakan pipiku memerah dan aku jadi membisu. Tunggu!, kenapa aku jadi memikirkannya? dobel sialan untukmu hari ini Rose.
"terima kasih atas sarannya Rachel, aku tidak akan segan", kata Elliot tersenyum bersemangat, aku menatapnya tajam yang dibalas dengan senyuman dan kedipan matanya. Dia bahkan lebih tampan dari Pierre Cashiragi saat melakukan itu meskipun Elliot Badler bukanlah anak dari seorang putri kerajaan Monaco, dia hanyalah anak laki laki dari wanita sederhana bernama Emma.
"dimana dad?", kataku berusaha mengalihkan situasi canggung dan mengelikan tadi, berpura pura tidak terpengaruh dengan rayuan Elliot.
"dia di perpustakaan sayang, haruskah aku menyuruh seseorang memanggilkannya kemari?", tawar ibuku.
"tidak perlu mom, aku akan kesana. Elliot kau disini saja bersama ibuku".
Elliot dan mom hanya mengangguk, dan aku berjalan meninggalkan mereka menuju tempat dimana ayahku berada. perpustakaan!. Aku menuruni tangga dan langsung menuju perpustakaan, ketika sampai di depan pintu, aku langsung masuk tanpa mengetuk dan menghambur kedalam, mencari sosok ayahku, aku menyapukan pandanganku keseluruh penjuru perpustakaan yang luas itu, tidak ada seorangpun disana, aku mendengar suara pergerakan di lantai atas perpustakaan, lalu aku berteriak memanggil ayahku untuk memastikannya.
"dad, kaukah itu?", kataku meyakinkan diriku.
"Rosie? kau datang nak ?", sahut ayahku. Aku berjalan mendekat menuju tangga mengintip untuk memastikan tidak ada lagi seorangpun selain kami berdua di ruangan ini.
"turunlah dad, ada yang ingin kubicarakan", teriak ku. Aku akan memastikan segalanya pada ayahku, tentang fakta yang ku ketahui bahwa sebenarnya wanita yang menjadi gundiknya sama sekali tidak memiliki saudara yang sedang sakit.

How To Marry a Rich Lady (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang