XXI

12 4 5
                                    

Valerie dan Ace lainnya berusaha menghapalkan beberapa mantra yang berguna dari buku setebal kamus yang diberikan oleh para Joker. Sementara itu, para Wakil Jack mencari sebuah kapal dan beberapa senjata di dermaga. Valerie bersembunyi di salah satu gubuk yang digunakan nelayan untuk menyimpan ikan. Dingin, lembab, dan amis bukan main, Valerie membencinya. "Biar kutanya lagi, kenapa kita sembunyi di sini?"

"Robin bilang buku mantra ini akan rusak jika tidak ditaruh di tempat yang dingin," ujar Tori antusias.

"Oh yang benar saja dan kau mempercayainya," gerutu Azura. Tori mengangkat bahu, "Yah, mau tidak mau kita di sini. Tidak, Nochtis, kau harus mengayunkan tongkatnya dulu sebelum menghentakkannya."

Selain menghapalkan mantra, Valerie mencari tahu lagi tentang Hellia. Hellia . . . bisa meracuni pikiran, membunuh, membuat orang gila . . . hmm kelemahan mereka . . . tidak diketahui. Valerie mengerang sengsara. Bagaimana buku setua itu tidak selengkap yang ia kira? Mungkin orang-orang dulu juga takut menemui mereka. Pasti ada sesuatu yang ia lewatkan. Valerie mencoba membolak-balik buku makhluk mitologinya hingga di halaman belakang . . .

Valerie terdiam. Tertera sebuah kalimat yang ditulis asal-asalan: Hellia, bahaya, jangan tatap matanya, jangan dengar suaranya, kalahkan dengan Sihir Murni. Apa pula itu? Mendadak dia ingat yang dikatakan Allard di kamarnya waktu itu, dia tidak begitu mendengarkan karena ia begitu stres waktu itu.

"Tori, apakah ada mantra untuk sihir murni?" Tori mengernyit. "Tidak, daritadi aku tidak menemukan yang seperti itu."

"Apa kita punya lilin atau penutup mata?" tanya Valerie dengan gugup.

"Tidak, memangnya kenapa?"

"Kalau begitu matilah kita."

-O-

"Kalian harus patuh padaku karena aku yang paling kenal tempat ini." Perkataan Denolin membuat Allard berang bukan main. Ia ingin melakukan sesuatu dengan insting yang sudah berhari-hari dilatihnya di Spade. Ia mengerti apa yang musti dia lakukan. "Hei, dengarkan, aku tahu apa yang harus aku lakukan. Begini saja, aku dan Austin mencari kapal, kalian berdua mencari senjata." Denolin tampak ragu, "Sepertinya berpencar kurang-"

"Oke, mari Denolin, tunjuk jalannya." Sembur Nick. Allard ingin tertawa, tetapi ia harus tetap mempertahankan wajah seriusnya. Selagi Nick dan Denolin menjauh, Allard dan Austin bergerak cepat menyusuri pantai. Mereka menyempatkan diri ke dermaga.

"Aku kira kapal yang kita cari bukan di sini," ujar Austin sambil menyisir rambut birunya. "Joker pasti menginginkan kapal besar untuk menempuh misi panjang nan epik." Insting Allard juga berkata demikian. Ada sesuatu yang menggelitiknya untuk pergi menelusuri pantai yang tidak pernah dimasuki siapa pun.

"Apa kau ingat yang dikatakan si kacamata tadi? Tentang pantai terlarang yang hanya orang-orang tertentu boleh masuk." Austin mengangkat satu alisnya. "Maksudmu pantai selatan? Ya, katanya pantai itu lebih tepatnya mustahil untuk dimasuki. Banyak karang tajam, dan kabutnya tebal sekali. Tunggu apa kau berpikir . . ."

"Ya," Allard menyeringai seperti orang kesetanan. "Ayo kita ke sana."

Allistor terkesan dengan pub Green Claw. Pub itu semewah beberapa pub tua di Spades, hanya saja pub ini memiliki ciri khas tersendiri. Kebanyakan nelayan yang minum di sana, beberapa orang kaya juga. Mereka berempat terpaksa menyamar menjadi warga lokal. Terutama Bevario, dengan kumis besar dan jas necis tua dia selalu menggurutu. "Kenapa harus kumis? Ini membuatku ingin bersin."

"Karena kau yang paling mencolok dari semuanya. Toh kau kan paling tua. Kau cocok." Ashley menyamar menjadi bocah nelayan baru. Rambutnya di masukan ke topi beret abu-abu usangnya. Ares terlihat normal, pemuda nelayan biasa yang sedang istirahat makan sandwich. Sweter hijau tua usang yang kebesaran pun tak dihiraukannya. Sementara Allistor sendiri menjadi kapten, mantelnya senada dengan sweter usang Ares. Namun, yang membuatnya beda yakni topi kapten dengan lambang angkatan laut Clubs.

The Cards Chronicles-The Lost SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang