Sore hari, Tasya dibangunkan oleh ketukan di pintu kamarnya. Tasya mengerang, enggan meninggalkaan kasur empuknya.
"Tasya, bangun sayang. Cepat mandi, dandan yang cantik," Rima, mamanya teriak dari balik pintu.
"Ngggg iyaa." Tasya bangkit dari tidurnya, dia syok melihat pantulan dirinya yang acak acakan di cermin. Belum lagi seragam dan sepatu sekolah yang masih menempel ditubuhnya. "Astagfirulloh kacau banget gue, kalo Sam tau pasti langsung mutusin gue."
Setelah mandi, Tasya memilih baju asal. Sekali pilih langsung pakai. Tanpa perlu repot menimbang terlebih dahulu. Tasya pun memoleskan make up tipis ke wajahnya. Sebenarnya tanpa make up pun wajah Tasya sudah cantik, tapi agar lebih memancar aura nya Tasya menggunakan make up.
"Oke, perfect." Tasya tersenyum puas akan penampilannya. Tasya langsung menyambar tasnya dan berlari kecil menuju mobil Dana, papanya.
"Cantik banget sih anak Mama," Tasya hanya tersenyum menanggapi Rima. Dana hanya diam. Sebenarnya Tasya tidak nyaman berada satu mobil dengan Dana. Tapi bagaimana lagi. Tasya tidak diizinkan mamanya untuk membawa mobil sendiri, alasannya karena takut Tasya kabur.
Kenapa ko Tasya gak nyaman berada satu mobil dengan Dana? Karena hubungan mereka kurang baik. Hanya saja, Rima selalu memberi pengertian kepada Tasya bahwa Dana tidak sejahat yang terlihat. Namun Tasya tidak bisa menerima perlakuan Dana. Tasya pun tidak mengerti apa yang membuat Rima bertahan dengan Dana. Padahal Tasya sudah beberapa kali menyuruh Rima untuk bercerai. Namun Rima selalu meyakinkan Tasya bahwa Dana suatu saat akan berubah menjadi lebih baik.
Kerenggangan hubungan Papa dan anak itu berawal ketika Tasya kelas 2 SMP. saat itu Tasya berada di titik terendahnya. Dana ketahuan selingkuh dan sering main fisik sama Rima.
Padahal dulu Dana tidak pernah berbicara kasar apalagi sampai main fisik sama Rima. Semenjak Tasya tau bahwa Dana seingkuh dibelakang Rima, Tasya sudah tidak percaya Dana lagi, Tasya membenci Dana.
Dan ini juga sekaligus menjadi awal pertemanannya dengan Ragi.Ragi adalah orang yang selalu menguatkan Tasya. Ragi selalu ada ketika Tasya membutuhkannya. Ketika Tasya butuh pelarian, Tasya selalu pergi ke rumah Ragi. Orangtua Ragi pun sudah menyayangi Tasya seperti anaknya sendiri.
Tak terasa, mereka sudah sampai di restoran tempat makan malam tersebut. "Selamat malam Toni, kenalkan ini Tasya anak saya," papa Tasya memperkenalkan tasya ke pak Toni, kolega bisnisnya."Ahh ternyata aslinya lebih cantik."
Tasya terlalu tenggelam dalam pemikirannya, hingga tak sadar bahwa anaknya Pak Toni udah datang dan nyodorin tangannya buat salaman sama Tasya.
"Tasya, salaman dulu sayang sama anaknya Pak Toni," Rima berhasil mengembalikan tasya ke dunia nyata. Tasya kaget karena anaknya Pak Toni adalah Firman, guru di sekolahnya. Ternyata dunia ini benar-benar sempit. Dari sekian banyaknya kolega bisnis Dana, mengapa harus mereka? Tasya tak kunjung menyambut uluran tangan Firman.
"Hai Tasya. Dunia ini sempit banget yah," Firman terkekeh sambil menarik kembali tangannya.
"Eh, Pak Firman."
"Saya kan sudah bilang, kalo diluar sekolah jangan panggil saya pak, panggil Kak atau Firman aja," Tasya hanya tersenyum nanggepin kalimat permintaan Firman.
"Ohhh jadi ini murid yang selalu kamu ceritain ke Mami? Pintar kamu milihnya," ucap tante Raila, Maminya Firman sambil mengedipkan sebelah matanya
"Tasya, menurut kamu Firman orangnya gimana sih?" tanya Raila. Tasya tau, ini pasti pertanyaan jebakan. Dan entah kenapa Tasya jadi kepikiran Ragi dan berharap dia ada disini disampingnya. Mungkin karena Ragi terlalu baik sama Tasya, jadinya ia ketergantungan sama kehadiran dia.
"Baik ko tante," klasik banget. Bodo amat. Tasya gak perlu mikirin harus jawab apa, yang ada di pikirannya saat ini adalah kapan pulaaaaaang gak betah banget sumpah apalagi setelah ada Firman.
Waktu berjalan sangat lambat, seperti ketika Tasya berusaha melupakan kenangan lama. Eaaaaa ko jadi curhat yah wkwk. Merekatelah selesai makan, dan siap -siap untuk pulang.
"Sayang, kamu pulang bareng Firman yah, Papa mau pacaran dulu sama Mama,".Jangan jangan bener nih apa yang dikatakan Ragi, Tasya mau dijodohin sama Firman. Tasya akhirnya nurut aja. Karena tidak mungkin ia dan Dana berdebat disini.
"Mau pulang sekarang?" tanya Firman."Iyaa ayo." Kami pun keluar dari restoran. Ketika Tasya lagi nunggu Firman bawa mobil dari parkiran, Tasya melihat siluet seseorang yang tak asing lagi baginya, tapi dia bersama seorang perempuan. 'ahh masa sih, kan Sam lagi meeting diluar kota. Cuma mirip aja kali.' datang, dan Tasya langsung masuk ke mobilnya.
Sepanjang perjalanan, Tasya lebih asik liat keluar jendela. Firman sih daritadi ngajak ngobrol, tap jawaban cuma iya, engga, hm.. males banget. Entah karena Firman pantang menyerah atau gak peka, dia terus aja ajak Tasya ngobrol. Coba kalo sama Ragi, pasti Tasya yang banyak ngoceh. Ehhh ko ke Ragi lagi sih haduu.
Tasya melihat Sam mau nyebrang bersama seorang perempuan. Mereka terlihat mesra sekali. Sam merangkul pinggang perempuan itu dan mereka tertawa, terlihat sangat bahagia. "Sam ko lo bohongin gue sih, katanya lagi meeting diluar kota. Ko lo masih ada disini, dan siapa perempuan itu? Tega banget," tanpa Tasya sadari, cairan bening itu telah meluncur dari matanya.
Firman yang sedang menyetir menengok ke arah Tasya. Dan betapa terkejutnya ia melihat Tasya menangis. Ia langsung menyentuh pipi Tasya dan mengusap air matanya.
"Kamu gak papa?" Firman bertanya dengan raut khawatirnya. Dan Tasya bisa melihat bahwa kekhawatiran itu dangat tulus dari hati Firman. Tasya mengangguk sebagai jawaban.
Namun saat Firman berbalik untuk fokus lagi kepada jalanan, sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi dan menabrak mobil yang mereka tumpangi. Hingga mobilnya terguling guling di aspal."Aaaaaaaaa!!" Tasya berteriak histeris.
"Ehh maaf maaf tadi aku galiat didepan ada batu, maaf yaa kamu jadi kebangun," kata Firman merasa bersalah.
Alhamdulillah ternyata ini hanya mimpi. Tapi kenapa bayangan sam terlihat sangat nyata untuk dikatakan mimpi? Tasya terus kepikiran sosok wanita yang bersama Sam di mimpinya, meskipun ia tidak melihat jelas wajah perempuan iyu, tapi Tasya yakin bahwa ia mengenali perempuan itu.
Tanpa sadar air matanya menetes, Firman yang melihat itu langsung menghadap Tasya dan menghapus air matanya."Kamu kenapa? Kamu boleh cerita sama aku kalo kamu mau," Firman memberikan senyuman tulusnya untuk Tasya.
Tasya menggeleng sambil tersenyum "aku gapapa ko, maaf ya aku masuk duluan. Maaf kak Firman gaboleh mampir, soalnya udah malem, mama sama papa juga belum nyampe dirumah"
"Iya, gapapa ko. Yaudah masuk gih, istirahat," Firman mengusap pucuk kepala Tasya.
Tasya keluar dari mobil dan langsung masuk kedalam rumahnya tanpa menunggu Firman pergi dari pekarangan rumahnya.
🥀
Voment nya ya nak :)
Peluk gereleng dari Mama🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchalatte
Teen Fiction#1 in Latte Dia adalah Matchalate yang membuatku kecanduan akan ketenangan yang dia berikan. Dia, milikku -Tasya Kamu tau apa ketakukan terbesar aku? Aku takut kehilangan kamu. Tapi disisi lain aku juga gak bisa khianatin tuhan aku -Rahagi