XXIV

22 3 4
                                    

"Aku dulu mengenal ibumu, wanita yang ceria, sama seperti dirimu. Ayahmu, jenaka, aktif, dan banyak akal. Aku sungguh suka mereka berdua."

Valerie mendongak, "Kau kenal mereka?" Robin terkekeh, "Tentu saja, kami berdua kenal semua Ace dan lainnya, mempertimbangkan kami tidak pernah muncul selama beberapa abad." Valerie mengangangguk mendengarkan sambil berjalan kembali.

"Intinya Valerie, kami melihat adanya potensi dari diri kalian. Potensi yang amat sangat berbeda dibandingkan yang sebelumnya, kami melakukan beberapa tes seperti kuda kalian yang hilang, monster pohon, dan misi-misi kecil seperti kemarin. Kami sudah yakin. Kalian lebih kuat dan mumpuni. Makanya kami terus lanjutkan perjalanan kalian." Valerie berhenti, "Tunggu dulu jadi . . . "

"Ya, tepat sekali, sayang. Kami memang sengaja menggagalkan yang sebelumnya."

Valerie menatapnya tak percaya. Sang Joker tersenyum ketika melihat luapan emosi mulai terbentuk di sekeliling gadis itu. "Karena lebih baik gagal ketimbang nyawa mereka hilang, kan? Tapi kami sempat melihat sebuah potensi yang serupa, orang tua kalian." Valerie terdiam lagi.

"Apakah itu sepadan? Mati membela tanah air dengan usaha yang terus dilatih setiap hari dan kalian sengaja menggagalkannya?" Sang Joker membuat gestur yang meyuruhnya diam dan melanjutkan, "Kami tidak ingin siapa pun terluka, terlebih lagi, perilaku Raymond memang agak lembek terhadap manusia. Kalian sangat rapuh." Robin memungut sebuah batu dan meremasnya, membuat serpihan batu itu jatuh, hancur berkeping-keping.

"Seperti kataku tadi, orang tua kalian memiliki aura yang berbeda. Dan ya, kami hendak membiarkan mereka tapi kami terlalu lengah, ada sihir hitam yang menganggu penglihatan kami. Jadi tepat pada malam sebelum misi mereka dimulai, kerajaan hitam ini menyerang."

"Ya, aku mengerti." Valerie menunduk. Sang Joker berjongkok di depannya. "Inti kedua dari ceritaku ini, sayang, kuatkan mentalmu."

Valerie melongo, "Maksud Anda?"

Robin kembali berdiri. "Kau sempat terpancing oleh ceritaku barusan, walau itu memang benar. Nanti di bawah sana kau harus melawannya. Dan ia akan mempengaruhi pikiranmu, paham? Atur emosimu." Valerie mengangguk. Kabut mulai menebal di sekeliling mereka. Sang joker terkekeh dan membetulkan topinya. "Mereka sudah datang."

"Mereka?"

Seketika itu juga jauh dibelakang Valerie, terdengar bunyi ledakan keras.

"Tenang saja, Valerie. Untuk sementara mereka semua sedang bertarung di sana. Kau harus fokus." Sang Joker menoleh ke belakang dan menatapnya. "Kami sudah banyak membantu kalian di misi ini. Selanjutnya akan semakin sulit dan akan semakin sedikit bantuan yang akan kami berikan."

Valerie mengusap-usap lengannya yang mulai merasa benar-benar dingin, napasnya bisa terlihat sekarang. "Terima kasih kalau begitu. Aku menghargainya."

Seekor burung hantu terbang melewati mereka dan bertengger di atas sebuah dahan pohon tua. "Itu tanda untukku untuk segera pergi. Semua bergantung padamu." Sang Joker melepas topeng senangnya dan memberikannya kepada Valerie. Joker itu masih menggunakan topeng seperempat wajah yang sama dan menyeringai, "Semua bergantung padamu, Valerie. Itu bantuanku yang terakhir. Semoga beruntung!" sang Joker lebur menjadi bayangan, burung hantu itu terbang pergi, meninggalkannya sendirian.

Valerie turun melewati tangga batu yang melingkar. Ia harus ekstra hati-hati karena kabut mulai menebal. Beberapa tempat di bawah ia melihat beberapa tengkorak beserta tulang-tulangnya. Ada juga orang yang menjadi batu dengan ekspresi ketakutan yang amat sangat. Rumput-rumput menghitam, pohon-pohon mati menjulang tinggi, terdegar beberapa bunyi burung gagak.

Hutan ini persis seperti yang ia mimpikan. Valerie mulai merasa tidak enak. Rasanya ia ingin muntah, kepalanya pusing, banyak bisikan yang masuk-keluar telinganya. Di tengah jalan ada dua persimpangan dan jujur ia tidak tahu harus ke mana. Di tengah persimpangan itu terdapat sebuah pohon mati besar. Valeria mendekati pohon itu dan mencium aroma busuk dan darah segar. Refleks ia segera mundur. Bisik-bisikan semakin jelas terdengar, mulai meracuni pikirannya. Bayangan-bayangan hitam mulai berkumpul di depan gadis itu, menggelegak seperti tar.

The Cards Chronicles-The Lost SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang