- AZ 6 -

15.7K 658 17
                                    

Pertemuan yang tak diduga ini, tak membuatku berprasangka dia adalah jodohku. Karena aku telah menyerahkan semua pada kehendak Allah.

-MAS-

✿✿✿

Amar keluar dari kamarnya, menuju ruang makan untuk bergabung dengan orangtuanya yang sudah menunggu. Sesampainya di sana, Amar langsung duduk di sebelah kiri Ayahnya yang berada di ujung meja. Sedangkan Bundanya sedang menyiapkan makanan ke atas meja.

"Kamu tumben pulang habis isya, Am? Banyak kerjaan ya di kantor?" tanya Bunda sambil mengambilkan makanan untuk suaminya dan juga sang anak.

"Enggak, Bun. Amar gak ke kantor tadi. Amar tadi ngajar, urusan kantor Amar percayakan sama Irsyad. Amar selesai ngajar agak sorean, dari kampus langsung ke rumah sakit," jelas Amar.

Ayah dan Bunda mengerenyitkan dahi saat merasa ada yang janggal dengan penjelasan lelaki itu.

"Rumah sakit? Siapa yang sakit, Am? Atau kamu yang sakit? Bunda kan udah sering bilang, jangan terlalu memforsir tenaga. Sekarang jadi gini kan kamu sakit," dumel Bunda yang merasa khawatir dengan putranya itu.

Ayah menatap Bunda dengan alis terangkat sebelah lalu berkata, "Bunda jangan nebak dulu, dengarkan Amar dulu."

Amar terkekeh sejenak lalu kembali menjelaskan, "bukan Bunda, Amar alhamdulillah sehat. Amar ke rumah sakit itu menjenguk kakeknya Bang Thariq, senior Amar di kampus dulu. Ayah sama Bunda ingatkan? Jadi tadi saat Amar sudah selesai mengajar tidak sengaja bertemu dengan Bang Thariq dan juga adiknya, lalu tak lama kami mengobrol adiknya mendapat kabar jika kakek mereka di opname lagi."

"Innalilahi, iya iya Ayah inget Thariq. Lalu bagaimana keadaan beliau?" tanya Ayah. "Alhamdulilah sudah mendingan, Yah. Tapi memang harus dirawat inap dulu," jawab Amar.

"Ya sudah, besok Bunda sama Ayah ingin jenguk Kakeknya Thariq. Sekarang kita makan dulu," ujar Bunda yang diangguki oleh kedua pria tersebut.

✿✿✿

"Ra, siap-siap kita makan di luar aja," seru Thariq saat melewati Zahra yang sedang duduk di sofa ruang tamu sambil membaca Al-Qur'an kecil di tangannya.

"Loh, gak makan di rumah aja A? Ara bisa masakin kok," ucap gadis itu heran. "Tadi kata Umi, bahan makanan udah habis. Kalo mau beli bahan cuma buat kita, nanti nanggung. Jadi, besok aja sekalian belanja bulanan. Nah, malam ini kita makan di luar dulu," jelas Thariq.

Mulut Zahra membulat saat mendengarnya, lalu bergegas naik ke kamarnya untuk bersiap-siap.

Beberapa belas menit kemudian, gadis itu telah menggunakan gamis sederhana berwarna navy dengan pashmina panjang berwarna abu-abu tak lupa cadar berwarna senada dengan hijabnya.

Saat turun, Zahra sudah melihat Thariq yang sedang memainkan handphone di sofa tempat ia duduk tadi. Kakaknya itu telah selesai lebih dulu.

"Ayo A, takut ntar kemaleman." Thariq yang mendengar suara Zahra mendongak dan mengangguk sambil memasukkan handphonenya ke dalam saku celananya.

✿✿✿

Zahra mengitari pandangannya saat memasuki restoran sederhana untuk mencari kakaknya. Tadi saat ia dan Thariq sudah sampai dan berjalan masuk, tiba-tiba saja Zahra mengatakan jika handphonenya tertinggal di mobil. Maka jadilah ia membiarkan Thariq masuk terlebih dahulu.

Saat menoleh lagi ke sebelah kanan, Zahra melihat Thariq yang melambai padanya. Ia melihat kakaknya itu tidak sendirian, tapi bersama tiga orang lainnya.

"Assalamualaikum," salam Zahra saat sudah sampai di tempat Thariq, keempat orang yang ada di sana langsung menjawab salamnya.

Zahra terpaku sebentar saat melihat ternyata ada Amar di sini sebelum ucapan Thariq menyadarkannya. "Ra, kita gak papa gabung sama Amar dan kakaknya kan?" tanya Thariq.

"Gak papa A," jawab Zahra seraya melemparkan senyuman pada Thariq. Setelah itu, ia duduk di antara Thariq dan Amar karena bentuk meja yang melingkar dan Zahra tak ada pilihan lain.

"Masyaallah, jadi ini yang namanya Zahra, Riq?" tanya wanita dengan perut buncit yang duduk di sebelah kiri Amar pada Thariq.

"Iya Teh, ini adik perempuanku satu-satunya." Terlihat mata Zahra yang mengecil saat menatap wanita tersebut, gadis itu tersenyum.

"Subhanallah. Meskipun pake cadar, Teteh bisa rasain aura kecantikan kamu loh. Oh iya, kenalkan nama Teteh Aisyah buat kamu bebas mau panggil apa aja," ujar Aisyah membuat Zahra dan yang lain terkekeh.

"Ini suami Teteh, Mas Fikri," lanjutnya sambil menyentuh lengan pria yang mengangguk di sebelah kiri Aisyah.

Zahra membalas anggukan suami Aisyah dengan menangkupkan tangannya. "Alhamdullilah, makasih Teh. Aku Zahra. Teteh bisa panggil Ara, tapi kalo Teteh mau panggil yang lain juga boleh," sahut Zahra dengan nada jenaka membuat Aisyah terkikik geli.

Aisyah mengelus perutnya sambil menyenggol lengan Amar membuat lelaki itu memasang raut bertanya. "Kalo Teteh manggilnya cadipar, gimana?" Zahra mengernyitkan dahinya bingung.

"Cadipar apa Teh?" tanya Thariq. Aisyah tersenyum penuh arti seraya menatap bergantian antara Amar dan Zahra.

"Calon adik ipar."

Uhuk!

Seketika perhatian beralih pada Amar yang baru saja batuk entah karena apa. "Kamu kenapa, Am?" tanya Fikri pada adik iparnya itu.

Setelah batuknya mereda setelah disodorkan air oleh Zahra yang memang dekat dengannya, Amar menatap Aisyah jengkel.

"Gak papa, Kang."

✿✿✿

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Maaf ya, aku lama banget mau updatenya :( malahan dalam bulan Ramadhan kemaren aku gak ada updated, sorry banget ya.

Meskipun telat ngucapinnya aku mau ngucapin buat pembaca AMZAH, "MINAL AIDZIN WALFAIDZIN, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN"
Maap kalo aku sebagai author banyak salah, namanya juga human:)

Jadi gimana part kali ini? Mau komentar? So atuh:)

Don't forget to vote and comment, owh one more again don't forget to share my story for your friends♡

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh♕

AMZAH [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang