Matahari menguasai langit siang ini dengan teriknya. Makhluk bumi mengeluh dalam setiap langkahnya karena panas yang menusuk menembus pori-pori. Apalagi sekarang adalah jam olahraga bagi kelas Tasya. Betapa tersiksanya gadis itu tatkala harus melempar bola basket kedalam Ring ditengah terik seperti ini.
Wajahnya memerah, keringat mengucur dari setiap sudut tubuhnya. Tegukan air liur sudah tak bisa menghilangkan dahaganya lagi.
"Tiga menit lagi" teriak Pak Azad, guru olahraga Tasya.
Waktu yang semakin mepet membuat Tasya panik. Pasalnya, ia harus memasukan 15 bola dalam waktu 8 menit. Sedangkan Tasya baru memasukkan 9 bola. Ahh betapa bencinya ia terhadap pelajaran olahraga. Jika bukan karena tes, Tasya tidak pernah mengikuti pelajaran ini. Naik turun tangga aja udah menjadi bagian dari olahraga. Jadi Tasya tak perlu melakukan olahraga yang membutuhkan teknik seperti itu. Sia-sia saja.Priiiiiiiiiiit
"Yaah pak, nanggung satu lagi"
"Waktunya udah habis Tasya" Tasya membrengut, dengan gontai ia melangkah menuju tribun dan duduk di samping Adel.
"Kesempatan kedua cuma wacana" gerutu Tasya
"Maksudnya?" Adel mengernyit tak mengerti
"Gue cuma butuh satu kali kesempatan lagi buat nuntasin tes ini. Tapi malah gak dikasih. Ngeselin banget sih"
"Kenapa harus nunggu kesempatan kedua kalau dikesempatan pertama aja sebenernya bisa. Kamunya kurang bisa manfaatin kesempatan"
"Ahh makin kesel gue denger wejangan lo" Tasya meraih botol airnya "yaah abis. Bagi minum dong Del" sebagai jawabannya, Adel mengangkat botol airnya yang sudah kosong melompong.
Tasya mengedarkan pandangannya, matanya menangkap Ragi yang ada di seberang lapangan sambil membawa air mineral. Bagaikan menemukan oasis ditengah gurun, mata Tasya berbinar. Ia langsung berlari menuju Ragi.
"Ragi" Ragi berbalik menatap Tasya. Dengan bahasa isyarat, Ragi mempersilakan temannya untuk pergi duluan.
"Ngapa lo?" Tasya tidak menjawab. Dengan cepat Tasya menyambar botol air mineral dari tangan Ragi dan meneguknya penuh nafsu. Ragi terkekeh melihat Tasya yang seperti itu.
"Bagi air" kata Tasya sambil menyodorkan botolnya yang telah kosong kepada Ragi. Tasya tersenyum lalu berjalan mendahului Ragi
"Gak mau bilang makasih nih?" Ragi menyejajarkan laangkahnya dengan Tasya
"Ntar aja bilang makasihnya kalo udah nyampe rumah"
"Ribet amat, bilang aja lo mau nebeng pulang"
"Itu tau" Tasya tertawa.
Mereka pun berjalan menuju kantin dan membicarakan banyak hal. Sesekali mereka bertegur sapa dengan siswa siswi yang dikenalnya.
Setelah sampai kantin mood Tasya hilang ketika retinanya menangkap sosok Firman yang juga tengah menatapnya. Ingin rasanya ia langsung berbalik dan tidak mempedulikan rasa haus dan laparnya. Namun bagaimana caranya ia berbalik ketika Firman sudah menangkap kehadirannya. Dengan terpaksa, Tasya melanjutkan langkahnya dan pura-pura tidak mengeta keberadaan Firman.
*****
Bel pulang telah berbunyi, merambat menyapa telinga dan memanggil kebahagiaan para siswa. Seketika riuh sorak sorai kebahagiaan siswa terdengar di seantero sekolah. Mereka bahagia karena akhirnya rutinitas mereka cukup untuk hari ini, saatnya mereka istirahat dan mempersiapkan otak untuk pembelajaran di hari esok dan hari berikutnya.
Tasya melongokkan kepalanya keluar jendela. Tak butuh waktu lama akhirnya ia menemukan seseorang yang dicarinya. Senyumnya merekah, matanya menyipit ketika melihat Ragi. Langsung saja ia berlari keluar kelas mengabaikan teriakan Asri dan Adel. Iya, tadi selagi di kantin, Tasya minta ditemenin Ragi ke toko buku untuk membeli novel dari penulis favoritnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchalatte
Teen Fiction#1 in Latte Dia adalah Matchalate yang membuatku kecanduan akan ketenangan yang dia berikan. Dia, milikku -Tasya Kamu tau apa ketakukan terbesar aku? Aku takut kehilangan kamu. Tapi disisi lain aku juga gak bisa khianatin tuhan aku -Rahagi