24. Say it

882 140 83
                                    

Masa lalu hanya bagian lama dalam hidup kita. Sebagian orang tahu betul, bahwa masa lalu tetap masa lalu. Tidak akan ada yang berubah di masa lalu. Hanya perlu menaruhnya di belakang tanpa menoleh dan menyentuhnya kembali.

Tapi masa lalu itu kembali menyentuh kehidupannya sekarang. Aldrio melupakan satu hal, bahwa masa lalu yang belum memiliki penyelesaian itu kembali mencarinya. Menuntut sebuah penyelesaian yang harus dibuatnya. Masa lalu itu akan berdiam dan tinggal di satu kotak kecil di ruang masa lalu, jika Aldrio sudah menyelesaikannya.

Sederhana sebenarnya, hanya mengatakan 'selamat tinggal' dan berlalu. Tapi sekali lagi, semuanya menjadi rumit jika sudah melibatkan hati dan perasaan.

Langit sore itu tampak kelam, Aldrio tak berniat keluar dari rumah seusai pulang sekolah. Aktivitasnya berjalan seperti biasa sekolah, belajar, sibuk dengan osis karena Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) sebentar lagi dilaksanakan, dan mengantar Alana pulang.

Ada satu hal yang seminggu ini berjalan.

Aldrio menemui Meisha secara diam-diam. Katakanlah Aldrio sekarang brengsek. Statusnya yang sangat jelas sebagai pacar dari seorang wanita, namun ia malah menemui wanita lain. Secara diam-diam, tanpa Alana tahu.

"Halo?"

"Halo Alana. Lagi ngapain?"

"Oh, aku lagi kerja nih. Baru istirahat sih lagi makan. Kamu udah makan?"

Aldrio tersenyum mendengar suara Alana "Udah tadi sama Mama."

"Oh..gitu ya. Kamu tumben ngga ke sini? Udah tiga harian biasanya ke sini."

"Aku lagi sibuk. Bantuin Mama buat nyiapin arisan ibu-ibu," bohong Aldrio.

"Aku bantuin gimana? Besok aku ngga ada acara apa-apa."

"Ngga usah, ntar kamu kecapean. Oh iya gimana keadaan Mama kamu?"

"Baik, udah stabil. Aku baru aja ke sana kemaren."

"Maaf karena ngga bisa nemenin kamu kemaren."

"Ngga papa. Aku ngerti kok, kemaren aku ngajakin kamu karena aku mikir kali aja kamu mau ketemu sama Mama. Walaupun Mama ngga tau juga sih," Alana tertawa hambar.

Itu menyakiti Aldrio lagi.

"Lain waktu kamu anterin aku buat jenguk Mama kamu."

"Dengan senang hati," jawab Alana diiringi tawa mereka berdua.

"Aldrio?"

"Iya?"

"Boleh nanya sesuatu?"

"Iya."

"Kenapa kamu ada di rumah sakit waktu itu?"

Aldrio terdiam sebentar.

"Aku jengukin temen Mama."

"Terus Mama kamu kemaren pulangnya gimana?"

"Aku udah bilang kalau aku ada urusan. Jadi Mama pesen ojek online."

"Bohong nih. Urusan apaan?"

"Urusan sama Alana dong. Udah dulu ya, aku mau ngerjain PR dari Bu Indah, nanti kalau ngga dikerjain bisa dipecel."

"Hmm oke deh. Silakan tuan. See you tomorrow."

"Iya, princess."

Satu detik kemudia panggilan itu berakhir.

Aldrio sadar, ia telah mengikis kepercayaan Alana perlahan-lahan. Tapi Aldrio juga tak punya pilihan, ia tak bisa memilih. Hatinya begitu goyah saat harus memilih. Mereka sangat penting. Alana dan Meisha sangat berharga bagi Aldrio. Alana yang begitu kesepian dan Meisha yang membutuhkan Aldrio.

Halo AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang