I

64 9 10
                                    

"Vale! Bangun! Hari ini pemilihan pemimpin dan prajurit baru!" Valerie berjengit dari balik selimutnya. Teriakan ibunya dari lantai bawah membuatnya bangun secara tidak sukarela. "Tapi hari ini kan hari Sabtu! Kenapa aku harus bangun pagi?" balasnya seraya mencoba melanjutkan mimpinya. "Bangun!" Valerie dengan malas bangun. Rambut pirangnya berantakan, wajahnya kusut. Dengan malas ia berjalan menuju pintu, ia beranggapan ibunya tidak bakal tahu kalau ia masih menutup rapat jendelanya. "Dan jangan lupa buka jendela kamarmu!" Valerie mengerang dan segera berjalan menuju jendela dan membukanya.

Hari sudah siang. Mawar-mawar biru yang dulu ia tanam di pot jendela menguarkan bau yang harum. Angin berhembus memasuki kamarnya. Ia menyipitkan matanya yang berwarna abu-abu ketika ia memandang hutan di seberang. Ia juga mendongakkan kepalanya ke bawah dan melihat berbagai aktivitas penduduk kerajaan. "He . . . ternyata sudah lumayan siang ya." Gumamnya, sambil mengucek-ucek matanya. Kemudian ia terpaku.

Di toko roti di seberang rumahnya, ia melihat seorang laki-laki berumur sekitar 17 tahun dengan rambut merah menyala. Laki-laki itu memakai baju formal berwarna biru tua, dengan sebuah anting perak di telinga kanannya. Rambut merahnya pendek di belah pinggir. Matanya yang juga berwarna abu-abu tetapi lebih tua bertatapan dengan mata penjual roti tersebut. Senyumnya hangat. Valerie sadar bahwa ia merona saat melihat seniornya, Allistor Sherwood. "Valerie, cepat turun sekarang!" sejenak ia lupa. "Iya!" ia segera berlari menuju lantai bawah.

Sementara itu, Allistor mendongakkan kepalanya dan melihat sebuah jendela yang terbuka, di depannya terdapat sebuah pot yang berisi bunga mawar biru. Ia merasa ada yang memperhatikannya.

"Jadi," Valerie mengangkat sendoknya yang penuh dengan sereal. "Kenapa aku harus bangun pagi dan berpakaian rapi seperti ini?" ia menyuapkan sendoknya ke mulutnya, dan memperhatikan pakaiannya. Ia sudah membersihkan diri dan memakai pakaian yang menurutnya sangat rapi. Sebuah baju putih berlengan sesiku dengan rok berwarna biru dengan motif spade di bawahnya. Di atas baju putihnya terdapat sebuah rompi yang menyambung dengan roknya. Rambut pirangnya sepunggung sudah di sisir rapi. Di sisi kanan rambutnya terdapat sebuah pita yang warnanya senada dengan rompinya Ibunya menaruh cangkir terakhir yang baru saja dicucinya dan segera duduk di kursi yang berhadapan dengan Valerie. Ibunya berpenampilan beda sekali. Rambutnya berwarna cokelat tua dengan mata hijau daun, rambutnya di gulung ketat.

"Ibu mendaftarkanmu untuk menjadi Ace." Ucap ibunya dengan tenang, seraya menyesap secangkir teh yang sebelumnya ia buat.

Valerie tersedak serealnya. "Apa?" Ibunya tersenyum dan berkata, "Ibu mendaftarkanmu untuk menjadi Ace." Valerie menatap ibunya, menunggunya untuk tertawa atau berkata 'Ibu hanya bercanda'. Tetapi tidak ada yang terjadi.

"Tapi, aku tidak punya prestasi atau apa pun yang menarik. Nilai sejarah dan matematikaku tidak bagus." Ibunya tertawa kecil. "Nilai 'A-' itu sudah cukup bagus, sayang. Dan juga, nilai sihirmu sangat bagus. Untuk menjadi Ace kau hanya harus membutuhkan nilai sihir, kedokteran, dan sosial yang bagus. Dan kau punya semua itu Valerie sayang."

Valerie menundukkan kepalanya, ia tidak yakin dengan hal ini. "Menjadi seorang Ace harus mempunyai tanggung jawab besarkan? Dan harus bagus bersosialisasi dan sebagai pelindung raja dan ratu mereka harus kuatkan? Oh iya memangnya kapan ibu mendaftarkanku? Bukankah untuk mendaftar membutuhkan semacam berkas-berkas laporan hasil belajarku?" Dengan enteng ibunya menjawab. "Tentu saja, dan kau mempunyai semua itu, Sayang. Jangan khawatir. Oh tentang itu, saat ibu membersihkan kamarmu, ibu menemukan buku rapormu yang kemarin baru saja kamu ambil di sekolah."

"Tapi . ." Sebelum Valerie dapat memprotes. Ibunya menggenggam tangannya dengan lembut. "Dengar, Nak. Kau pasti bisa melakukannya. Lagi pula, banyak juga orang yang mau mencalonkan diri menjadi seorang Ace. Demi keluarga kita. Jika kamu bisa menjadi Ace, kau bisa membantu keluarga kita." Valerie memandang ibunya. Ia pun bangkit.

The Cards Chronicles-The Lost SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang