Mario melirik meja Aldrio yang masih dipenuhi tumpukan berkas. Peluh membasahi keningnya, terlihat jelas cowok itu sangat sedang berusaha kali ini. Makanan yang dari tadi cowok itu beli belum juga disentuh.
"Lo udah ngasih suratnya ke Alana?" tanya Aldrio masih belum mengalihkan perhatiannya dati laptop di depannya.
Mario mengangguk, walaupun tahu Aldrio tak melihatnya. "Udah. Semua udah gue omongin sama Alana sesuai permintaan elo."
"Good. Thanks ya," balas Aldrio.
Mario mengangguk samar, tiba-tiba terlintas sesuatu di pikirannya. "Kenapa elo tiba-tiba pengen Alana balik?"
Aldrio menghentikan aktivitasnya setelah mendengar perkataan Mario. Namun, setelah itu ia melanjutkan kembali aktivitasnya. "Entah. Karena kita butuh dia mungkin?"
"Yah...sebenarnya elo yang lebih butuh sih. Tapi yaaa..gue engga papa. Seengganya gue kangen dua singa di satu meja rapat saling beradu," Mario mengambil ponselnya yang ada di atas meja Alana. "Semoga berhasil."
****
"Aldrio. Mau ke mana? Mama liat kamu sering keluar akhir-akhir ini," ucap Anjani ibunya. Anjani masih sibuk memotong wortel. Memasak untuk makan malam.
"Mau keluar sebentar Ma. Nanti Aldrio pulang sebelum jam sepuluh. Lagian besok hari minggu Ma."
"Kamu belum makan loh Aldrio. Jangan minum kopi terus. Akhir-akhir ini kamu sering minum kopi kan?"
Aldrio mengangguk "Iya, Aldrio pergi dulu."
Anjani mendekati Aldrio saat melihat wajah anaknya yang terlihat aneh. Anjani menyentuh pipi Aldrio "Kamu kenapa? Muka kamu kok pucat? Makan dulu."
Aldrio menggeleng "Engga Ma. Aldrio ada urusan penting."
"Jangan lupa makan."
Aldrio mengangguk. Setelah berpamitan dan bersalaman, Aldrio segera memasuki mobil dan melajukannya dengan kecepatan standar. Membelah jalan raya menuju satu tempat tujuannya akhir-akhir ini.
"Mungkin ini usaha terakhir gue, Gas. Setelah gue minta maaf dan dia ngga mau maafin. Gue bakalan ngejalanin ini semua sendiri. Engga ada yang bisa dipaksain."
Bagas menepuk pundak Aldrio berusaha menyemangatinya "Lo udah berusaha yang terbaik, Yo."
****
Aldrio datang lagi ke cafe tempat Alana bekerja. Mungkin hari kesialannya hari ini. Ban mobilnya bocor sehingga ia harus mampir ke bengkel terlebih dahulu. Menelpon Bagas agar bisa mengambil mobilnya nanti setelah selesai.
Beruntung, setidaknya cowok kaku dan keras kepala seperti itu masih mempunyai teman-teman yang perhatian padanya. Mungkin mereka sudah terlalu akrab dengan sikap Aldrio yang seperti itu.
Setelah selesai membawa mobilnya ke bengkel, Aldrio pergi ke cafe dengan menggunakan ojek. Sial lagi, hujan turun dengan lebatnya saat ia hampor sampai. Tapi tetap saja bajunya menjadi basah sekarang.
Malik menoleh saat suara lonceng di pintu menyapa pendengarannya. Sedikit tersenyum saat mengetahui pengunjung itu adalah Aldrio. Seperti biasa ia akan menghampiri Aldrio untuk mencatat pesanan milik cowok itu.
"Kaya biasa?" tanya Malik.
Mereka sekarang terlihat sedikit akrab. Karena Malik yang paling sering menyapanya saat ke cafe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Alana
Teen Fiction[COMPLETED] Bagi Alana hidupnya akan damai jika tak berurusan dengan Aldrio atau Juna. Menyenangkan menjadi wakil ketua osis. Jika ketuanya bukan Aldrio, si manusia es yang suka bertindak semaunya. Menyenangkan menjalani hidup SMA dengan sejuta nove...