IV

18 5 4
                                    

Valerie hampir saja dikira pelayan di istana. Saking banyaknya orang yang bermondar-mandir untuk menghias ruang dansa, Valerie kabur menuju kawasan Shire. Hari libur memang menyenangkan.

Semua orang pada membicarakan pesta dansa. Hasil survei Valerie menyatakan sebagian besar orang membahas mengenai apa yang akan mereka kenakan. Ketika ia melintasi kota, ia digiring menuju toko pakaian oleh beberapa wanita seumurannya dan hampir tergencet di sana.

Valerie memosisikan tangannya di atas matanya untuk menghalau sinar matahari. Rumput-rumput bergoyang pelan ketika tertiup angin. Ia kali ini hanya bisa memikirkan sungai legenda di mana senjata magisnya tenggelam di dalamnya.

Menatap langit biru sambil merenungi hal yang mustahil dilakukan terkesan kontras. Apa mungkin sungai itu ada? Keberadaannya saja tidak jelas. Ia ragu-ragu. Valerie yakin setelah ia memberitahukannya kepada Arthur, ia akan tertawa terbahak-bahak sambil berkata 'Kau ini kocak sekali! Apa setelah ini kau akan minum dari sumur ajaib yang kau temukan di bawah tanah?'.

Ia tidak ingin dipermalukan seperti itu. Ia beranjak dan berjalan kembali menuju kota.

Hari itu panas sekali. Sendirian begini dengan beban pikiran tak ternilai enaknya makan sesuatu yang manis dan dingin, pikirnya. Es krim. Valerie melesat dan langsung memasuki toko Manisan Sihir Mr. Burton sebelum ada wanita-wanita paruh baya yang gantian menyeretnya ke dalam toko pakaian.

Ia melewati toko permen dan segera menuju parlor es krim di belakangnya. Ia memesan es krim kesukaannya, Es krim Choco Honey Caramel. Setelah pesanannya datang, ia memakannya perlahan. Ia hampir terlarut dalam pikirannya ketika ada sesuatu yang ia kenal berjalan menuju meja kasir toko permen.

Valerie memicingkan matanya selagi ia menyuapkan sesendok besar es krim ke mulutnya. Ia tersedak es krimnya ketika ia melihatnya. Allistor. Demi Spardian, sedang apa dia di sini?.

Masih mengintai dari balik rak permen, Valerie melihatnya mengambil sesuatu dari sebuah kotak kecil dan menyalakan sebuah pemantik api. Valerie sadar apa yang terjadi. Ia segera menghabiskan es krimnya, dan mengejar pemuda itu. Waktunya tepat.

Ia langsung menghadangnya di pintu depan dan membentuk pistol menggunakan jari-jarinya. Allistor kaget, berhenti dan mengangkat kedua tangannya ke udara.

"Stop!" ucap Valerie tegas.

"Wah, wah. Apa ada yang salah, Tuan Putri?" Allistor mengerutkan keningnya.

"Al, kau MEROKOK?!" tanya Valerie berang. Allistor menyeringai dan mengambil rokok di mulutnya.

"Ini?"Allistor memandang geli Valerie.

"Ya, itu. Sebagai Jack kau tidak boleh merokok!"

"Dan siapa yang menetapkan hal itu?"

"Aku tentu saja!"

"Memangnya kau ini siapaku?" terdiam sejenak. Panas mulai merambati pipi Valerie.

"A . . aku adalah sahabat Acemu! Merokok itu dapat membunuhmu!"

Allistor yang masih geli dengan tingkah sang Ace mengambil kotak kecil berbentuk persegi panjang dari sakunya, dan memperlihatkan bagian depan kotak itu. Valerie tertegun melihatnya. Cover kotak itu berwarna biru dan cokelat, di atasnya ada sebuah label yang berbunyi: Permen Pereda Lapar. Dapat menghentikan laparmu selama dua hari jika mengonsumsi satu. Berbentuk rokok (tidak akan membunuh). Untuk delapan belas tahun ke atas.

"Kau lihat itu? Ini bukan rokok. Hanya bentuk saja. Dan rasanya tergantung kau mau menghendakinya apa. Mr. Burton sendiri yang memberiku ini."

Valerie yakin ekspresinya tidak ternilai sekarang. Allistor tertawa terbahak-bahak.

The Cards Chronicles-The Lost SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang