Part 22

8.5K 460 13
                                    

Alex Colin

"Colin, katakan padaku kau berhasil!" Ketika kakiku menginjak lantai rumah Jarvis, Nathanael langsung berlari ke depan dan meneriakiku.
"Hmm.. Rasanya memang dia berhasil.." Jarvis berkata, lalu tertawa. Aku memeluk mereka berdua dan menaruh koperku di ruang tamu.
"Yeah. Aku akui saran kalian brilian" Aku tersenyum dan menghempaskan diri ke sofa. "Aku tidak ingin menceritakannya" Aku berkata, memotong perkataan Nathanael sebelum dia sempat mengucapkannya.

Yeah, aku mengenalnya sebaik itu. Aku tahu dia pasti akan bertanya tentang itu, dan aku tidak akan nyaman untuk menceritakannya. Dan, demi Zeus, jika mereka berkeras, aku tidak akan menampakan diri dalam hitungan bulan.

"Man, Karena kita, kau berhasil, dan sekarang kau harus menceritakannya. Ini perintah, Colin!" Jarvis berkata dan duduk di sebelahku.
"Tidak, tidak. Aku yang mengendalikan bibir dan lidahku, Jarvis" Aku menjawab, dan mengabaikan protes Nathanael.
"Mm.. pada akhirnya aku akan tahu juga. Mana adikku?" Jarvis berkata lagi.
"Pulang ke rumah orangtuamu" Aku merasa seolah olah, mengatakan Hannah sedang bertengkar dengan suaminya, dan memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya.
"Hahh.. harusnya dia mengunjungiku dulu, si sialan itu.." Senyum bermain di bibir jarvis. Orang butapun, bisa merasakan bahwa Jarvis menyayangi adiknya.
"Colin, aku hanya mengingatkan. Kau terkenal. Yeah, setidaknya di kalangan pebisnis, kau terkenal. Majalah bisnis kadang kadang memberi perhatian kepadamu. Kau.. ermm, gay. Itu bisa menjadi skandal, sebenarnya. Terserah kau sebenarnya, tapi aku khawatir. Aku tahu kau. Kau bisa memutuskan hubunganmu hanya karena skandal. Tapi sekali lagi, ini urusan kau" Tebak, siapa yang mengatakan ini!
Jarvis?Haha.. tidak. Aku juga kaget, tapi Nathanael lah yang mengatakannya.
"Skandal sih rasanya tidak. Tapi tetap akan ada rumor. Tapi orang orang tidak akan begitu membicarakannya. Mungkin reporter, atau paparazi akan sedikit mencampuri urusanmu.." Yang ini, Jarvislah yang mengatakannya.
"Aku sudah memikirkan tentang itu sebenarnya. Yeah, aku khawatir, tapi beberapa hari terakhir aku belum memikirkannya lagi" Aku bergumam.

Mereka tidak berkata apa apa lagi. Sangat disayangkan mereka benar benar mengenalku. Mereka bahkan bisa tahu kapan aku berbohong, dan kapan aku berkata jujur.

"Ale- Ah, sudah lah.." Nathanael berkata. Aku penasaran, apa yang akan dia katakan sebenarnya.
"Hmm? Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?" Aku menoleh dan mengangkat alis.
"Tidak, Tidak. Lupakan saja.." Nathanael berkata cepat.

Aku tidak mau mengambil pusing dalam hal ini. Biarlah, dia juga pasti akan mengatakannya jika dia memang ingin. Aku tidak sadar aku secapek ini, dengan semua pembicaraan tadi, aku benar benar capek

Calvin Huxtable

Bagi yang sudah mengira aku akan bangun dengan keadaan mabuk atau kepala yang pusing, selamat! Aku benar benar akan membunuh Kenny karena ini, kapan kapan.
Sialan. Aku tidak bisa berfikir jernih, dan rasanya aku benar benar pusing. Aku menolak untuk membuka mata, dan tetap bersandar di sofa, mengabaikan cahaya matahari di luar.
Rasanya mungkin sekarang sudah jam sebelas atau mendekati, atau malah lebih dari itu. Aku hampir yakin Kenny dan Stefan masih dalam keadaan yang tidak jauh berbeda.
Aku mendengar Stefan menguap, dan suara bantal.. dilempar? Aku tetap tidak mau membuka mata. Hening selama beberapa saat, kemudian aku mendengar suara ponselku.
Siapa yang mengirim pesan sepagi ini? Oh, Oke.. Siapa yang mengirim pesan di saat seperti ini? Aku tidak mengambil pusing untuk menjawab atau membuka mata untuk siapapun yang mengirim pesan.
Sebagai gantinya, aku mendengar Stefan entah melakukan apa dengan ponselku. Eh,.. ponsel? Mungkinkah itu dari.. Alex! Zeus! Aku membuka mata, dan buru buru merebut ponselku dari Stefan.

'Morning There!
I hope I'm there to say it.
I hope I will meet you, as soon as possible.
I'm happy you're okay.

-Alex'

Aku menggigit bibir. Kate tidak pernah mengirim pesan seperti ini. Alex sweet. Aku berusaha menahan senyum, dan membalas pesan. Tapi aku benar benar tidak romantis atau apa.

"Pagi pagi, sudah panas, Calvin?" Stefan memutar mata dan pergi meninggalkan ruangan.

'As soon as possible? Maybe a month, Alex?'

Aku mengirim pesan tersebut. Serius, aku memang tidak tahu harus berkata apa. Peru. Aku ingin cepat cepat pergi dan kembali sekarang. Yeah, aku memang ingin pergi ke sana. Lalu, Alex membalas pesanku lagi.

'I hate you so much. You leave me alone here. Brat. Haha. No, I'm kidding. I'll miss you. (uh? maybe I already did?)'

Shi- Ah tidak. Aku tertawa ketika membacanya. Alex dengan 20 sisi. Membaca Fifty shades of grey ternyata meracuniku. Tapi, tidak, Fortuna tidak membuatku punya red room of pain.

'I miss you too. (SERIOUSLY I NEVER BELIEVE I SAID THAT TO YOU. A GUY, AND SERIOUSLY THIS THING IS NEW TO ME. SO SHUT YOUR MOUTH BECAUSE I'M NERVOUS AND HAPPY)'

Aku tidak bercanda, ketika aku mengetik kata kata di dalam kurung. Ini semua rasanya agak aneh. Aku tidak akan mengakui aku gay atau apa, karen aku memang tidak.
Maksudku, ayolah. Alex itu pengecualian, dan jangan katakan ini alibi atau apalah. Aku tidak tiba tiba melirik Stefan dua kali ketika dia telanjang dada atau apa.
Alex pengecualian. Aku mungkin bisa menerima aku menyukai dia. Aku bisa menerima itu. Setidak nya untuk sekarang itu. Aku tersenyum ketika membaca balasannya.

'RELAX. HAHA. I CANT WAIT TO SEE YOU AGAIN'

Readers, maaf ya cuma segini, masih kurang sehat.
Pusing sedikit. Thnx for vote and comment :)

Complicated Relationship (Boyxboy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang