Berpura-pura menyakiti bukanlah pilihan yang kuinginkan, melainkan keadaan yang tak bisa aku hindarkan.
-Ys-
✿✿✿
"Beliau mengalami stres berat. Diharapkan agar calon ibu tidak terlalu memikirkan hal yang berat, karena hal itu bisa saja menjadi masalah untuk sang jabang bayi."
Kalimat itu terus terngiang di kepala Yusuf. Raut wajahnya tidak ada menggambarkan perasaan apa pun. Entah itu senang atau tidak, tetap datar dengan tatapan yang kosong.
Fatimah, istrinya yang saat ini terbaring di brankar rumah sakit yang ada di depannya, dikatakan ia sedang mengandung buah hati mereka berdua. Dan saat ini, usia kandungannya sekitar dua minggu.
Kembali teringat oleh Yusuf, hal yang mereka lakukan saat malam sebulan yang lalu. Ternyata hal itu menghasilkan keturunan mereka. Namun, ada rasa bersalah yang menjalar dalam hati Yusuf saat teringat waktu itu, sebelum terjadi hal itu ia sempat tak sadar berkata kasar pada sang istri.
Menghela nafas panjang, Yusuf meraih tangan Fatimah yang bebas infus. Sambil mengusap lembut punggung tangan sang istri, segaris senyuman tipis terukir di bibir laki-laki itu.
Beberapa saat keheningan masih melanda sebelum sebuah ketukan pintu serta salam terdengar oleh Yusuf. Seorang laki-laki yang lebih muda darinya masuk dengan parsel buah yang ada di tangannya.
"Assalamualaikum, Bang."
Raut wajah Yusuf samar terlihat mengeras sesaat sebelum membalas salam dan tersenyum pada laki-laki itu.
"Wa'alaikumussalam, Zid. Kamu datang juga."
✿✿✿
"Nanti bareng Fitri aja ya? Aa lagi di kantor kang Idris, ada urusan mendesak habis ini langsung ke rumah sakit. Jadi enggak bisa jemput Ara."
"Iya, enggak papa A. Bentar lagi jemputan Fitri dateng kok. Ini Ara sama Fitri lagi di depan fakultas, sekalian beli jajanan."
Setelah berbicara beberapa saat, panggilan dari Thariq akhirnya selesai. Zahra kembali menyimpan handphone miliknya ke dalam tas. Pandangannya beralih pada Fitri yang sedang memesan jajanan serta minuman di food truck yang ada di depan fakultas mereka.
"Gimana?" tanya Fitri setelah kembali sambil memberikan pesanan Zahra kepada pemiliknya.
"Makasih, Fit." Zahra mengambil bungkus jajanan dan minuman yang diberikan Fitri. "Ara nebeng ya? A Thariq lagi ada urusan sama kang Idris bentar habis itu langsung ke rumah sakit, kayaknya lagi urgent."
Fitri tentu tidak keberatan dengan permintaan Zahra. Keduanya memilih duduk di tempat duduk yang ada di bawah pohon rindang depan fakultas, seraya menunggu jemputan mereka.
"Ra, soal lamaran pak Amar kemarin, udah kamu pikirin?" Fitri memulai pembicaraan dengan bertanya setelah menelan makanannya.
Zahra yang sedang menyeruput minumannya, sedikit tersedak setelah mendapat pertanyaan itu. Ia dapat merasakan cadarnya sedikit basah karena minumannya sempat tersembur sedikit.
"Eh, loh, Ra? Enggak papa kan?" tanya Fitri khawatir. Refleks gadis itu meletakkan bungkus makanan dan minumannya ke samping, lalu menepuk pelan punggung Zahra.
"Enggak, enggak papa kok, Fit. Aku cuma kaget aja dikasih pertanyaan soal itu," jawab Zahra membuat Fitri menghela nafas lega.
Melihat wajah lega Fitri membuat Zahra terkekeh kecil di balik cadarnya tersebut. "Soal lamaran itu, aku masih minta petunjuk sama Allah, Fit. Aku masih meyakinkan baik batin dan fisikku. Jadi, kamu doakan yang terbaik ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AMZAH [Selesai]
Spiritualcr cover from pinterest : cover story (@covermy002) & watermelon_ (@iniristiani259) ______________________________________ Ini kisah sederhana dari seorang gadis bernama Zahra Amiera Firdausi. Setelah berusaha melupakan kenangan pahit masa lalu, Zah...