Latte 25 - TAMAT

330 15 5
                                    

Jemarinya bergetar, jantungnya berdetak cepat tak beraturan. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya. Tasya menghembuskan napas berat, perasaannya tak menentu. antara siap dan tak siap ia beranikan diri membuka amplop hasil labnya kemarin. Matanya berdampingan dengan rasa gelisah menyusuri setiap huruf di kertas tersebut. Hingga sampai dikesimpulan akhir, air matanya luruh. Perasaannya lega, namun dilema ketika mengetahui jantung Dana cocok dengan miliknya.

Suara pulpen jatuh mengembalikan kesadarannya. Tasya membungkuk, mengambil pulpen jatuh itu dan segera menyelesaikan tulisannya. Dengan berat hati, Tasya melipat suratnya lalu dimasukkan kedalam amplop yang sudah digoreskan nama si penerima.

Tasya meletakkan tiga amplop di atas meja belajarnya. Ia menghela nafas kasar sekali lagi. Lalu melangkah menuju kursi yang tak jauh dari tempatnya. Setelah beberapa saat, suara kursi bedebam bergema diseluruh penjuru kamar.

Berbagai kenangan indah Tasya dengan orang-orang yang kemungkinan akan ditinggalkannya berkelebatan, seakan mengingatkan Tasya bahwa ada banyak orang yang akan kehilangannya. akan ada banyak orang yang menangisi kepergiannya.

Berbagai macam tawa mengisi inderanya, seakan mengingatkan Tasya, bahwa hidupnya sudah cukup bahagia untuk dilanjutkan. Namun Tasya adalah Tasya dengan segala keras kepalanya. Ia menikmati setiap jerit rintih tubuhnya, menikmati setiap detik nafas terakhirnya. Tasya tersenyum, memanipulasi sesak dan rasa sakit yang dirasanya


*****

Ragi bergerak gelisah ditempatnya. Bakso yang dipesannya pun belum tersentuh sejak tadi. Pemikirannya melanglang buana ke berbagai penjuru ruang ingatan. Perasaannya sangat gelisah tanpa sebab yang diketahuinya. Ragi menyisir rambut kasar, ia beranjak dari duduknya.

"Ehhh Ragi mau kemana lu? Baksonya belum dimakan juga," cerocos Asri

"Tau dah, makan aja sono udah gua bayar!" tanpa menunggu reaksi Asri, Ragi berbalik melanjutkan jalannya. Tak perlu ditunggu pun Ragi sudah tahu bagaimana reaksi Asri. Asri akan langsung excited dan melahap baksonya tanpa peduli orang disekitarnya.

Sejak kemarin, Tasya tidak membalas pesan yang Ragi kirimkan. Bahkan dibaca pun tidak. Apalagi hari ini Tasya tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas. Ragi sudah menghubungi Sanita, namun nyatanya Tasya tidak ada jadwal photoshot hari ini.

'Apa dia sakit?' batin Ragi

Tanpa terasa Ragi sudah sampai dikelasnya. Ia pun duduk dan bermain game untuk sekedar mengalihkan fikirannya. Bel berbunyi, dan dia menjalani rutinitas nya sebagai siswa sampai bel pulang berdentang.

Tiiiiiiiiiiid!! Suara klakson bersahutan menyadarkan Ragi bahwa ia menjadi penyebab kemacetan dijalan. Lampu sudah berubah hijau, tapi Ragi masih setia dengan kegelisahannya.
Ragi menarik gasnya, setelah mengucap maaf kepada beberapa pengendara yang bersikap berlebihan. Ragi berbelok, menuju arah rumah Tasya. Bagaimanapun, ia kenal Tasya dari dulu. Bukan sehari dua hari sebelum akhirnya memutuskan untuk berpacaran. Walaupun sekarang status pacarannya sudah berakhir, bukan berarti hubungan mereka yang dulu ikut berakhir.

Ragi membuka helmnya, lalu berjalan dan mengetuk pintu rumah Tasya. Suasananya sangat sepi. Seperti tak ada orang yang menghuni. Ragi menelepon Tasya, deringnya terdengar namun Tasya tak menjawabnya.

'Mungkin Tasya lagi tidur' batin Ragi

Ragi mendorong pintu itu, ternyata tak dikunci. Langsung saja ia masuk daan mencari keberadaan Tasya.

MatchalatteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang