- AZ 19 -

8.8K 376 3
                                    

IKLAN DIKIT!

HAI GUYS, JANGAN LUPA IKUTAN PO NOVEL BENUA YA. BAWA BENUA DI PELUKAN KALIAN❤️

______________________________________________

Kuingin bahagia yang sederhana, bersama-Nya dan mereka yang menyayangiku.

-ZAF-

✿✿✿

Sudah lebih dari 7 jam Zahra tidak sadarkan diri dan masih terbaring di brankar rumah sakit. Semalam, setelah dokter Wanda selesai memeriksa Zahra, ia mengatakan jika Zahra mengalami panic attack setelah semua kejadian yang dialaminya hari itu. Oleh karenanya, fisik Zahra menjadi lemah dan berakhir tak sadarkan diri.

Fitri yang baru saja sampai di rumah sakit jam 6 pagi tadi, tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Jika saja tak memikirkan umi Maryam yang saat ini sangat dijaga kondisi mentalnya, Fitri ingin sekali menumpahkan rasa khawatirnya dengan menangis.

Dengan lembut, Fitri merangkul umi Maryam yang sejak tadi terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an serta sholawat di samping brankar Zahra.

"Umi, kita sarapan dulu yuk! Biar Umi ada tenaga lagi, Fitri udah beli bubur nih." Fitri membujuk umi sahabatnya itu dengan lembut, sebab tadi Thariq sebelum pamit untuk pulang sebentar mengatakan jika uminya itu belum makan dari semalam.

"Umi belum lapar, Fit," balas umi dengan suara serak. Fitri menghela nafas pelan, jika dibiarkan yang ada umi Maryam nanti akan sakit.

Tak ingin menyerah dulu, Fitri kembali membujuk dengan lembut. "Umi, kalau Umi enggak mau makan, nanti pas Zahra sadar eh Umi malah sakit. Terus nanti Fitri yang diomelin Zahra, kan Fitri di sini jagain Zahra sama Umi. Emang mau Zahra yang baru sadar omelin Fitri yang baik dan imut ini?"

Melihat ekspresi Fitri yang seperti anak kecil saat mengatakan itu, membuat umi Maryam terkekeh. Akhirnya, setelah dibujuk dengan ocehan Fitri yang terkesan lucu umi Maryam mau makan dan bergantian dengan Fitri untuk duduk di sebelah Zahra.

"Hari ini kamu engga ada kelas, Fit?" tanya umi setelah menelan suapan terakhirnya. Fitri yang tadi asyik membacakan sholawat menoleh, lalu menggeleng. "Enggak, Mi. Kelas hari ini diganti jadi besok, soalnya dosen ada keperluan mendesak."

Umi hanya mengangguk paham. Fitri kembali menghadap Zahra. Namun, beberapa saat kemudian Fitri melihat mata Zahra yang terbuka perlahan. Hal itu membuat Fitri langsung memanggil umi Maryam yang sedang membereskan bekas sarapannya.

"Umi, Umiii. Ini Zahra sudah sadar." Hal itu membuat umi dengan cepat menghampiri putrinya tersebut.

"Nak? Ya Allah, Zahra sayang? Kamu udah sadar, Nak? Fit, tolong panggilin dokter Wanda ya."

Tanpa kata Fitri mengangguk dan bergegas keluar ruangan. Umi menangis haru akhirnya putri kesayangannya sadar juga.

✿✿✿

Abi Firdaus sengaja batuk kecil agar tidak tertawa, hal itu juga dilakukan oleh umi Maryam dan juga Fitri. Namun, berbeda dengan Thariq. Laki-laki itu tidak bisa menyembunyikan tawanya saat melihat Yusuf yang hanya bisa menghela nafas akan tingkah istrinya.

Fatimah yang sedang memeluk Zahra sambil sesegukan, menatap sang suami dengan mata sembabnya. Yusuf yang ditatap seperti itu hanya bisa tersenyum kaku, sebab tidak paham dengan mood istrinya yang sering berubah semenjak hamil.

Zahra terkekeh melihat interaksi kakak dan iparnya, sudah hampir 15 menit Fatimah memeluknya sejak ia datang. "Sayang, udah meluknya. Zahra baru sadar loh, ntar capek lagi gimana? Mending gantian meluk aku aja," bujuk Yusuf sambil menghampiri istrinya itu.

Tadi, setelah dokter Wanda memeriksa Zahra yang sudah sadar, Fitri langsung menghubungi Thariq setelah dimintai tolong oleh umi. Sedangkan umi, memberitahu abi yang memang sudah ada di rumah sakit.

Setelah abi dan Thariq tiba, tak berapa lama Yusuf dan Fatimah juga datang. Saat di jalan, Thariq mengabari kakak keduanya itu yang memang berniat ingin ke rumah sakit karena Fatimah tak sabar menjenguk Zahra.

"Tapi kan–" Ucapan Fatimah terpotong saat melihat Yusuf sudah membentangkan tangannya, yang mau tidak mau Fatimah pun beralih memeluk suaminya itu.

"Duh, panas. Uwu teruuss," celetuk Thariq membuat Yusuf mencibir. "Makanya, nikah. Udah mau tua juga, awas ntar diembat orang lain loh."

Thariq mendengus kesal. Umi, abi, dan Zahra tertawa melihat Thariq yang misuh-misuh setelah dicibir Yusuf, sesekali Zahra juga menoel Fitri yang sedari tadi berdiri di sebelah kiri brankarnya membuat gadis itu tersenyum malu dengan pipi yang sedikit merona.

"Umi, Abi, Abang, Aa, Kak Fatimah, Fitri, maaf ya Zahra jadi bikin khawatir sama keadaan Zahra."

Tiba-tiba Zahra bersuara. Umi yang mendengarnya menggeleng pelan. "Enggak papa, Nak. Zahra kan anak Umi sama Abi, jadi kenapa harus minta maaf? Kan emang harusnya orang tua khawatir kalau anak-anaknya kenapa-kenapa. Iya kan, Abi?"

Abi mengangguk membenarkan. "Umi benar, Ra. Malahan kadang-kadang Abi tanpa sadar khawatir sama Zahra, kan kamu anak perempuan Abi satu-satunya, adik perempuan satu-satunya bagi kakak-kakak kamu. Jadi, emang seharusnya kami khawatir. Enggak minta maaf!"

"Bener, tuh. Enggak usah deh kamu overthinking, Ra. Gak cocok sama kamu," sahut Thariq.

Mendengar itu Zahra tersenyum, seolah berterima kasih pada keluarga serta sahabatnya yang selalu menyayanginya.

Seakan sadar sesuatu, Zahra kembali bersuara. "Oh iya, Bang Yusuf lihat Naura enggak? Perempuan yang sama Zahra semalem itu loh, Bang. Dia kemana ya?" tanya Zahra yang tertuju pada Yusuf.

Mendapat pertanyaan itu, Yusuf menatap Thariq yang juga menatapnya. Ekspresi keduanya terlihat kaku seketika. Bingung akan menjawab seperti apa.

✿✿✿

Dari dalam mobilnya, Zidan memandangi rumah minimalis yang tak berada jauh dari posisinya sekarang. Baru saja ia mendapat kabar jika Zahra sudah sadarkan diri. Sekilas, kejadian semalam terlintas diotaknya. Sedikit menyesal karenanya, Zahra pingsan dan harus dibawa ke rumah sakit.

Menyampingkan keadaan Zahra sekarang, Zidan kembali fokus memandangi rumah yang semalam ia datangi karena di sana terdapat Zahra. Ya, laki-laki tersebut kembali mendatangi rumah Naura. Namun, rumah itu terlihat sepi.

"Apa memang suasananya sepi karena dia tinggal sendiri?" tanya Zidan pada dirinya sendiri.

Tak ingin membuang waktu lebih lama, Zidan memilih untuk melajukan mobilnya tepat ke depan halaman rumah Naura yang terlihat asri namun lengang.

Setelah keluar dari mobilnya, Zidan langsung melangkah ke depan pintu dan mengetuknya beberapa kali. Beberapa saat tak ada sahutan ataupun suara dari dalam, tapi saat Zidan ingin berbalik terdengar suara kunci yang dibuka.

"Dia ada di rumah?"

✿✿✿

Assalamualaikum warahmatullahi wabaratuh semuaaa!!

1 kata buat chapter ini (?)

Don't forget to vote and comment ❤️
Sekalian follow ig aku juga yuk @bcnsnja & @bcnsnja_

See you next chapter, wassalamu'alaikum 🦋

AMZAH [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang