- AZ 29 -

9.8K 367 8
                                    

Assalamu'alaikum semua.

Udah sebulan aja nih gak update, wkwk.
Akhirnya AMZAH bisa update lagi, meskipun untuk chapter selanjutnya enggak tahu kapan pasti bakal up hehehe.

Selamat membaca!

Selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Keputusasaan mengelilingi kesenduan yang menyisir masuk ke dalam duka. Meninggalkan segores tanda mewakili luka, karena kehilangan yang tiba-tiba.

- MAS -

✿✿✿

Firdaus, abi Zahra berusaha untuk menenangkan sang istri yang sedari tadi menangis sambil memanggil nama anak perempuannya tersebut. Ini dikarenakan sudah sejak sejam yang lalu, Zahra tidak kembali lagi setelah meminta izin untuk ke toilet sebentar.

Tentu saja dirinya khawatir bukan main. Ini sudah kedua kalinya Zahra menghilang. Sesaat setelah mendapat kabar itu, Firdaus yang syukurnya tidak ada jadwal untuk pasien hari ini dapat langsung menuju tempat sang istri.

Sesampainya di sana, ia menemukan istrinya dan calon besannya yang sudah mengeluarkan air mata. Dengan segera ia meminta Tia untuk menceritakan apa yang terjadi.

"Bahkan setelah Tia cek cctv, Zahra hanya terlihat saat masuk toilet. Tia juga coba cek lagi, siapa tahu Zahra memang belum keluar. Tapi, setelah Tia cek Zahra nggak ada. Tia juga minta tolong sama beberapa pegawai Tia untuk mencarinya di depan dan belakang butik, tapi maaf Om, Zahra nggak kelihatan."

Setelah mendengar penjelasan Tia, tiga paruh baya yang di sana hanya bisa terdiam. Bagaimanapun, mereka khawatir dengan keadaan Zahra.

"Abi!" "Umi!"

"Bunda!"

Yusuf, Thariq, dan Amar masuk bersamaan sambil memanggil orangtua masing-masing. Ekspresi ketiganya terpampang jelas kekhawatiran setelah mendapat kabar tak diinginkan.

"Abi, ba-bagaimana ini bisa terjadi? Apa Zahra masih belum kembali?" tanya Yusuf. Matanya bergetar saat melihat sang umi yang terisak menangis dalam pelukan abinya.

Kembali Firdaus menjelaskan dengan sabar pada ketiganya, persis seperti apa yang dijelaskan Tia, bunda Halimah, dan umi Maryam.

"Astagfirullahal'adzim. Kali ini cobaan seperti apa yang harus kami lewati?" lirih Thariq yang sudah lemas akibat pikirannya tak bisa diajak berpikir positif.

Amar hanya bungkam sambil menggenggam tangan bundanya. Ia mencoba untuk menenangkan, karena meskipun terlihat tegar, Amar tahu jika bundanya tersebut juga tak bisa menghiraukan kekhawatiran pada calon mantunya.

Namun, ia teringat akan kejadian di kantor sebelum dan sesudah ia mendapat kabar hilangnya Zahra.

✿✿✿

Setelah mendengar kabar dari umi tadi, Amar bergegas keluar dari ruangannya. Bahkan, ia tak menghiraukan panggilan Irsyad. Langkahnya cepat, tapi tak berlari. Amar tak ingin merepotkan diri karena menarik perhatian karyawannya.

Sesaat ia akan berbelok ke arah lift, langkahnya terhenti otomatis kala mendengar suara seseorang seperti sedang mengobrol.

"Aku tidak mau tahu, dia harus kamu jaga sebelum aku sampai. Jangan biarkan dia keluar kamar, aku tidak mau gagal lagi. Sekarang aku tidak peduli dengan keluarganya, aku hanya ingin meyakinkan dia dulu. Jadi, biarkan aku mengurus urusanku dengan Malik."

Itu Zidan. Amar melihat Zidan yang ternyata sedang bertelponan, tapi sepertinya suasana hatinya cukup tidak baik. Ia seperti terdesak oleh sesuatu sehingga membuatnya tergesa-gesa.

Lift terbuka. Tersadar dengan prioritasnya sekarang, Amar berjalan menuju lift dan sepertinya Zidan tidak menyadari keberadaannya. Tapi, lagi-lagi langkahnya terhenti. Hal itu dikarenakan, Zidan yang sudah memasuki lift tanpa memperhatikan sekitar mengatakan sesuatu.

"Tidak, Jack. Aku harus meyakinkannya terlebih dahulu. Jika sudah, aku dan Zahra pasti akan bersama. Tidak peduli orang-orang sekitarnya, aku hanya butuh dia."

Ting!

Lift tertutup, tanpa Amar yang masih mematung. Lelaki itu, baru saja merinding saat mendengar ucapan Zidan tadi.

Beristighfar dalam hati, Amar memejamkan matanya berusaha tenang. Seraya menggeleng pelan, Amar berdoa pada Allah, berharap apa yang ada dipikirannya ini tidaklah benar.

✿✿✿

Zidan merem mendadak saat sebuah mobil tiba-tiba memotong jalan mobilnya. Dalam hati, Zidan sudah melontarkan sumpah serapah. Saat ini, ia tak berniat sedikitpun untuk mencari masalah dengan orang.

Rahangnya mengeras menahan amarah. Dengan cepat, ia melepaskan sealbeatnya. Kemudia keluar mobil, menghampiri orang yang semakin membuatnya kesal.

Baru akan mengetuk kaca mobil bagian pengemudi, Zidan dikejutkan oleh sosok Malik yang berada di tempat pengemudi.

"Malik?" Zidan terheran. Ada urusan apa kakaknya itu berada di sini? Seingatnya, tak ada hal yang ia lakukan dalam waktu dekat ini untuk membuat Malik mendatanginya dengan wajah penuh emosi seperti sekarang.

Malik keluar mobil, lalu mendorong Zidan hingga mundur. Terlihat jelas kekesalan yang tersalur pada kerasnya dorongan tadi.

"Kamu benar-benar tidak tahu malu, Zidan. Bisa-bisanya kamu menculik Zahra lagi," ucap Malik tajam.

Ah, ternyata itu. Bukannya cemas karena ketahuan, Zidan malah terkekeh. "Lalu kenapa? Ini tidak ada urusannya denganmu, Malik."

Malik menggeleng tak habis pikir. "Menjijikkan, Zidan. Aku akui apa yang aku lakukan dulu memang jahat, tapi tidak lebih menjijikkan dari apa yang kamu lakukan pada Zahra. Dan itu, sudah dua kali. Gila kamu!"

Zidan terbahak menertawakan Malik, sedangkan yang ditertawakan masih menatap jijik padanya.

"Sudahlah, Malik. Lalu, kalau kamu tahu aku yang menculik Zahra, apa yang bisa kamu lakukan? Ingin menjadi pahlawan untuk perempuan yang sudah kamu permalukan? Hahaha, jangan bermimpi Malik. Sampai kapanpun, kamu akan menjadi sumber trauma Zahra," teriak Zidan.

Malik semakin geram. Dalam hati, ia berusaha untuk mengingat Allah supaya tidak melakukan hal yang lebih. Tapi, melihat tingkah Zidan yang semakin menjadi, membuatnya tak tahan.

Bugh!

Satu pukulan, mendarat di pipi kanan Zidan. Malik menatap datar, dan dengan suara berat ia berkata, "Wallahi, Zidan. Aku memang buruk, tapi bukan berarti aku membiarkan keluargaku menjadi buruk juga."

✿✿✿

Bah, bersambung!

Jangan lupa vote, komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian untuk chapter selanjutnya!

See you next chapter!

Wassalamu'alaikum.

AMZAH [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang