XXV

19 4 4
                                    

Valerie mulai kelelahan. Hellia itu terus saja menyerangnya dengan kegelapan tanpa henti dan menjerit melengking. Gagak-gagak beterbangan sementara Valerie menangkis serangan cakar hellia. Menyerang, menangkis, mengelak, itulah yang dia lakukan. Ia beringsut ke samping melompat. "Electricae!" gelombang listrik berwarna biru yang ganas segera menghantam tubuh hellia itu beserta pohon besar busuk di belakangnya. Valerie berlari dan menyabetkan belatinya dengan bunyi yang memilukan.

Dari tubuh hellia itu, darah hitam beserta sebuah organ jatuh ke tanah membuat Valerie mual. Bola mata sang hellia melotot galak kepadanya. Hellia itu mengangkat tangannya dan berbisik. Sontak, akar-akar pohon di sana melilit gadis itu. Dadanya sesak, badannya beruap. Dengan sekuat tenaga ia menebasnya dengan belati.

Bahkan ia pun tak percaya, belati itu mampu membelah akar pohon tua keras dan tebal dengan sekali tebasan. Ia berterima kasih kepada sang Jack Spade. Ia kaget dan menunduk ketika ada sebuah sinar hitam melejit ke arahnya. Ia berlari ke dalam hutan dan bersembunyi di belakang sebuah batu besar dan duduk sejenak, melepas topengnya. mengambil napas.

"Apa itu sihir murni? Berpikir Vale, berpikir." Ucapnya geram. Udara mendingin kembali. Luka-lukanya perih, ada juga yang sedikit menghitam karena terkena sinar hitam itu. Valerie menguncir rambutnya dan memakai kembali topengnya. Sontak ia membeku. Ia bisa mendengar bisikan hellia itu, sedang mencari dirinya. Ia memelankan suara napasnya dan berusaha berganti tempat. Ia merangkak menuju balik batang pohon mati dan mengambil napas lagi. Luka yang menghitam itu mulai nyeri.

Valerie menyipitkan matanya ketika melihat sesuatu di depannya. Ia membelalakkan matanya tidak percaya. Tidak mungkin, ia membekap mulutnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia melihat Allistor Sherwood berlari membawa pedang yang berlumur darah sambil meneriakkan namanya.

-O-

Tidak, tidak ini cuma ilusi. Valerie merapatkan dirinya ke batang pohon tempat ia bersembunyi. Allistor melihat Valerie dan berlari ke arahnya. Gadis itu panik dan segera melarikan diri. Namun sebelum ia berhasil menjauh. Allistor menangkapnya dan memeluknya. Valerie membeku tidak percaya dan melepaskan tongkat Acenya ke tanah. Allistor melepas topeng gadis itu dan menangkupkan tangannya ke pipi Valerie. Ia tidak percaya. Tangan laki-laki itu hangat dan tampak nyata. Aromanya mirip sekali dengan Allistor yang selalu dia temui.

"Vale?" tanya laki-laki itu. Sontak Valerie langsung memeluknya erat. "Listor." Air mata Valerie menetes. Ia bahkan sempat melupakan hellia yang masih mengejarnya itu. Valerie melepaskan pelukannya dan menangkupkan kedua tangannya ke pipi Allistor. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Melindungimu tentu saja, sayang." Valerie merona dan tertawa, "Kau konyol ah." Allistor kemudian memegang tangannya dan tersenyum. "Aku berhasil membunuhnya untukmu, Vale. Aku berhasil melindungimu." Valerie refleks mundur. "Apa yang kau maksud, Listor?" Allisor terkikik seperti orang gila dan menunjuk ke belakang. Valerie membelalakkan matanya dan membekap mulutnya. "Tidak!" Pemandangan selanjutnya adalah Allard dan Gunter yang digantung, luka sabetan ada di leher dan pergelangan tangan mereka.

"Kau bukan Allistor," Valerie menatap laki-laki berambut merah itu dengan ngeri. Allistor palsu tertawa seperti orang kesetanan. "Apa yang kau maksud, sayang? Tentu saja aku Allistor yang kau kenal. Mereka selalu saja mengganggumu, kan?" di samping tubuh Allard dan Gunter yang di gantung. Keluarganya, semuanya mati terbunuh.

Allistor palsu menyeka darah di pedangnya dan menorehkannya ke pipi Valerie dan berbisik, "Kau gadis baik kan, sayang?" Valerie langsung menyikutnya dan berlari menjauh, sialnya ia tersandung.

Di kejauhan, Allistor palsu menyeringai sangar dan terkikik. Valerie menatapnya ngeri hingga pemandangan mengerikan lainnya menyambutnya. Tombak hitam menembus dari belakang ke dada laki-laki itu yang sambil menjerit kesakitan, darah laki-laki itu tampak nyata. Valerie tidak tahan lagi dan akhirnya ia muntah. Ia teringat visi yang ia dapat ketika pesta dansa dan mimpinya. Semuanya terjadi. Dari balik mayat Allistor palsu, hellia itu menyeringai dan langsung menyerangnya.

Serangan pertama Valerie bisa menghindar walaupun kakinya terasa panas sekarang. Topengnya! Valerie berlari tapi terlambat, Hellia itu mengerti tujuannya dan langsung mengambil dan menghancurkannya. Sihir hitam kedua mengenainya dengan telak, melilitnya, dan mengangkatnya di udara. Tongkatnya tergeletak di bawah, sia-sia saja. Hellia itu menghantamkan gadis itu ke sebuah batang pohon dan mendekatinya. Bisik-bisikan terdengar dengan jelas, tubuhnya menegang. Valerie berusaha untuk tidak menatapnya langsung. Berbagai visi mengerikan terpampang jelas di pikirannya sekarang.

Kuatkan mentalmu, Valerie. Gadis itu teringat kata-kata Joker. Ia tersadar sepersekian detik dan kembali trans. Valerie berusaha sekuat tenaga melawannya. Kemudian ia teringat satu hal, vial yang diberikan Raymond kepadanya. Mungkinkah? Dengan kekuatan terakhirnya, ia membuka wadah spade pemberian ayahnya dan mengambil vial berisi cairan putih itu. Valerie menyeringai, "Katakan halo kepada mimpi burukmu, Hel!"

Ia melemparkan vial itu ke muka sang hellia dan Valerie melihat pemandangan luar biasa. Hellia itu membelalakkan matanya dan menjerit ketakutan ketika cairan putih itu merambati dan mengeluarkan percikan-percikan listrik. Valerie jatuh ke tanah dan mengerang. Ia menyipitkan matanya ketika cairan putih berusaha melawan sang hellia.

Valerie beranjak, mengambil tongkatnya, dan berteriak, "Eclipsias inferno!" Cahaya ungu kehitaman melejit dan membentuk sebuah kubah, memerangkap hellia itu, yang menjerit-jerit mengerikan, memukul-mukul kubah ungu pekat itu. Bersama cairan putih dari vial, sihirnya bereaksi. Valerie jatuh terduduk, melihat kubah itu retak diikuti ledakan dahsyat di dalam beserta cahaya menyilaukan dan teriakan melengking sang hellia.

Tubuh Valerie bergetar hebat, tanpa sadar ia menangis. Ledakan tadi menimbulkan sebuah kawah yang lumayan besar. Valerie merangkak dan menengok ke dalam kawah, yang tersisa hanyalah sebuah mawar hitam. Ia turun dan memungutnya, dari batangnya, meneteslah cairan berwarna merah darah.

Valerie langsung saja memasukkannya ke dalam tasnya yang ia sembunyikan di balik semak sebelumnya. Mau tidak mau, ia berdiri dan berusaha berjalan. Di depan pohon besar busuk itu, Valerie dengan dingin mengayunkan tongkatnya menyamping, cahaya putih melejit dan membelah pohon besar itu jadi 2 dan salah satu bagian pohon itu menghalanginya menuju jalur kiri. Ia pun langsung berlari ke jalan kanan dan dari sana, ia bisa melihat aliran sungai berwarna seputih es. Itu dia, ujarnya sambil mempercepat larinya, tujuan akhirku, Sungai Dorinţă.

-O-

Allard menembakkan peluru terakhir meriam dan mengenai beberapa prajurit Blackjack yang terakhir. Allard terengah-engah dan duduk, bersandar di sebuah batang pohon. Kepalanya berdarah, tangan dan kakinya lecet-lecet, bajunya ada yang terbakar akibat terserempet panas api. Setelah ia melawan semua prajurit Blacjack di sana, ia sendirian.

Entah mengapa setelah itu hutannya sedikit lebih berwarna. Burung-burung berkicau melewati dirinya, kabut di sana mulai turun. "Bagaimana keadaan Valerie sekarang, ya? Aku harap dia baik-baik saja melawan monster kelas atas itu." Setelah ia mengucapkan itu di sisi lain pegunungan, terdengar bunyi ledakan. Sontak ia berdiri dan berlari masuk ke dalam hutan. Menyusul Allistor.

Di tengah jalan ia mendengar sesuatu. Ia berhenti dan memerhatikan sekitar. Ketika ada bunyi berdesing, Allard langsung menunduk. Di atas pohon, ada seorang laki-laki berambut cokelat tua bergelombang. "Woy, kalau mau melawan turun saja, nggak usah malu begitu," teriak Allard blak-blakan. Laki-laki itu melompat turun dan menghunus pedangnya, Allard juga melakukan hal serupa.

Allard menyeringai, "Silakan wanita duluan." Orion mendengus dan terkekeh. Mereka pun bertarung.

"Mengalah saja Marco!" teriak Allistor sambil menyabetkan pedang Jacknya ke arah jenderal utusan Blackjack itu. Marco menyeringai dan menangkis serangannya, menyebabkan sedikit percikan api. "Jangan coba-coba menghalangiku, Sherwood." Marco membuat tipuan dan memukul perut sang Jack Spade dengan keras kemudian berlari lagi. Allistor menggeram ia berlari dengan gesit dan menjegal Marco.

Pedangnya mengenai pipi jenderal itu. Marco bangkit dan menendang selangkangannya, Allistor membalasnya dengan tembakan tepat di pundak. Mereka saling serang sambil berlari. Saling mengahalangi satu sama lain. Allistor melihat di depan, gerbang 2 pohon besar. Ia mendorong ke samping dan menonjok mukanya. Marco menendangnya da berlari lagi memasuki gerbang. Allistor mengikutinya dan mengambil jalan pintas. Ia meluncur di turunan agak curam dan kembali ke jalan utama. Menghadang sang Jenderal Blackjack.

The Cards Chronicles-The Lost SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang