XXVI

15 3 3
                                    

Valerie terus mencoba untuk berlari, tetapi lukanya semakin panas. Jalannya turun landai berkelok-kelok. Bunyi air sungai mengalir dengan lembut, udara di sekitar semakin dingin. Valerie tidak peduli, ia berhati-hati turun dari sebuah tangga batu berukir rune dan lambang daun waru. Ia melewati sedikit pepohonan rindang dan berhenti. Valerie berada di sebuah lahan berbentuk V, kedua belahan sungai itu menyatu di depannya. Di saat yang hampir sama, Tori terjerembab di seberang kiri dirinya.

Valerie tersadar keempat sungai itu mengalir ke tujuan yang sama, sebuah sumur batu tua di tengah sana. Anehnya keempat sungai itu tidak menyatu. Belahan Sungai Dorinţă sisi kanan berdampingan dengan sungai berwarna kuning beruap dan mengalir secepat angin, di sisi kirinya berdampingan dengan sungai sewarna magma yang menggelegak, di ujung sana, sungai berwarna hijau menggelegak tidak menyenangkan dan terlihat sangat kental seperti lumpur.

"Tori!" teriaknya sambil melambaikan tangannya. Baju sang Ace Heart banyak yang gosong dan tidak lebih baik dengan dirinya. Tori melepas topeng sedihnya, menangkap gerakannya, dan menangkupkan tangannya di sekitar mulutnya, "Kita berhasil, Vale!"

"Yeah!"

Di sisi kanan, muncul Nochtis dengan penampilan berantakan, bajunya robek-robek dan banyak ranting pohon dan daun. Nochtis melongo melihat mereka berdua.

"Kalian-"

Di seberang ujung Valerie, Azura tergopoh-gopoh sambil jatuh terduduk. "Wah ternyata aku bertemu kalian semua lagi!"

Valerie mengangguk. Di tengah sungai ia bisa melihat pendar cahaya biru menyilaukan yang kemudian hilang terkena arus sungai. Ia berjongkok dan mencoba bernapas di atas permukaan sungai, napasnya menjadi uap. "Teman-teman, kita harus minum vial racun itu seperempat tidak lebih!" teriaknya kepada para Ace lain.

Nochtis tampak pucat, "Harus ya?" Tori mengangguk, "Ya dan kau harus langsung melompat masuk ke sungai!" Azura sudah mengeluarkan vialnya yang berbentuk Club dengan cairan berwarna hijau pekat. "Jadi, aku harus segera meminum ramuan keputusasaan ini?"

Valerie mengangkat bahu dan menaruh tasnya, "Kita tidak punya pilihan!" sang Ace Spade mengambil vial berisi ramuan kematian yang diberikan oleh Raymond dan membuka tutupnya, ia meneteskan sedikit isinya ke tanah, membuat tanah itu hitam dan berlubang seperti terkena asam.

Valerie menelan ludahnya. Ia sendiri takut, tapi kalau ia langsung terjun ke sungai itu, bahaya juga. Ia sedikit bimbang mengenai kepercayaannya terhadap Joker itu. Akhirnya, ia meneguknya seperempat seperti apa yang dikatakan Raymond. Yang lainya juga mengikuti tindakannya.

Tori sontak memegang kepalanya dan mengerang, Azura menangis di ujung sambil mendekati sungai dengan putus asa. Nochtis memegang kepalanya dan tertawa tak terkendali dan tercebur ke dalam sungai. Valerie bersumpah itu adalah pemandangan paling mengerikan di samping hellia.

Valerie menutup vial itu kembali dan merasakan sensasi panas ditenggorokannya, tubuhnya bergetar hebat, rasa sakit menyebar di seluruh tubuhnya, terutama kaki dan kepalanya. Ia menjerit dan tidak tahan lagi, ia pun jatuh ke dalam sungai.

-O-

Berikutnya Valerie merasakan hal yang aneh. Air dingin segar menggelitik tubuhnya, ia bisa bernapas dengan leluasa, rasanya seperti melayang. Ia membuka matanya dan kaget bukan main. Ia berada di dalam sungai. Ia mencoba bernapas lagi dan ia menghirup udara.

Valerie memandang bawahnya dan melihat arus lembut air melewati dirinya beserta dengan sesuatu yang berkilau, dan sungai itu ternyata dalam sekali, ia masih bisa melihat batuan abu-abu halus dengan ukiran kristal di tepian. Ia mencoba berenang dan badannya terasa ringan sekali. Tanpa basa-basi ia segera berenang megelilingi sekitar. Jauh di ujung, cahaya biru kembali terlihat.

Valerie berenang cepat dan menggali bebatuan, tapi ada batu yang sudah menjadi es dan tidak bisa lepas. Valerie mengeluarkan tongkat sihirnya dan berkata dalam air, "Praemento!" cahaya putih meluncur pelan dan mengenai batuan beku itu, meledakkannya. Berhasil! Ujarnya dalam hati. Dengan hati-hati, ia menggali beberapa kerikil yang tersisa dan cahaya menyilaukan muncul. Valerie mengambilnya, sebuah cincin dengan ukiran melingkar di sekelilingnya, lambang spade dengan batu safir yang berkilat berada di tengah cincin itu. Di dalamnya terdapat tulisan:

Glacies

Valerie tersenyum gembira. Akhirnya! Misi ini selesai juga! Pikirnya. Ia berenang ke kiri dan menabrak sesuatu. Sekat antara Sungai Aqéaris dan Dorinţă seperti lapisan kaca tapi secara harfiah itu adalah hasil reaksi dari air kedua sungai itu. Valerie bisa melihat Tori mengangkat sebuah pedang berwarna emas dengan ukiran hati dan batu rubi. Tori melihat ke arahnya, dan berenang mendekatinya.

Sang Ace Heart memberi tanda bahwa ia berhasil mendapatkan pedang Ares dan berhasil hidup. Valerie tertawa dan mengangkat jempolnya seraya memperlihatkan cincinnya. Tiba-tiba aluran sungai tempat Valerie berada menjadi lebih kuat. Ia merasakan kakinya entah kenapa di tarik ke bawah.

Tori dengan panik memukul-mukul sekat itu, tapi tidak berguna karena ia sendiri mengalami kesulitan di sana. Valerie merasakan air sedingin es pelan-pelan terasa di kulitnya. Semakin ia menggeliat melepaskan, semakin erat lilitannya. Arus air dingin yang melilitnya makin erat. Gadis itu makin tenggelam, dan ia mulai sesak napas. Valerie mengembalikan tongkatnya menjadi bandul kalung dan memasang cincinnya.

Cahaya bekilat, pedang bermata dua tipis sepanjang 1 meter terbuat dari emas putih berkilat dingin di tangannya. Ukirannya terkesan anggun di gagangnya, terdapat lambang spade dengan tulisan "A" dari batu safir di tengah batang silangnya. Dan pedang itu terasa pas di tangannya.

Valerie membungkuk dan menebas arus kuat itu. Ia mengambil kesempatan untuk melepas kedua bot putihnya dan berusaha berenang menuju permukaan. Air dingin menyesaki paru-parunya ketika ia berhasil keluar dari sungai dan merangkak menuju permukaan. Kakinya kebas, sekujur tubuhnya dingin.

Valerie tersedak dan batuk-batuk. Namun semua luka yang ia dapat menghilang. Ia tersenyum lemah dan memandang pedangnya yang hilang. Ia bebaring di pinggir sungai itu ketika sinar matahari sore yang hangat menyinarinya.

Valerie melirik ke tempat Tori dan melihat gadis itu kalang kabut naik dan mengibas-ibaskan badannya. "Vale! Tolong cipratkan air es itu cepat!" Tori masih mengibas-ibaskan tangannya, "Panas!"

Valerie tertawa, menghunuskan pedangnya dan mencipratkan air Sungai Dorinţă kepada Tori yang langsung menggosokan seluruh air dingin itu ke tangan, kaki, dan wajahnya. "Sudah, Vale. Dingin. Makasih," ujarnya sambil duduk. "Wah pedang Acemu, selamat!" Tori melambaikan pedang Jack yang ia ambil kepadanya.

"Sama-sama, makasih!" balas gadis itu, "Yang lainnya mana?"

Beberapa menit kemudian, Nochtis kembali ke permukaan dengan ekspresi shock, sebuah pedang ramping, anggun, dan mewah berwarna emas dibawa di tangannya. Ia melirik Tori dan Valerie.

"Kalian pasti tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya tercebur ke dalam air yang berasa seperti angin dan kau merasa lebur seperti angin tapi kau bisa merasakan basah. Sungguh mengerikan." Bocah itu tertidur di tanah, terengah-engah. Dan yang terakhir muncul Azura, ia megap-megap dan menggosok-gosokkan tubuhnya seperti membersihkan sesuatu.

"Ya ampun, rasanya seperti tenggelam di lumpur. Lengket dan menjijikkan. Tapi aku berhasil," Azura memperlihatkan cincinnya. Mereka semua bertepuk tangan senang.

Valerie bertanya-tanya, apa isi dari sumur tua itu dan apa khasiatnya. Ia yakin kalau isi sumur itu adalah campuran dari keempat sungai magis, pasti ada khasiatnya. Mereka berempat memutuskan berisitirhat sejenak. Nochtis menceritakan perjalanannya yang penuh tantangan. Valerie bahkan hampir tidak percaya kalau anak itu bertemu dengan naga.

Gadis itu menyimpan cincinnya di wadah spade emas pemberian ayahnya. Ia membayangkan kalau kedua dua orang tuanya bangga kepadanya. Valerie merasa tenang untuk pertama kalinya, ia sangat capai, ia juga sempat berpikir bagaimana keadaan Jack dan para Wakil di luar sana, hingga Tori berteriak.

Valerie yang bingung kemudian ia ditarik oleh seseorang. Sebuah pisau ditodongkan di lehernya. Marco berhasil menyandranya dan Allistor berdiri berhadapan dengannya. Dan ekspresi marah terukir di wajah pemuda itu.

The Cards Chronicles-The Lost SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang