Tidak ada yang tahu, kedepannya seperti apa. Biarkan skenario berjalan seperti yang sudah dituliskan, dan perankanlah dengan baik lakon yang diberikan.
- nja -
✿✿✿
Dua hari setelah dari rumah Naura, baik Fitri dan yang lainnya tidak berhasil menemukan informasi tentang wanita itu.
Padahal di hari ia, Thariq, dan Hanif datang ke rumah Naura, mereka sangat yakin jika tidak ada tempat yang bisa didatanginya. Hal itu dikarenakan Zahra sempat mengatakan jika orang tua serta mertua Naura berada di luar kota.
Bahkan, esoknya Hanif dengan suka rela mengecek keadaan rumahnya. Tapi tetap saja, rumah dalam keadaan gelap serta suasana yang sepi. Akhirnya, untuk sekarang mereka hanya bisa berdoa semoga Naura serta calon bayinya baik-baik saja.
"Hah, bosen juga kalau nggak ada Zahra. Setiap ke kelas selalu sendiri," celetuk Fitri.
Saat ini, gadis itu sedang terduduk lesu di salah satu tempat jajanan di depan masjid yang tak jauh dari kampusnya.
"Zahra kemungkinan lusa udah pulang, soalnya keadaan dia udah mulai baikan juga. Aaaa, tapi tetep aja masih lama."
Lagi. Sambil menyeruput kemasan es teh yang dibelinya, Fitri kembali menggerutu dengan matanya yang berkeliaran melihat orang yang berlalu lalang.
Namun, detik berikutnya matanya terpaku pada satu titik. Tak butuh waktu lama untuk menyadari apa yang terjadi, dengan cepat Fitri merogoh uang yang ada di dalam tasnya.
"Mang, ini duitnya. Makasih ya."
Setelahnya dengan tergesa Fitri berjalan menuju ke jalan raya. Melihat kiri dan kanan dengan hati-hati, akhirnya Fatimah menyeberangi jalan dengan selamat.
Kembali ia mempercepat langkahnya setelah dirasa apa yang dilihatnya tadi sudah berada di depan mata. Dengan tergesa Fitri memasang badan di depan wanita muda dengan perut besar, lalu menatap dua pria yang menatap tajam kearahnya.
"Maaf ya, gak lihat yang kalian dorong-dorong ini wanita hamil? Apa kalian buta? Badan gede otak kecil. Siapa sih kalian?"
"Teh Fitri?"
Fitri menoleh ke belakangnya. Dia tersenyum lembut sambil mengelus kepala Naura yang sudah menatapnya dengan berkaca-kaca.
"Ya ampun, Nau. Kamu kemana aja? Aku, Zahra sama yang lainnya khawatir loh sama kamu," ujar Fitri sambil mengelus lengan Naura.
"Maaf, Teh. Maaf bikin semua khawatir."
Fitri menggelengkan kepalanya. Lalu kembali menoleh ke depan saat di rasa salah satu dari pria tadi menarik tote bagnya.
Dengan tampang seramnya, pria berkepala plontos berkata, "kamu jangan ikut campur! Ini urusan kami dengan dia."
Bukannya takut, Fitri malah merasa jengkel dengan kedua orang itu. "Sekali lagi maaf ya, Pak. Saya enggak takut sama kalian. Saya bisa saja teriak sekarang juga kalau kalian mau macem-macem sama kami."
✿✿✿
"Wa'alaikumussalam, Thariq? Ada apa sampai kamu datang ke sini?" tanya Hanif setelah mendapati Thariq yang duduk di bangku tunggu depan ruangannya.
"Bang Hanif, aku mau minta tolong perihal sesuatu pada Abang!"
Hanif sedikit heran saat melihat raut khawatir dari wajah saudaranya itu. Mencoba memahami situasi Thariq, Hanif akhirnya mempersilakannya untuk masuk terlebih dahulu.
Setelahnya, Thariq menjelaskan maksud dari kedatangan dan permintaannya.
"Jadi, Zahra baru memberitahu jika Naura sempat mengirimkan pesan padanya dua hari yang lalu?" tanya Hanif memastikan.
"Iya, Bang. Zahra terlihat gelisah sebelum menceritakan ini, dia bilang jika Naura saat ini tidak ingin siapa pun tahu tentangnya. Hanya saja, tadi pagi tiba-tiba Zahra merasa gelisah lalu menceritakan yabg sebenarnya padaku."
Hanif menghela nafas pendek. Otaknya mulai bekerja, memutar ingatan tepat setelah Zahra berhasil ditemukan.
"Aku rasa, Naura sedang menenangkan diri. Dengan keadaan hamil besar, ini bisa saja menjadi resiko untuk kondisi calon bayinya. Aku yakin, dia saat ini sedang berada di tempat ia rasa aman. Kamu tenang saja, kita akan menemukan Naura dan menuntaskan masalah ini. Jujur saja, dari awal merasa ada yang menjanggal."
Thariq hanya bisa menuruti nasihat Hanif. Sebelumnya ia juga meminta bantuan pada Farid untuk memberikan ia kabar jika ada informasi mengenai keberadaan Naura.
✿✿✿
Fatimah menatap cemas pada Yusuf. Hal itu karena saat ini, suaminya itu memasang wajah marah yang sepertinya akan segera meledak.
Beberapa waktu lalu, ajudan kepercayaan Yusuf datang dengan membawakan sebuah berkas. Awalnya tidak ada perubahan dari raut wajah suaminya itu, namun beberapa saat setelah membaca lebih lanjut wajah Yusuf terlihat menahan emosi yang bisa saja tiba-tiba meledak.
"A?" Fatimah memanggil Yusuf seraya meraih lengan tegap suaminya. Bahkan tubuh Yusuf sampai bergetar menahan amarah.
"Sayang."
Berat dan dingin. Fatimah merinding mendengar suara Yusuf, terbukti dengan jantungnya yang mulai berdetak kencang.
"Maaf, aku benar-benar minta maaf untuk kali ini. Maaf, aku tidak bisa lagi menahan kesabaranku untuk pria bajingan seperti dia."
Fatimah mengerti. Ia tahu maksud ucapan suaminya itu. Perlahan, kedua tangannya meraih wajah tampan suaminya lalu menyentuhkan kening mereka.
"Tidak apa-apa, A. Seharusnya di sini aku yang minta maaf. Maaf."
Yusuf menggelengkan kepalanya. Tanpa berucap, direngkuhnya tubuh istri tersayangnya tersebut. Ia masih harus mengontrol emosinya. Demi keluarganya, demi istri tercintanya, dan juga demi buah hati mereka.
✿✿✿
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabaratuh semuaaa!!
AMZAH double update nih, gimana untuk chapter 22 ini?
Satu kata dong!
Jangan lupa juga vote dan komen🦋❤️See you next chapter yaa!!
Wassalamu'alaikum.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMZAH [Selesai]
Spiritualcr cover from pinterest : cover story (@covermy002) & watermelon_ (@iniristiani259) ______________________________________ Ini kisah sederhana dari seorang gadis bernama Zahra Amiera Firdausi. Setelah berusaha melupakan kenangan pahit masa lalu, Zah...