Jam di dinding rumah sakit telah menunjukan pukul sebelas malam. Tasya tertidur dengan paha Ragi sebagai bantalnya.
"Ragi.." Panggil mama Tasya lirih
Ragi melirik Rima kemudian memberi isyarat untuk ditahan dulu kalimatnya. Dengan hati-hati, Ragi menurunkan kepala Tasya dari pangkuannya ke sofa. Lalu ia beranjak mendekati Rima.
"Iya Tante, Tante haus?" tanya Ragi perhatian
"Iya, maaf ya jadi ngerepotin kamu,"
"Gak papa ko Tante, Tante udah saya anggap seperti mama Saya sendiri" ucap Ragi tulus sambil menyuapi mama Tasya minum. Setelah itu, Ragi duduk disamping ranjang mama Tasya. "Tante lapar?"
"Enggak, tante gak lapar ko,"
Tasya terbangun karena handphonenya berdering. 'siapa malem malem gini telpon aku, nomornya gak diketahui lagi. Angkat gak yaa. Angkat aja deh siapa tau penting' batin Tasya.
"Halo,"
"Halo, apa benar ini dengan Tasya?"
"Iya saya sendiri, ini siapa ya?" jawab Tasya dengan tenang
"Maaf mbak, bisa ke rumah sakit sekarang? Tadi orang tua mbak kecelakaan. Saya dapat nomor ini dari hp ayahnya mbak."
Jantung Tasya berdebar kencang seirama dengan luncuran air mata di pipinya. Hatinya mencelos begitu mendengar Rima kecelakaan. Tasya sudah tidak peduli lagi sama Dana, toh Danaa juga tidak pernah memperdulikan Rima dan dirinya.
"Mamaa," Tasya menggumam. Rasanya Tasya tidak punya tenaga untuk meneriakan nama Rimaa. Cengkeraman tangannya pada selimut semakin kuat, sampai jarinya memutih. "Mamaa jangan tinggalin Tasya," Tasya masih menangis dalam tidurnya, namun suaranya semakin melemah.
"Tasya.. bangun Tasya, Mama baik baik aja ko." Ragi berusaha menenangkan Tasya.
Dengan perlahan, Tasya membuka kelopak matanya. Begitu matanya terbuka sempurna, tasya menangis semakin histeris.
"Ragi aku takut, mama aku.. mama aku.." Tasya berkata dengan terbata sambil sesenggukan."Ssssstttt udah, mama kamu gapapa, sekarang udah siuman ko," Ragi agak bergeser agar Tasya bisa leluasa melihat keadaan Rima. Rima menatap Tasya sambil tersenyum khas seorang ibu. Senyum yang menenangkan.
"Tasya, kamu mimpi buruk ya.. sini mama peluk," Tasya bangkit lalu berlari ke arah mamanya dan memeluknya.
"Mama Tasya tadi mimpi Mama sama Papa kecelakaan, Tasya takut kehilangan Mama,"
"Uhhh sayang, Mama gak akan kenapa-napa, Mama akan selalu bersama Tasya," Rima pun tidak yakin dengan kalimat yang dilontarkan barusan. Ia tidak yakin bisa selalu bersama Tasya.
"Tasya pulang ya, udak malem, besok kan harus sekolah."
Tasya mengangkat kepalanya "Tasya gak mau pulang, tasya mau nemenin mama disini," Tasya lalu duduk di samping ranjang mamanya."Tasya, mama baik-baik aja ko, lagian kan ada dokter yang siap siaga jagain Mama. Kamu pulang ya, besok pulang sekolah kesini lagi."
"Tapi Maa..."
"Gak ada tapi-tapi!" Rima memotong kalimat Tasya. Tasya hanya pasrah menurutinya, karena Tasya tau, perintah Rima tak terbantahkan.
Ragi menghampiri ibu dan anak tersebut "Tasya, ayo kita pulang besok kesini lagi," Tasya mengangguk sebagai jawaban lalu bangkit dan mencium kedua pipi Rima "Ragi pulang dulu ya Tante, Tante istirahat yang cukup,"
Setelah berpamitan mereka keluar dari ruangan itu menuju parkiran. Baru juga sampai di parkiran, Tasya baru ingat kalau tasnya tertinggal.
"Eumm Ragi, tas aku ketinggalan di kamar Mama. Aku ambil dulu ya," tanpa menunggu jawaban Ragi, Tasya langsung berbalik berjalan dengan cepat menuju kamar rawat Rima.
Ragi teringat sesuatu, lalu ia juga pergi meninggalkan parkiran.Karena suasana hati Tasya sedang tidak baik, Ragi ingin membelikan Tasya Matchalatte. Minuman yang selalu sukses menenangkan hati Tasya. Untung saja kantin rumah sakit kali ini tidak penuh, mungkin karena sudah malam. Dengan cepat, minuman tersebut telah sampai di tangan Ragi. Setelah membayar, Ragi berbalik dan pergi meninggalkan kantin dengan harapan suasana hati Tasya membaik setelah meminum ini.
Langkah Ragi terhenti saat berpapasan dengan orang yang dikenalnya. Kedua orang itu baru keluar dari ruangan dokter kandungan. Lelaki itu maupun Ragi nampak kaget atas pertemuan tidak disengaja ini. Sedangkan si perempuan, hanya memasang ekspresi bingung.
"Ha...hai!" sapa silelaki
"Hai, Siapa perempuan ini?" tanya Ragi to the point. Si perempuan kaget, karena tiba-tiba dirinya diangkat menjadi topik pembicaraan
"Siapa yang sakit? Kenapa kamu ada disini?" tanya lelaki itu mengalihkan pembicaraan
"Siapa perempuan ini?" Ragi mengulang pertanyaannya tanpa menggubris pertanyaan lelaki tersebut. Si lelaki nampak berfikir untuk memberi jawaban kepada Ragi
"Ini... Eu... Ini.. sodara aku. Kami duluan ya Ragi, selamat malam." Si perempuan nampak kaget dengan jawaban lelaki itu. Baru saja akan protes, namun tangannya terlanjur ditarik oleh lelaki itu meninggalkan Ragi. Ragi pun meneruskan langkahnya sambil berfikir 'Siapa perempuan itu? Kenapa bisa bersama dia? Kenapa mereka keluar dari ruangan dokter kandungan? Kenapa perempuan itu tadi terlihat tidak terima dengan jawaban dia? Semua ini... Mencurigakan' batin Ragi.
"Ragi, kamu darimana? Kirain kamu ninggalin aku," suara Tasya membuyarkan lamunan Ragi. Saking fokusnya memikirkan kejadian barusan, Ragi tidak sadar jika ia telah sampai di parkiran. Begitu tatapannya bertemu dengan manik cokelat milik Tasya, Ragi tersenyum dan menyodorkan Matchalattenya kepada Tasya.
"Nih. Hadiah buat kamu karena udah gak nangis lagi." Ragi cengengesan
"Ihh tau aja Ragi, makasih yaa," Tasya menyambut dengan bahagia Matchalatte dari Ragi. Sambil jalan menuju mobil Ragi, Tasya tak henti menghirup aroma Matchalattenya. Setelah menemukan mobil Ragi, mereka pun langsung masuk dan meluncur menuju rumahnya.
Sepanjang perjalanan, tak ada yang membuka pembicaraan. Tasya anteng dengan Matchalatte nya. Dan Ragi tenggelam dalam fikirannya. Fikirannya telus berkelana ke kejadian di rumah sakit tadi. Tasya melirik Ragi 'gak biasanya dia diem gini, hm mungkin dia cape' Tasya mengambil handphone didalam tasnya lalu mengaktifkannya.
Firman : Tasya, maaf ya saya gajadi nunggu kamu. Papa saya telfon, ada urusan dikantor.
Tasya membacanya tanpa berniat membalasnya. "Siapa suruh nunggu," Tasya bergumam.
"Ehh apa Tas?" Ragi tersadarkan dari fikirannya.
"Enggak ko enggak. Ehhh Ragi rumah aku udah kelewat," Tasya berteriak ketika sadar rumahnya sudah terlewat.
"Astaga, kobisa kelewat,"
'Ragi lucu kalo lagi ekspresi bloon gini', batin Tasya.
"Gak papa deh Gi, gausah puter balik. Cuma lebih dua rumah ko, aku bisa jalan sendiri,"
"Yaudah sono turun, biar sekalian olahraga," sifat tengil Ragi mulai keluar.
"Ihh kamu gaada manis manisnya jadi cowok, pantesan jomblo!" kata Tasya sarkas.
"Waah bawa bawa gelar, gue majuin lagi nih biar lo jalannya makin jauh," Ragi tak terima
"Ehh jangan dong, Ragi baik, Ragi jomblo meskipun banyak yang suka.." Tasya sengaja menggantung kalimatnya lalu keluar dari mobil Ragi. Sebelum menutup pintu mobilnya, Tasya menyambung kalimatnya "tapi bohong," dengan cepat Tasya menutup pintunya dan berlari menuju rumahnya.
Malam ini malam yang panjang bagi Tasya. Tasya harap, kegelapan malam ini dapat menelan semua kepedihan dalam hidupnya. Semoga cahaya matahari di hari esok dapat menerangi jalan kebahagiaan bagi Tasya. Agar ia tidak tersesat dan bertemu dengan kepedihan lainnya.
Semoga saja.🥀
Voment nya ya nak;)
Peluk gereleng dari Mama🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchalatte
Teen Fiction#1 in Latte Dia adalah Matchalate yang membuatku kecanduan akan ketenangan yang dia berikan. Dia, milikku -Tasya Kamu tau apa ketakukan terbesar aku? Aku takut kehilangan kamu. Tapi disisi lain aku juga gak bisa khianatin tuhan aku -Rahagi