Sudah dua hari Rima keluar dari rumah sakit. Keadaannya sudah jauh lebih baik, memar di wajahnya pun sudah menghilang. Namun luka dihatinya siapa yang tau? Apakah sudah hilang seperti memar di wajahnya, atau masih menganga menunggu si pelipur lara?
Sejak keadaan Rima sudah terlihat lebih baik, Tasya membujuk Rima untuk bercerai dengan Dana. Namun Rima tetap dengan pendiriannya, dia tidak akan pernah mau bercerai dengan Dana.
Sinar surya menelusup melalui tirai jendela, berusaha membangunkan Tasya dengan belaian hangatnya.
"Nggg" Tasya mengerang ketika belaian hangat menyentuh kulitnya. Hari ini hari minggu, jadi Tasya bisa berlama-lama bercumbu dengan bantalnya. Namun entah dorongan malaikat mana, Tasya bangkit dari tidurnya. 11.00. itu yang ditunjukan jam digital diatas nakasnya. "Anjiiir udah jam segini aja" Tasya bangkit lalu keluar dari kamarnya.
"Yaampun anak gadis jam segini baru bangun" kata Rima
"Emang kenapa ma?" Tasya mencomot gorengan hangat di tangan Rima
"Yaa gakpapa sih, tapi kamu tadi solat subuh kan?"
"Solat ko mah, abis solat tidur lagi" Tasya nyengir
"Sekali-kali kamu bantuin mama masak, sambil belajar masak sekalian"
"Tasya gak janji deh" Tasya ingin mengambil gorengan lagi, namun mamanya dengan cepat menjauhkan gorengan dari tangan Tasya. "Ihhh mamaa Tasya kan mau gorengannya" puppy eyes Tasya tak mampu membuat Rima luluh dan menyerahkan gorengannya begitu saja. Mata Rima menyipit memperhatikan wajah Tasya.
"Ya allah, punya anak satu-satunya jorok amat" suara Rima menggelegar mengisi seluruh tempat kosong dirumahnya.
"Kamu belum cuci muka yaaa" semakin menjauhkan gorengannya
Tasya bercermin di sendok yang ada dimeja. "Emang keliatan banget yaa, yaudalah ma, gapapa ini. Malah enak ada tambahan rasa asin gurih gurih gitu" Tasya semakin gencar melancarkan serangannya kepada Rima demi sebuah gorengan.Dengan lihai Rima berlari menuju ruang keluarga sambil membawa gorengan teraebut. Tasya tak mau kalah, ia pun berlari menyusul mamanya. Ketika keduanya tengah berebutan, bel berbunyi. Seketika mereka menghentikan aksinya. Tasya berhasil merebut gorengan itu dan langsung duduk melahapnya.
Rima membuka pintu "ehh, Ragi mari masuk" Rima tersenyum ramah
"Iya Tan, makasih. Tasya nya ada?"
"Ada tuh lagi nonton tv kayanya" Ragi mengangguk tanda mengiyakan, lalu berjalan menuju ruang keluarga.
Tasya merasakan sensasi dingin menyentuh pipinya dan bau yang sangat Tasya sukai. Bau Matchalatte. Tasya berbalik, kalau Ragi tidak salah tebak raut wajah Tasya sedikit... Kecewa. Mungkin."Gue kira Sammi" Tasya merebut Matchalatte dari tangan Ragi
"Waah, sakit hati abang. abang yang datang ko orang lain yang di harapin" Ragi memasang wajah paling terdzolimi miliknya. "Kenapa lo sesayang itu sih sama Sammi?" Tasya merasakan sofanya bergerak ketika Ragi duduk disampingnya
Tasya tidak langsung menjawab. Ia butuh waktu beberapa detik lagi untuk menikmati ketenangan yang disuguhkan Matchalatte."Itu dulu. sekarang.." Tasya terlihat sedikit berfikir "gue gatau. Gue paling benci sama pengkhianat. Gue paling benci di bohongin"
Deg. Pupil Ragi sedikit membesar karena kaget 'apa jangan-jangan Tasya udah tau?'
Tasya menyandarkan tubuhnya di sofa, pandangannya menerawang. Ragi memperhatikan Tasya dari samping."E.. emang apa yang udah Sam lakuin?" Ragi berusaha menutupi rasa penasarannya
"Gue juga gatau sebenarnya gimana. Tapi gue pernah liat dia jalan sama cewe"
"Lo positif thinking aja deh. Siapa tau itu sodaranya" setelah ada jeda cukup lama, akhirnya Ragi membuka suara
"Temenin gue yuu"
"Kemana?"
"Gue juga gatau sih, bete aja gaada kegiatan berarti hari ini"
"Yaudah, tapi gue belom mandi" jawab Tasya polos
"Astaga, gue ampe ganyadar dari tadi, ternyata lo belum mandi" Ragi mendramatisir keadaan dengan ekspresi wajah nya
"Gue masih cantik yaa, ampe lo gabisa bedain gue udah mandi apa belum" tasya tertawa
"Emmm.. gue jujur sih" Ragi memegang dagu sambil mengamati Tasya dari pucuk kepala hingga ujung tumit "lo kaya orang gak mandi sepanjang abad" Tasya melotot mendengar jawaban Ragi. Genggaman tangannya di bantal sofa semakin erat. Ragi tau apa yang akan dilakukan Tasya. Langsung saja ia berlari ke kamar Tasya yang ada di atas. Baru saja ia menginjakan kakinya di tangga pertama, Tasya melemparkan bantal itu dengan kekuatan penuh. Tapi sayangnya, bukan Ragi namanya jika tidak pandai menghindar.
Sudah tiga puluh menit Ragi menunggu tasya sambil tiduran di ranjang Tasya. Dia harusnya sadar, menunggu itu membosankan. Nunggu Tasya mandi aja lamanya minta ampun, apalagi nunggu Tasya peka akan perasaannya. Bisa bisa dia jadi batu seperti Malin Kundang. Oke, itu berlebihan.
Hampir saja Ragi terjerat lelap. Untung saja Tasya memanggilnya, ternyata dia sudah siap. Mereka pun pamitan kepada Rima dan berangkat entah kemana.
Karena mereka tidak punya tujuan pasti, mereka memilih taman kota sebagai tempat nongkrongnya kali ini Mereka duduk di kursi yang ada dibawah pohon pinggir danau."Makan ice cream enak kali yaa, cocok juga cuacanya cerah gini"
"Dasar cewe bisa aja ngodenya. Apa susahnya sih bilang gini Ragi, gue mau ice cream nih. Mau gue beliin gak?" Dengan suara yang di mirip-mirip seorang perempuan
"Hehe, ujungnya gaenak banget gi" Tasya mebrengut. Ragi terkekeh geli dibuatnya
"Lo mau ice cream? Bentar deh gue beliin" Ragi beranjak menuju penjual ice cream yang tak jaau dari tempatnya duduk. Tak lama kemudian, ia kembali.
"Nih" Ragi menyodorkan ice cream rasa matcha pada Tasya.
"Makasih Ragiii" tersenyum
"Tas, tau nggak?"
"Apaan?" Tasya yang sedang asyik memakan ice cream menoleh.
"Setiap gue makan ice cream gue selalu ingat lo"
"Kenapa?" Tasya mengernyit
"Karena ice cream ini dingin tapi tetap manis, kaya lo"
Hati Tasya membuncah bahagia mendengar penuturan Ragi. Pipinya merona dan senyumnya terkembang tanpa bisa Tasya tahan.
"Lah kapan gue dingin sama lo?" Tasya terkekeh menyembunyikan ronanya
"Ketika lo kecebur got sambil makan permen" Ragi menoleh dengan wajah tengilnya
"Ragi tai" Tasya mencolek ice cream nya lalu mencoret wajah Ragi dengan ice cream itu
"Ragi, lo kaya ice cream deh. Dingin tapi tetap manis" Tasya tertawa sangat puas karena bisa membalikkan kata-kata Ragi.
mereka bersama tawa. Dinaungi pekatnya biru, hingga mereka tidak sadar bahwa sang surya tertelan malam.
Semesta berharap takdir tidak akan mempermainkan keduanya di masa depan nanti.🥀
Voment nya ya nak😊
Peluk gereleng dari Mama🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchalatte
Teen Fiction#1 in Latte Dia adalah Matchalate yang membuatku kecanduan akan ketenangan yang dia berikan. Dia, milikku -Tasya Kamu tau apa ketakukan terbesar aku? Aku takut kehilangan kamu. Tapi disisi lain aku juga gak bisa khianatin tuhan aku -Rahagi