Suara pintu mengalihkan fokus Rima, Mama Tasya yang sedang menonton televisi. Rima baangkut melihat siapa yang membuka pintu itu. Ternyata Dana, suaminya dengan tak tau malu membawa Sarah selingkuhannya. Binar matanya berbeda saat menatap Sarah dan dirinya.
Ketika menatap sarah, binar mata itu sangat jelas terlihat walaupun dari jarak yang cukup jauh. Semua orang bisa melihat bahwa binar itu adalah binar kebahagiaan. Namun ketika menatap dirinya, binar itu hilang entah kemana menyisakan tatapan jengah dan tajam yang dapat menghunus siapapun yaang berani menatapnya.
Menurut Rima, bukan pemandangan aneh ketika melihat Dana bersama perempuan itu. Hatinya sudah biasa tersakiti ketika melihat hal ini. Namun yang membuat hatinya lebih sakit adalah Dana dengan tampang tak acuhnya membawa sarah ke rumahnya. Bagaimana jika Tasya pulang? Apakah ia tidak punya perasaan ingin menjaga perasaan anaknya?
Rima tak habis fikir bagaimana cara kerja otak Dana sehingga ia bisa-bisanya mengajak perempuan itu kerumahnya. Entah apa tujuannya, namun yang pasti Rima hancur. Entah harus bagaimana ia menata hatinya kembali. Kepercayaan itu selalu ia pupuk agar tidak mati. Kepercayaan bahwa suatu saat nanti Dana akan berubah, akan kembali mencintai dirinya dan Tasya. sampai detik ini, Rima rasa Dana semakin menjauh. Rasa percaya itu sudah menipis atau bahkan sudah hilang? Rima tidak mau tau. dosa apa yang dulu diperbuat Rima hingga Dana seperti ini.
Dana yang sedang tertawa bersama Sarah, menatap Rima. Tatapannya seketika berubah, menambah rasa sakit di hati Rima. Sebisa mungkin Rima menahan air matanya agar dia tidak terlihat lemah didepan Dana.
"Tasya belum pulang?" Kata Dana berbasa-basi
"Ngapain kamu bawa dia kesini mas?" Tanya Rima to the point
"Tuh kan mas, aku bilang juga apa. Aku gak seharusnya ikut kamu kesini" Sarah berbisik kepada Dana. Namun Rima masih bisa mendengar dengan jelas. Rima memalingkan wajahnya sambil tersenyum sinis
"Eheem.." Dana berdeham. "Kamu duduk aja dulu disitu ya, aku ada sesuatu yang harus diomongin sama Rima" Dana berbicara kepada Sarah dengan senyuman dan tatapan lembutnya. Dulu tatapan dan senyuman itu milik Rima, namun.. ah sudahlah. Terlalu sakit jika harus diceritakan.
"Rima, kita bicara di taman belakang" Dana berjalan mendahului Rima menuju taman belakang. Rima mengekor dibelakangnya, perasaan Rima sudah tidak enak. Terakhir kali mereka berbicara serius seperti ini, Rima ditampar Dana sampai sudut bibirnya robek daan mengeuarkan darah. Setelah sampai di taman belakang rumahnya, tanpa basa-basi Dana menyodorkan map dan pulpen.
"Ini, kamu harus tandatangani ini sekarang juga. Aku tidak punya banyak waktu" kata Dana dengan angkuhnya.
"I...ini berkas apa mas?" Tangan Rima bergetar menerima map berkas itu, jantungnya berdebar tak karuan. Fikirannya mengelana kemana-mana. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya. Rima duduk dikursi yang ada disana.
"Baca aja sendiri, saya yakin kamu pasti bisa baca" Dana bersidekap dada.
"Ini berkas perceraian mas?" Rima sudah tak bisa menahan air matanya lagi. Dari sorot matanya. Terlihat sekali jika Rima sangat terluka.
Dana memutar mata malas "tandatangan sekarang. Gaperlu nangis. Saya sudah lama tidak mencintai kamu. Harusnya kamu tau sia-sia saja kamu mempertahankan pernikahan kita kalau aku sudah nyaman bersama wanita lain" kata Dana dingin.
"Aku gamau mas, aku gamau" Rima berteriak. Dia berdiri lalu membuang berkas perceraian itu "mas, kamu mikir gak sih gimana perasaan Tasya kalau kita bercerai? Aku mempertahankan pernikahan kita karena aku gak sanggup melihat Tasya terluka atas perceraian kita" Rima sudah tak bisa menahan air matanya. Ia sudah tak sanggup menahan kepedihan ini sendiri. Ia ingin Dana tau bahwa dirinya sangat terluka. Ia berharap Dana bisa menunjukkan sedikut rasa simpatinya ketika melihat Rima hancurbl seperti ini. "Mas.. bilang sama klaku, apa yang aku gak punya yang dimiliki sama wanita itu? Jawab mas jawab aku!!!!!" Rima sudah tak bisa menahan emosinya lagi. Rupanya emosi Dana juga sudah terpancing, namun itu tak menggentarkan Rima sedikitpun. Ia rela jika harus mati untuk mempertahankan pernikahannya.
"Kamu mau tau, apa yang dimiliki Sarah yang tidak dimiliki kamu?" Dana maju selangkah, wajahnya merah padam menahan amarah. Dana membelai wajah Rima sambil tersenyum meremehkan. "Sarah memiliki seluruh cinta aku. Sarah memiliki aku. Dan aku cukup memiliku sarah untuj menjadi sumber kebahagiaan aku" Dana membanting wajah Rima kesamping. Rima sempoyongan mempertahankan keseimbangan tubuhnya. Ingin rasanya Rima tuli saat ini saja. Ia tidak sanggup mendengar ucapan Dana barusan. Hatinya sakit, sangat sakit.
Dana mengambil berkas itu dari lantai lalu meletakkannya di atas meja. Dana menarik tangan Rima dan memaksa untuk menandatangani surat perceraian itu.
"Nggak mas, aku gamau" Rima menghentakkan tangannya agar terlepas dari genggaman Dana dan itu berhasil.
"Kamu harus tandatangani ini sekarang juga!!! karena Sarah sedang mengandung anak aku!! Aku ingin menikahi Sarah secepatnya"
Tubuh Rima melemas. "A... Apa mas? Sarah hamil?" Suara Rima sangat lemah. Ia tidak percaya jika sudah tidak ada cinta sedikitpun dalam diri Dana untuknya hingga Dana menghamili Sarah. Plaaaak! Rima menampar pipi Dana pelan. Bukan tidak ingin Rima menampar dan meluapkan semua emosinya kepada Dana, namun ia tidak mampu. Tenaganya habis.
Tamparan Rima membuat api amarah didalam diri Dana semakin membesar.
"Berani-beraninya kamu!!!!" Plaaaak!!!! Dana menampar Rima. Rima tersungkur dilantai. Sarah yang mendengar pertengkaran itu langsung menyusul Dana ke taman belakang. Ia tidak mau Dana berbuat gegabah terhadap Rima. Rima bangkit sambil memegang pipinya yang kebas. Air matanya sudah tidak mengalir lagi. Mungkin air matanya sudah habis, atau air matanya tidak sudi keluar dan dilihat oleh Dana.
"Sampai kapanpun saya tidak akan pernah mau bercerai sama kamu" Rima menunjuk wajah Dana tepat didepan matanya. Hal itu semakin membuat Dana naik pitam.
"Lancang kamu!!!" Dana berteriak lalu memukul kepala Rima. Rima yang tidak siap menghindar teraungkur, dan kesadarannya hilang secara perlahan.
"Astaghfirullah, Mas apa yang kamu lakukan?" Sarah berteriak dari dalam
"Sudahlah ayo kita pergi, gaperlu pedulikan dia. Paling cuma pura-pura" Dana menarik tangan Sarah untuk pergi dari sana.
"Tapi mas, kita gabisa ninggalin Rima dalam keadaan seperti ini" kata Sarah
"Sudah, ayo pergi" Kesadaran Rima hilang sepenuhnya ketika bayangan Dana dan Sarah sudah tak tertangkap retinanya.
🥀
Voment nya ya nak😊
Peluk gereleng dari Mama🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchalatte
Teen Fiction#1 in Latte Dia adalah Matchalate yang membuatku kecanduan akan ketenangan yang dia berikan. Dia, milikku -Tasya Kamu tau apa ketakukan terbesar aku? Aku takut kehilangan kamu. Tapi disisi lain aku juga gak bisa khianatin tuhan aku -Rahagi