11. Rahasia Sehun

1.5K 218 104
                                    

Keringat membasahi tubuh gadis mungil yang berbalut piyama tidur tersebut. Uap yang keluar dari mulut akibat nafasnya yang mulai sesak karena berlarian tanpa henti. Kaki kecil tanpa alas apapun itu tetap dipaksakan untuk berlari walaupun rasa lelah melanda. Bahkan luka akibat tusukan duri dan ranting pohon tak menghentikan gerakannya. Kedua tangannya bergerak melindungi kepalanya dari dahan-dahan dan ranting-ranting pohon yang tumbuh rendah tanpa menurunkan kecepatan larinya.

Gerakan larinya terhenti saat melihat pemandangan dihadapannya. Danau yang luas membentang seperti mengelilingi sebuah gunung. Sosok-sosok berjubah hitam dan usang yang mengejarnya sedari tadi mulai bermunculan dari balik pohon. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, tubuhnya mulai bergetar ketakutan. Menengok sekitar, akhirnya dia memutuskan untuk berlari menjauh dari arah datangnya sosok-sosok misterius tersebut.

Lari. Lari. Lari. Hanya itu yang ada di pikiran sang gadis kecil. Setidaknya ia bisa menjauh dari sosok-sosok mengerikan yang mengejarnya. Dengan sisa kekuatannya, gadis itu berlari sepanjang pinggir danau dengan mata yang awas menatap sekitar, mencari tempat bersembunyi.

"Eomma....appa...."bisiknya dengan air mata yang mengalir. Tangan gadis itu menggenggam erat liontin yang dipakainya. Gadis itu tersungkur saat sesuatu melilit pergelangan kaki kanannya. Dengan kasar, gadis kecil tersebut tertarik mundur. Teriakan kesakitan keluar dari mulutnya. Tangannya berusaha menggapai apapun, agar dapat menahan gerakan apapun yang melilit kaki kanannya.

Jarak satu meter lagi, tubuh gadis itu akan sampai di hadapan sosok-sosok berjubah. Sebuah anak panah melesat mengenai dua sosok berjubah, erangan kesakitan menggema. Gadis itu berteriak dan memberontak saat ada seseorang yang membantunya berdiri.

"Tenang, aku tidak akan menyakitimu."ucap penolongnya. Gadis itu mendongak, menatap seorang anak laki-laki yang berjongkok di sampingnya. Busur dan anak panah tersampir di bahu. Sebuah pedang berukiran burung elang menancap di tanah dengan tangan kanan anak tersebut menggenggam erat bagian gagangnya.

"Irene.....Irene....Hey, bangun...."Joy menepuk pipi dan mengguncang tubuh Irene yang menggeliat gelisah, keringat mengucur dari tubuh gadis itu. Isakan dan jeritan pelan yang keluar dari mulut Irene, membuat Joy semakin khawatir. "Irene, ada apa denganmu?Hey, Irene..."

Irene terbangun. Matanya terbuka lebar dengan posisi duduk. Nafasnya masih tersendat dengan jantung yang berdetak semakin cepat. Gadis itu meringis saat tanda sayap malaikat di lehernya mulai sakit. Setelah memasang tenda dan menata barang-barang, dosen pembimbing menyuruh mahasiswanya untuk beristirahat sejenak selama satu jam. Karena lelah, akhirnya Irene tertidur di dalam tenda. Bayangan mimpinya membuat Irene berpikir keras. Seperti nya kejadian yang dilihat dalam mimpinya pernah benar-benar terjadi. Akhir-akhir ini, ia sering memimpikannya, tetapi mimpi kali ini jauh lebih jelas. Berusaha mengingat kembali namun denyutan dari tanda di lehernya terasa terbakar.

"Irene, kau tak apa? Ya ampun, lihat kau berkeringat sangat banyak. Apa kau bermimpi buruk?"tanya Joy dengan raut wajah khawatir. Sahabat Irene tersebut, mengambil sapu tangan di tasnya dan mulai menghapus keringat di dahi Irene.

Berusaha menormalkan kembali detak jantungnya, Irene menatap Joy dengan senyum simpul. Berusaha meyakinkan Joy, bahwa ia baik-baik saja,"Aku baik-baik saja. Hanya bermimpi buruk."

Joy menatap mata Irene merasa tak yakin,"Kalau begitu, lebih baik kau beristirahat saja. Aku akan bilang pada seosangnim kalau kau sakit dan tak bisa ikut melakukan kegiatan."

"Jangan. Aku harus ikut."elak Irene.

"Kau keras kepala. Wajahmu pucat Irene, aku yakin kau tidak baik-baik saja."Joy sedikit membentak Irene.

Half AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang