Jika ada hari yang paling Sam benci adalah hari ini. Dimna ia telah resmi menjadi seorang suami berbonus ayah dari perempuan yang paling tidak ia inginkan kehadirannya. Tak pernah terlintas dalam benaknya sedikitpun bahwa ia akan menikahi Annya.
Tasya, ia tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan gadisnya itu. Apakah ia terluka atau biasa saja? Ia harap Tasya biasa saja. Karena ia tidak sanggup jika harus melihat Tasya menangis, apalagi tangisan itu alasannya adalah dirinya.
"Selamat ya Sam" Sam terkejut akan ucapan tamu undangannya kali ini. Siapa sangka bahwa Rima datang ke pesta pernikahannya. Sam tidak pernah mengundang Rima. Ia melirik Annya sekilas, Annya hanya nyengir polos pura-pura tidak tahu.
"Eh.. tante apa kabar? Tasya gimana?" Tanya Sam dengan mata yang berkaca-kaca seakan siap tumpah kapan saja ia mau.
"Alhamdulillah sehat, Tasya lagi sibuk" setelah mengucapkan itu, Rima berjalan kembali meninggalkan pengantin baru itu untuk segera pulang. Awalnya ia enggan datang ke pernikahan ini, namun karena alasan menghargai pengundang ia paksakan datang. Sam mengejar Rima. Ia tak mempedulikan tamu lain yang ingin mengucapkan selamat kepadanya. Bahkan teriakan Annya pun tak diindahkannya.
"Tante... Tante tunggu" Sam meraih tangan Rima, Rima berbalik dengan hati yang terbelit sakit sedikit. "Tante maafin aku" dengan suara yang begitu lirih, sam terbata mengucap kata maaf. Gambaran luka yang sama terdengar dari lirihan suara Sam, Rima dapat menangkap itu. Ia salah jika menyangka hanya Tasya yang terluka, tapi Sam juga. Ia tidak tahu apa alasaan Sam menikahi Annya. Apakah benar karena cinta atau karena ada alasan lain yang mengharuskan ia meninggalkan putrinya.
"Sam, sudahlah. Semuanya sudah terjadi. Jangan menyesali takdir Allah, percayalah Allah itu maha baik. Tante tidak tau apa alasan kamu meninggalkan Tasya. Semoga kamu langgeng ya, jangan sakiti istri kamu. Jangan pernah libatkan Tasya dalam setiap bait cerita rumah tanggamu. Tasya sudah bahagia. Jangan ganggu dia. Jangan pernah temui dia walau hanya sekedar menyapa. Jika kamu berfikir Tasya terluka, tentu tidak. Ia terlalu tangguh untuk terluka oleh hal seperti ini. Tante permisi, assalamu'alaikum" hati Sam semakin teriris mendengar penuturan Rima.
Tapi apa yang diucapkan Rima memang benar, Tasya tidak pantas terlibat dalam kisahnya di episode ini apalagi jika ia hanya mendapat peran sebagai perempuan melankolis yang selalu terjajah naskah. Tasya berhak mengimprovisasi perannya. Walaupun ceritanya melenceng dari alur yang udah Sam susun, tak apa. Asal Tasya bahagia.
Sam berjalan kembali menuju pelaminan. Kedatangannya disambut tatapan mengintimidasi dari Annya. Dengan gerakan cepat Sam menetralkan ekspresi wajahnya. Ia tidak inginenunjukkan ekspresi yang kentara dengan ketidak sukaannya pada Annya.
Sejak awal prosesi akad, Sam hanyaa melihat mertuanya sekali. Sam mengedarkan pandangan mencari mertuanya. Pupilnya melebar beberapa mili, apakah ia salah lihat? Seseorang yang sedang bersama ibu mertuanya adalah ayah dari orang yang sangat disayanginya. Semuanya tidak dapat dimengerti. Mengapa kisah hidupnya serumit ini? Apakah dia sudah tau? Apa yang Sam lewatkan tentang dia? Sam merasa ia telah lengah, harusnyaa ia bisa menyadarinya dari dulu. Bahwa keuarga gadisnya tidak baik-baik saja.
*****
Seberapa kuatnya Tasya menolak, perasaan itu semakin tumbuh. Bertunas sedikit, ia pangkas. Ia tidak bisa membiarkan perasaannya pada Ragi tumbuh bebas menguasai relung hatinya. Ia sangat mengerti perbedaan antara dirinya dan Ragi. Dan perbedaan itu tidak bisa dianggap remeh eksistensinya. Walaupun tak kasat mata, namun hal itu tidak bisa dipatahkan begitu saja.
Ragi juga memikirkan hal yang sama. Keduanya duduk berdampingan di sofa dengan kaki Tasya selonjoran di atas kaki Ragi yang terlipat. Ketegangan film horror yang sedang ditontonnya tidak mampu mengembalikan mereka dari alam bawah sadarnya.
Tasya menggoyang-goyangkan kakinya. Ragi menoleh lalu menjitak pelan kepala Tasya.
"Mama kemana ya? Biasanya kalau mau pergi suka bilang"
"Yaa tante Rima juga punya privasi kali. Gak harus semua hal lo tau"
"Kan gue anaknya, wajar dong kalo gue tau"
"Nih ya, ada hal-hal yang lebih baik diri sendiri yang tau. Bukan karena tidak percaya pada orang lain, namun karena lebih nyaman jika orang lain tidak tau"
"Hmmm"
Mereka dilingkupi keheningan lagi. Toples di pangkuan Tasya sudah kosong, kakinya sudah kebas. Tasya menghela nafas berat lalu melirik Ragi yang tidak bersuara sejak tadi. Ternyata dia tertidur. Bibirnya sedikit terbuka, bulu mata yang panjang dan sedikit lentik semakin terlihat jelas ketika si empunya mata terpejam. Ragi terlihat sangat damai ketika tidur. Berbeda sekali dengan Ragi ketika sadar. Bisanya cuma bisa bikin rusuh aja. Saking rusuhnya, setiap malam Tasya susah terpejam karena Ragi selalu hilir mudik di alam bawah sadarnya.
Ahh ternyata Tasya baru sadar. Bahwa sejak lama Ragi telah mengisi setiap ruang kosong dalam dirinya. Bahkan ketika Sam masih menjadi kekasihnya, selalu Ragi yang jadi tempat berteduhnya, selalu Ragi yang jadi tempat peristirahatannya. Apakah selama ini Tasya jahat pada Ragi?
Andai dirinya dan Ragi seiman, pasti Tasya akan dengan sukarela memupuk, merawat perasaannya itu hingga merekah indah. Tapi karena dinding perbedaan itu, Tasya bisa meihat Ragi dengan jelas. Ia juga dapat merasakan bahwa ia memiliki Ragi, namun ia tak pernah bisa benar-benar menyentuh Ragi. Apakah Tasya akan dibilang egois jika suatu hari nanti ia berharap bahwa Ragi akan jadi seorang mualaf dan bisa dimilikinya hingga akhir usia?
🥀
Voment nya ya nak😊
Peluk gereleng dari Mama🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchalatte
Teen Fiction#1 in Latte Dia adalah Matchalate yang membuatku kecanduan akan ketenangan yang dia berikan. Dia, milikku -Tasya Kamu tau apa ketakukan terbesar aku? Aku takut kehilangan kamu. Tapi disisi lain aku juga gak bisa khianatin tuhan aku -Rahagi