Ketika memasuki ruang persidangan, mata Rima menyapu seluruh ruangan. Gotcha! Ternyata bernar dugaannya, Sarah menemani Dana ke sidang perceraiannya. Begitupun dengan Tasya, ia berniat mencari keberadaan papanya. Namun yang dilihaatnya membuat Tasya bersusah payah menghirup oksigen.
'mengapa dia dan istri sialannya ada disini?' batin Tasya.
Ragi yang menyadari keganjalan pada mimik muka Tasya langsung menelusuri arah pandang Tasya. Pupilnya melebar, bukan fakta bahwa sam yang ada disini. melainkan Sarah yang dikira baik ternyata selingkuhan Dana. Pantas saja Sam ada disini, ia menemani ibu mertuanya untuk secara resmi menghancurkan rumah tangga orang tua Tasya. Mengapaa keluarga yang sama menyakiti keluarga yang sama pula?. Sungguh miris. Anak dan ibu sama saja.Tasya tak sadar, bahwa ia telah berhenti berjalan ketika melihat Sam. Telapak tangannya menghangat, Tasya menatap Ragi. Tenggorokannya tercekat, Tasya tidak tahu bagaimana ekspresinya saat ini. Ragi tersenyum lalu mengeratkan genggamannya.
"Ada aku" bisik Ragi yang sukses membuat aliran darahnya mengalir kembali, nafasnya lancar lagi. Ahh lagi-lagi Ragi membuat Tasya menjatuhkan hatinya lagi. Entah jatuh yang keberapa kali, namun yang pasti tasya rela jika ia jatuh sejatuh-jatuhnya pada Ragi.
Mereka pun duduk di kursi yang telah tersedia. Sempat beberapa kali Ragi menangkap Sam yang tengah memperhatikan Tasya dengan pandangan yang sulit diartikan. Ragi semakin memperjelas kedekatannya, tangannya tak pernah lepas dari tangan Tasya. Ketika Sam memperhatikan Tasya, dengan sengaja Ragi mengecup punggung tangan Tasya. Dan tindakannya berhasil memalingkan wajah Sam dari Tasya.
Tasya menatap Ragi. "Maafin aku"
"Maaf untuk?
"Padahal aku udah punya kamu, namun aku tak bisa mengelak. Hati aku sakit.." Tasya tercekat, pandangannya teralih pada Sam yang entah sejak kapan menatapnya juga. Dunianya serasa berputar seketika. Usapan Ragi pada pucuk kepalanya menyedot Tasya kembali ke dunia nyata. Tasya sudah siap mental untuj melanjutkan kalimatnya. Namun Ragi mengisyaratkannya untuk diam.
"Ssstt, aku ngerti. Aku tahu kamu sakit hati bukan karena melihat Sam dan istrinya. Namun karena kenangan yang Sam tinggalkan demi istrinya"
Tasya tak tahu lagi harus syukur seperti apa yang harus ia panjatkan kepada Allah atas hadirnya Ragi. Allah maha baik, telah mengirim Ragi kedalam hidupnya. Tasya sanagat bersyukur untuk itu. Mereka kembali menyimak sidang perceraian Rima dan Dana yang sedang berlangsung.
*****
Sidang telah selesai dengan keputusan sesuai harapan. Rima dan dana resmi bercerai. Rumah yang ditempati dan satu perusahaan menjadi milik Tasya. Apakah dengan begini Dana bisa dibilang baik? Tentu tidak. Rumah dan perusahaan tidak dapat mengembalikan kebahagiaan yang hilang di hati Rima dan Tasya. Rima namoak tegar, namun Tasya tau ada banyak air mata yang siap ditumpahkan dibalik mata Rima.
Ragi masih tetap menggandeng tangan Tasya, Rima menyadari itu.b ahkan Rima menyadari perasaan keduanya. Rima sedikit khawatir pada putrinya, Ia tidak rela jika putri semata wayangnya mengorbankan iman demi cintanya pada Ragi. Rima tidak tega jika harus memutus cinta keduanya. Namun ia tidak bisa diam saja, sebelum semuanya terlanjur jauh.
Mereka memasuki mobil Ragi. Mobil melaju, namun pandangan Tasya masih terpaku pada satu titik. Sam tengan menatapnya dari seberang sana. Hingga mobil yang ditumpanginya berbelok, menelan bayangan Sam, Tasya masih melihat keluar kaca. Sesekali mereka bicara hingga sampai di rumah Tasya
"Mampir dulu, Gi", kata Rima
"Ntar aja deh tan, aku harus jemput mamah di gereja"
"Oh, iya. Makasih ya udah nemenin Tasya. Salam buat mamahnya"
"Iya tan, sama-sama"
Tasya dan Rima keluar dari mobil. Setelah pamit, Ragi langsung pergi meninggalkan halaman rumah Tasya. Mereka pun masuk kedalam rumah.
Entah sudah berapa jam Tasya tertidur. Ia merasa kepalanya sangat berat, tanda bahwa ia tertidur cukup lama. Tasya bangkit lalu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Setelah dirasa segar, ia turun kebawah.
"Baru aja mama mau bangunin kamu"
"Hmm" Tasya berjalan mengambil gelas dan mengisinya dengan air dingin. Diteguknya air itu hingga dahaganya hilang. Tanoa banyak bicara, Tasya mengikuti perintah mamanya untuk makan. Setelah Tasya menghabiskan makanannya, Rima berdeham untuk memulai percakapan.
"Tasya, kamu pacaran sama Ragi?"
"Hah? Hmm iya mah" Rima mengangguk, nampak berfikir untuk mengucapkan kalimatnya.
"Hmm Tasya kamu tahu kan, kalo kalian itu gak bisa bersama" Tasya tampak menggigit bibir bawahnya, jantungnya sudah berdentum tak karuan. Ia tahu apa yang akan diucapkan mamanya
"Tahu mah, Tasya sangat tahu. Tapi Tasya udah terlanjur sayang sama Ragi. Tasya udah terlanjur bergantung pada Ragi. Karena hanya Ragi yang ngerti dan sayang sama Tasya. Nggak seperti papa ataupun Sam" mati-matian Tasya menahan air matanya jatuh, namun air matanya mendustai. Ia jatuh meluncur begitu saja walau sipemilik tak rela
"Sayang, mumpung belum terlalu jauh. Masa depan kalian masih panjang. Mama yakin kalian akan mendapat pasangan yang lebih baik di kemudian hari" Rima memeluk Tasya, membiarkan putrinya menumpahkan segala kesakitannya.
"Tapi mah, gak ada orang yang seperti Ragi"
"Percaya sama Allah"
Tasya bangkit, menatap lekat ke manik mata mamanya "mama tolong ngertiin perasaan Tasya, kali ini aja" air matanya semakin deras mengalir
"Mama ngerti, sayang. Sekarang kamu sudah begini, gimana kalau hubungaan kalian sudah jauh? Kamu mau menghancurkan diri kamu seperti apa lagi? Semuanya sudah jelas, kaamu tau bagaimana kalian kedepannya. Kalian hanya akan saling menyakiti".
"Maaa, Tasya gak bisa ninggalin Ragi"
"Pelan-pelan, sayang. Bertahap, kamu pasti bisa"
Meski berat hati, Tasya membenarkan perkataan Rima. Ia belum siap meninggalkan Ragi. Sampai kapanpun ia tak akan siap.
Ragi, mengapa kita berbeda? Mengapa harus kita yang punya kisah seperti ini? Tak bisakah kita bersama seperti yang kita mau? Bukankah tuhan telah jahat menakdirkan semua ini padaku?
Tanpa Tasya tahu, sebenarnya Rima sudah mengatakan ini pada Ragi tadi sebelum berangkat ke pengadilan. Dan Ragi juga menunjukkan reaksi keberatannya seperti Tasya. Ketika ditanya apakah Ragi rela meninggalkan tuhannya demi tasya, Ragi menjawab "tante, aku memang mencintai Tasya, tapi aku gak bisa khianatin tuhan aku. Tapi aku juga gak bisa ninggalin Tasya" kalimat itu meyakinkan Rima bahwa mereka memang harus berpisah.
🥀
Voment nya ya nak😊
Peluk gereleng dari Mama🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchalatte
Teen Fiction#1 in Latte Dia adalah Matchalate yang membuatku kecanduan akan ketenangan yang dia berikan. Dia, milikku -Tasya Kamu tau apa ketakukan terbesar aku? Aku takut kehilangan kamu. Tapi disisi lain aku juga gak bisa khianatin tuhan aku -Rahagi