VIII

18 4 3
                                    


Istana Hearts tidak jauh lebih besar dibandingkan istana Spades. Setelah sarapan, Valerie ingin menghirup udara segar. Ia ingin saja langsung melompat dari jendela kamarnya. Tapi menurutnya itu tidak terlalu sopan, jadi kali ini ia lebih memilih keluar kamar lewat pintu saja. Valerie bertanya kepada beberapa pelayan dan akhirnya ia duduk manis di bangku taman istana. Akhirnya, tenang dan damai.

"Valerie!" dari kejauhan, Valerie melihat Allard berlari ke arahnya. Kepalanya masih diilit perban. Jasnya diikatkan di sekeliling pinggangnya. "Untung saja kau tidak hilang di hutan!" Allard menepuk-nepuk kepala Valerie. "Bisa-bisa kau dimakan oleh hewan buas atau semacamnya." Allard mengatakan semuanya tanpa jeda sekali pun.

"Iya deh, senang kau juga nggak masuk ke lubang goblin." Timpal Valerie. Allard berkacak pinggang. "Sudahkah kau melihat-lihat Kota Erousia? Kota ini keren. Ayo!" Allard menarik Valerie dan merangkulnya. "Aku juga sudah ketemu Allistor loh." Valerie menaikkan pandangannya. "Oh iya? Gimana kalian ketemu? Di mana dia sekarang?" Allard mendecakkan lidahnya. "Wah,wah. Pertanyaanmu banyak sekali." Valerie melepas rangkulan pemuda hiperaktif itu dan cemberut. "Bercerminlah!"

"Oke, oke bercanda. Dia sekarang sedang ngobrol dengan Jack kerajaan sini." Allard mengangguk-anggukkan kepalanya. "Dan katanya kamu udah bertemu dengan Ace sini ya? Laki-laki atau perempuan?" Mereka keluar dari istana dan beberapa meter dari tempat mereka berjalan tampaklah keramaian kota. "Sepertinya sih laki-laki." Jawab Valerie enteng. Allard tampak kecewa. "Yah."

Mereka mencegat sebuah kereta dan mereka pun berkeliling. Ada sebuah toko yang menjual barang-barang aneh. Bunga-bunga segar di tata rapi oleh pemilik toko bunga. Toko-toko tampak penuh. Jalanan dipenuhi kereta pedagang dari desa sekitar. Bahasa yang tertera di semua toko, atau pun papan pengumuman menggunakan bahasa setempat. Valerie tertawa ketika melihat air mancur di tengah kota. Di tengah air mancur itu ada lambang kerajaan Hearts dan di sampingnya ada patung bayi berambut keriting bersayap dan berpopok sedang memegang busurnya. Dari mulut keduanya keluarlah air seperti pancuran.

"Allistor ada di pinggir kota." Ujar Allard bersemangat.

Mereka pun turun dan membayar kusir kereta itu. Allard memandunya memasuki sebuah hutan kecil. Tidak lama kemudian tampaklah hamparan rumput yang luas. Di tengah lapangan itu, Allistor sedang beradu pedang dengan seorang pemuda seumurannya. Namun, lawan Allistor melawannya menggunakan belati.

-O-

"Di mana pedangmu, Ares?" Allistor menangkis serangan Ares, sang Jack Hearts. Ares terkekeh. "Jangan tanya aku, Listor. Tanya saja kepada para bedebah jelek itu."

"Oy!" Allard melambaikan tangannya guna mencari perhatian mereka. Kedua Jack itu berhenti dan melihat siapa yang datang. Allistor menyeringai dan balas melambai. Valerie tersenyum dan berlari ke arahnya.

"Listor! Kupikir kau hilang seperti Allard." Valerie menepuk-nepuk pundak sang Jack Spades. Allard mendengus. "Tidak, tidak. Aku nggak hilang. Beruntung aku ketemu dengan orang ini." Jawab Allistor sambil menepuk pundak orang di sebelahnya. Valerie memerhatikan orang tersebut. Umurnya tidak lebih tua dengan Allistor. Rambutnya cokelat tua. Parasnya kelihatannya bisa berubah dari sarat humor menjadi tegas dengan mudahnya. Matanya berwarna hijau daun dan di telinga kanannya ada sebuah anting berbentuk seperti butiran hujan berwarna hijau zamrud. Jasnya berwarna merah tua dan ada medali Jack tersemat di sana. Beda dengan Allistor yang memakai rompi abu-abu bercorak di balik jasnya, pemuda tersebut menggunakan rompi berwarna merah muda kecokelatan polos. Pemuda itu tersenyum kepada Valerie. Allistor memperkenalkan mereka berdua.

"Vale ini, Antares Bondevik. Sesama rekanku. Dan Ares, ini Valerie Cathwright. Ace dari kerajaanku." Valerie mengulurkan tangannya. "Senang bertemu denganmu." Ares menjabat dan mencium punggung tangan Valerie. "Panggil saja aku Ares. Senang juga bertemu denganmu." Allard berdeham di belakangnya. Allistor mendekati Ares. "Apakah perlu aku memperkenalkan dia?"

Ares tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Nggak usah. Aku sudah mengenalnya. Allard Creighton! Hola, mi amigo!" Allard nyengir dan duduk di rumput. "Katanya yang lainnya juga mau kumpul di sini?" tanya Allard. Ares dan lainnya juga duduk. Ares mengecek jam sakunya. "Hmm . . sebentar lagi."

"Sudah kubilang jangan ke sana!" dari kejauhan terdengar beberapa orang yang sedang berbicara. "Nick! Dengar, aku tahu kalau kau masih marah. Tapi mau bagaimana lagi?" Ares berdiri dan mengernyit. Dari balik pepohonan, muncul tiga orang. Salah satunya perempuan, memakai seragam berwarna merah dengan rok cokelat. Di samping kirinya, seorang laki-laki seumuran Allard memakai seragam yang sama seperti perempuan di sampingnya dan memakai celana cokelat. Cowok itu berambut pirang stroberi dengan mata berwarna biru toska. Dan cowok itu tampak kesal. Di samping kiri cowok itu, cowok berambut sewarna jahe dengan mata biru laut. Valerie sudah kenal dengannya. Victor. Ia sedikit menyukainya entah kenapa. "Lihat, Ares sudah menunggu." Cewek itu melambai dan berlari kecil ke arah mereka semua. "Maaf kami terlambat. Tadi Nick ke sana lagi." Ares mengangguk simpati dan menyuruh mereka bertiga duduk. "Mari kita mulai rapatnya."

-O-

Kegiatan ini tidak bisa dibilang rapat. Malahan lebih cocok piknik di siang hari. Sudah pukul dua siang. "Kenalkan, aku Angela Ramirez d'Avila." Ujar cewek berambut hitam itu. Dan sepertinya cowok yang tadi ngambek itu sudah baikan, keceriaannya mulai tampak. "Maafkan aku tadi. Aku Nicholas de Martínez. Kalian bisa memanggilku Nick, Nico, atau Cowok Paling Keren juga boleh." Mata biru tosca Nick berbinar ceria. Allard bersiul. "Kau juga mendapat gelar itu, bung? Kita harus menjadi sahabat." Mereka berdua pun melakukan tos.

Angela mengangkat bahunya. "Jadi, Vale. Kau seorang Ace?" "Yup." Jawab Valerie sambil memain-mainkan lipatan gaunnya. Ares mencondongkan badannya ke depan. "Ceritakan pada kami semua mengenai misi kalian. Dan bagaimana kalian bertemu dengan buronan yang melarikan diri beberapa waktu yang lalu."

Allistor yang angkat bicara. "Kami nggak begitu tahu tentang buronan. Tapi misi kami adalah untuk mengambil senjata milik Ace yang hilang." Ia mengakhiri kalimatnya dengan menudingkan jarinya pada Valerie. Semuanya terdiam. Allard dan Nick yang tadinya akan berlomba panco pun terdiam. Ares berdeham. "Sepertinya kita memiliki kesamaan mengenai misi dan senjata hilang. Tapi hanya ada satu bedanya. Senjataku yang hilang. Bukan milik Ace."

The Cards Chronicles-The Lost SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang