XXIX

19 4 7
                                    

Valerie terbangun di kamarnya. Ia sudah merasa lebih baik sekarang. Ia berjalan dan membuka semua pintu kaca, membiarkan udara segar memasuki kamarnya. Dalam balutan gaun tidurnya, ia keluar menuju balkon dan tersenyum lebar. Ia berada di Spades, tanah kelahirannya.

Ia sempat memikirkan pertarungannya dengan hellia itu. Ia sadar kalau sihir murni itu berupa vial berisi cairan putih itu yang diberikan Raymond kepadanya.

Ketukan di pintu membuat Valerie berpaling, "Masuk." Empat pelayan masuk, salah satunya mendorong kereta berisi baki makanan dan teh. Yang tiga langsung membersihkan kasur dan menyiapkan pakaian Valerie untuk nanti.

"Ms. Ace ada undangan dari Yang Mulia Raja dan Ratu," ucap salah satu pelayan menaruh sebuah amplop dengan cap lilin lambang Kerajaan Spades. "Ah ya, tentu. terima kasih."

"Oh dan ada beberapa surat lainnya, Miss."

Gadis itu segera membersihkan diri dan kali ini ia menggunakan sebuah gaun selutut tanpa pundak berwarna putih. Ia menyelesaikan sarapannya dan mengecek surat-suratnya. Surat dari Raja Arthur berisi pesan untuk dirinya agar segera ke ruang takhta pukul 9 tepat dan surat Ratu berisi ucapan selamat kepadanya.

Ada juga surat dari Perdana Menteri Sebastian dan Savannah. Namun yang membuatnya tersenyum ialah surat dari teman-temannya sesama misi. Ia tertawa membaca surat dari Tori dan gadis itu menuliskan bahwa ia sudah jadian dengan Ares. Well, Valerie ikut senang. Surat dari Nochtis membuatnya terharu, anak itu sangat berterima kasih kepadanya karena sudah mengajarinya berbagai macam mantra sihir yang luar biasa. Ia memutuskan untuk menyimpan semua surat dari teman-temannya itu dan mulai membalasnya satu per satu.

Pukul 9 kurang 15 menit Valerie menarik bel pelayan dan menyuruh mereka untuk mengirim kembali surat-suratnya kepada teman-temannya. Ia segera pergi turun menuju ruang takhta dan di jalan ia menabrak seseorang.

"Hei!"

"Oh hai, Valerie Cathwright, kerja bagus." Prajurit itu mengangkat topinya dan menampilkan wajahnya yang seputih porselen, bertopeng seperempat dengan rambut hitam.

"Joker Hitam." Valerie berdiri sementara Raymond membantunya. "Aku sendiri belum memberi selamat kepadamu secara personal." Raymond membungkuk formal dan membetulkan topinya.

"Apa kau akan terus muncul, Raymond? Maksudku kalian, kalian baru muncul sejak kalian menculik kami semua." Valerie meluruskan roknya sementara Raymond terkekeh. "Entahlah, sayang. Kami sendiri tidak tahu. Tapi aku ke sini tidak hanya memberi selamat. Aku ke sini juga memberimu peringatan."

"Peringatan macam apa?"

"Kau tahu Blackjack belum kalah. Di luar sana mereka masih membangun kerajaan mereka dan masih berusaha mencuri barang-barang penting."

"Tentu. Oh dan tunggu dulu. Ada sesuatu yang ingin kuberikan." Valerie berlari menuju kamarnya dan kembali membawa sebuah mawar hitam, memberikannya. "Aku memberikan ini kepadamu sebagai tanda terima kasih karena kalian sudah banyak membantu kami." Raymond menerima mawar itu dan menyeringai, "Kau yakin? Ini hasil kerjamu melawan hellia itu lho." Valerie menggeleng, "Tidak, aku tidak ingin mengingat wajah mengerikan itu. Pedang Aceku saja sudah cukup."

"Baiklah kalau begitu! Dan ketahuilah, kemarin baru awalnya saja, Valerie. Selanjutnya akan lebih berbahaya lagi. Jadi berhati-hatilah." Raymond kembali berjalan menuju ujung lorong sambil memain-mainkan mawar hitam itu. Namun ia menyenandungkan sesuatu.

"Saat daun-daun berguguran, lolongan hantu kembali terdengar, waspadalah terhadap batu bertuah, semua akan berakhir jika kau berulah, ke dalam hutan kau akan pergi, mendengar sihir yang penuh misteri, bersama teman kau kan jalani, melawan naga yang tak pernah mati."

Valerie menunduk, "Tunggu dulu, apa yang barusan kau-"

Ketika ia menoleh Raymond sudah menghilang, meninggalkan Valerie sendirian sebelum Allard berlari ke arahnya.

"Vale!" Allard mendapati Valerie memandang bingung lorong kosong di sana. Ia bisa mendengar Valerie bergumam, "Apa-apaan barusan?"

"Halo! Valerie ke Bumi, Bumi ke Valerie!"

Valerie tersentak kaget dan menendang Allard, "Kau mengagetkanku saja!" Allard memegangi kakinya, "Ow! Jangan bagitu dong. Sebenarnya kau tadi melihat apa sih? kok sampai bengong begitu. Yang Mulia sudah menunggu."

"Aku . . . aku tidak melihat apa pun kok. Ayo." Valerie merasa belum perlu memberitahukannya hal itu. terlebih lagi misi pertama mereka baru saja berakhir. Tanpa basa-basi lagi mereka turun menemui sang Raja Arthur.

The Cards Chronicles-The Lost SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang