XIX

15 3 8
                                    

Valerie lagi-lagi merasakan bagaimana rasanya tersedot. Mereka semua terus meluncur sampai lorong portal mereka tiba-tiba berbelok ke kiri dengan tajam dan mereka pun mendarat di rumput hijau dengan keras. Valerie dan Tori mendarat lebih dulu. Disusul Nochtis, Nick, Allistor, Ares, Austin, dan Bevario. Praktis Valerie dan Tori tergencet di bawah. Allisor dan Ares langsung menyingkir dan menarik kedua Ace itu keluar.

"Ya ampun. Rasanya hampir mati tahu." Gerutu Valerie sambil merapikan roknya. "Sepertinya aku sakit pinggang deh." Allard memiringkan tubuhnya sambil mengerang. "Tunggu dulu, kita di mana?" Nick sadar terlebih dulu kalau mereka bukan di tempat semestinya mereka tuju.

Valerie memandang sekitar. Mereka ada di pekarangan sebuah rumah besar. Di depan mereka, berdirilah sebuah rumah besar dari batu yang halus bergaya gotik. Jendela-jendela lengkung maha besar berderet-deret. Pintu kayu hitam mewah berdiri dengan kokoh. Terdapat ukiran Spade, Heart, Diamond, dan Club di tiap tiang beranda. Namun, ukiran-ukiran itu tertutup lumut.

"Aku kan tadi sudah mengucapkannya keras-keras ke mana tempat tujuan kita. Kenapa malah kita ke sini?" Tori dengan berang menendang sebuah batu. Tiba-tiba terbukalah portal dan keluarlah tiga orang berbaju hijau.

"Apa-apaan ini? Apa yang terjadi?" Salah satu dari mereka bicara, dan suaranya sudah tidak asing. Ashley Bennet, berserta dua orang yang mengejar kru Valerie. "Oh yang benar saja, kenapa kalian ada di sini?" Allistor bersedekap dengan jengkel.

Ashley menautkan alisnya. "Tentu saja kami melompat masuk ke portal kalian. Memangnya aku bakal menyerah begitu saja?"

"Barangkali."

"Teman-teman," tegur Valerie, "kita harus keluar dari sini. Begini saja, biar mudah kita bagi kelompok untuk menyusuri rumah aneh ini. Tori dengan Ares, Nick dengan Allard, Bevario dengan Ashley, Austin dengan Nochtis, Denolin dengan eh siapa namamu?" Gadis berkuncir kuda menggunakan gaun berwarna hijau muda selutut memandangnya dari atas ke bawah sebelum ia menjawab, "Azura, Christina Azura. Ace Club. Kau pasti Valerie, Ace Spade." Valerie tersenyum canggung. "Ya, aku Ace Spade. Apa ada masalah?" Azura tertawa kecil, "Tidak, tidak ada masalah."

"Baiklah, Denolin dengan Azura, dan Allistor denganku."

"Roger! Ayo Nick gimana kalau kita masuk lewat jendela?"

"Oke, ayo!" Allard dan Nick segera berlari menuju samping kiri rumah besar itu dan menghilang di balik pepohonan.

"Aku agak enggan tapi mau gimana lagi. Ayo bocah mata tiga."

"Jangan panggil aku seperti itu, Gadis Hijau." Gerutu Bevario yang segera mengikuti Ashley. Tori dan Ares langsung menuju beranda depan rumah. Sementara yang lain berpencar, Allistor mengajak Valerie ke belakang rumah.

"Menurutmu ini rumah siapa?" tanya Valerie seraya melewati sungai kecil. "Jalan buntu, Vale. Tapi, aku punya firasat. Kamu lihat lambang di tiang beranda itu tidak?"

Valerie berusaha mengingat kembali. "Ada lambang Spade, Heart, Diamond, Club. Empat kerajaan. Kelihatannya ukiran itu sudah tua sekali."

"Tepat."

Valerie memandang Allistor tepat di mata. "Mungkinkah mereka? Tapi mereka sudah hilang lama sekali."

Allistor membantu Valerie melewati sebuah akar pohon besar dan sampailah mereka di belakang rumah, terhalang oleh dinding dari semak tinggi yang dirawat rapi. "Mungkin mereka kembali. Kemungkinannya lima puluh persen."

"Sekarang, gimana kita bisa masuk?" Valerie mengamati dinding semak untuk mencari sebuah lubang.

"Lewat sini." Bisik Allistor menunjuk sebuah lubang tak rapi di samping dinding. "Perempuan dulu."

"Konyol ah." Valerie segera merangkak masuk.

"Aku mencoba menjadi seorang gentleman di sini." Susul Allistor. Mereka bersembunyi di semak-semak.

Tiba-tiba sebuah bola kriket melayang melewati Valerie. Untung bola itu tidak mengenai kepalanya. Allistor menautkan alisnya dan mengintip. Ia mengambil salah satu pistolnya untuk berjaga. Karena penasaran, Valerie juga mengintip. Seketika ia membelalakkan matanya. Di ujung taman, dua orang tinggi berkulit seputih porselen menggunakan pakaian formal bercorak hitam putih merah lengkap dengan topi tinggi mereka sedang bermain kriket. Di kursi beranda, duduklah orang yang ia pikir sudah hilang, Alex Vallant, yang sedang memutar-mutar sebuah belati.

"Alex, apa yang kau lakukan di sini?" bisik Valerie tidak nyaman. Pria porselen berbaju hitam menoleh ke tempat mereka bersembunyi. Bulu kuduk Valerie seketika berdiri, memandang pria itu sungguh tidak nyaman. Ia menggunakan topeng hitam seperempat bercorak putih di wajah bagian kiri, lambang spade kecil tertera di pipinya yang seputih keramik. Ia tersenyum kecil kepadanya.

"Bukankah seharusnya mereka semua sudah datang, Robin?" Pria itu bertanya dengan aksen Britannia yang kental kepada pria lain berbaju merah yang cepat-cepat mengambil arloji sakunya. "Oh ya ampun, aku lupa dengan mereka. Alex! Bawa mereka semua ke sini."

Alex mengangguk dan pergi. Pria berbaju hitam sekali lagi menoleh ke arah persembunyian mereka berdua. "Kalian berdua tidak usah bersembunyi lagi! Keluarlah kalian!" panggilnya. Valerie menoleh kepada Allistor. Apa kita harus keluar dari sini? Allistor mengangguk dan mereka berdua keluar dengan hati-hati.

Pria berbaju merah menyeringai. "Bagus sekali, Jack dan Ace Spade. Tinggal yang lainnya."

"Kalian siapa?" tanya Valerie.

"Aku Robin Holger, Sayang. Sang Joker Merah." Ujar pria berbaju merah sambil membungkuk. "Aku Raymond Holger, Joker Hitam." Ujar yang lain. Mereka berdua terdiam. "Maksudmu sang Joker?" tanya Valerie lagi, ia masih tidak percaya. "Menurutmu ada berapa Joker di dunia ini, Nak?" Balas Raymond kepadanya. Kalau mereka memang sang Joker, pasti akan ada hal besar terjadi di kemudian hari, dan itu tidak bagus.

"Lepaskan aku, Alex! Hei, kau menginjak kakiku! Denolin apa masalahmu denganku?" Dari pintu, keluarlah Allard, Nick, Denolin, dan Azura. Alex nampak berusaha sabar menghadapi Allard.

"Robin! Aku sudah menemukannya!" Dari atas pohon, seorang wanita yang juga seputih porselen berpakaian merah seperti pelawak menggunakan topi bertangkai tiga melambaikan tangannya dan mendapati Ashley dan Denolin.

"Raymond! Sudah semuanya!" Dari pintu yang sama, muncul juga seorang wanita yang berpenampilan mirip dengan yang di pohon, hanya saja pakaiannya berwarna hitam dan memakai bando dengan topi kecil di sampingnya. Ares, Tori, Nochtis, dan Austin berjalan berdampingan di belakangnya. "Sebenarnya siapa kalian?" Sembur Ashley. Raymond tersenyum. "Kami Joker dan mereka Harley Quinn. Aku Raymond dan dia Robin."

"Aku Harley merah. Namaku Ailsa. Dia Harley hitam, namanya Olivia."

Robin bertepuk tangan. "Bagus sekali. Nah nah sekarang, bagaimana kalau kita minum teh?"

The Cards Chronicles-The Lost SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang