36. It's Gonna be Okay

916 112 51
                                    

Don't worry about me
You don't have to mind about me

I'm used to be alone
I'm OK

I'm OK, iKON

Tere terlihat lesu, ia meletakkan kepalanya di atas meja. Tak lama sebuah tangan mendarat di atas kepalanya membuat Tere sedikit terkejut. Ia mendengus saat menyadari siapa pelakunya dan kembali dalam posisi semula.

"Apa?" tanya Tere.

Juna menggeleng lalu menarik kursi di sebelah Tere dan melakukan hal sama dengan gadis itu-menaruh kepalanya di atas meja agar dapat berhadapan dengan wajah Tere. Beruntung, kelas sedang sepi sehingga tak ada yang memperhatikan kedua manusia itu.

"Muka elo sama baju kusut, engga ada bedanya."

Tere melotot lantas memukul lengan Juna sedikit keras.

"Sakit Ter!"

Tere menjulurkan lidahnya "Bodo."

"Gimana sama Alana? Udah ada kabarnya?"

Tere berubah jadi cemberut lagi dan menggeleng lemah. "Kayra juga udah berusaha ngehubungin dia lewat email sama skype juga hasilnya sama. Nomornya ngga aktif, dua menit lalu baru gue tepon, hasilnya sama."

Juna menepuk punggung Tere pelan "Mungkin Alana lagi sibuk."

"Gue harap," Tere menegakkan kepalanya "Gimana sama.....Aldrio?"

Entah ada angin apa Tere mau menyebut nama itu. Selama Alana ke Australia, bagi Tere nama Aldrio seolah tenggelam ditelan bumi. Tentu Tere marah, dia sangat marah pada cowok itu sampai Tere tak mau menemuinya. Tapi hari ini, saat ia merasakan sangat merindukan Alana, nama itu terlintas begitu saja. Apa Aldrio juga sama tersiksanya? Karena mau bagaimana pun Tere membenci cowok itu, ia tak bisa memungkiri tatapan mata Aldrio yang merindukan sahabatnya.

"Aldrio? Aldrio baik-baik aja. Ya....meskipun gue tau sih dia ngga betul-betul baik. Tapi sejauh ini yang gue liat, dia udah mulai aktif di osis lagi. Tapi kadang ya gitu, dia suka menyibukkan diri sama kegiatan apapun. Belajar di perpus, osis, dan latihan basket. Selama seminggu ini dia juga ngga pernah ke kantin. Katanya dia mau siap-siap buat lomba makanya full belajat di perpus, tapi gue rasa itu cuma alibi."

Tere menganggukkan kepalanya, menyetujui ucapan Juna. "Tapi terakhir gue liat pas nyamperin elo latihan basket kemarin, gue ngerasa dia jadi makin tirus."

Juna menghela napas ada jeda saat ia mau menjawab pertanyaan itu. "Ya gimana engga, dia jarang makan. Gue juga bingung mau ngomong gimana lagi."

Tere menoleh pada Juna yang masih asyik memikirkan sesuatu.

"Jun? Lo ngerasa ngga?"

Juna menoleh lalu menaikkan sebelah alisnya "Apa?"

"Walaupun gue, Aldrio, elo atau bahkan seluruh orang yang ngenal Alana berusaha terlihat baik-baik aja setelah dia ngga ada, gue rasa kita tetap sama."

Juna jelas tak mengerti, jelas terlihat pada dahinya yang berkerut.

"Maksud gue, meskipun kita udah berusaha hidup normal tanpa Alana. Kita tetap merasa kehilangan Alana dan kita butuh Alana."

****

16.30

Seandainya bisa merebahkan tubuh yang lelah ke kasur, Leon pasti sudah senang. Guling-guling ke sana dan ke sini. Tapi ia harus mengurungkan niatnya saat ajakan Bagas menemui Aldrio yang ada di ruang osis. Semuanya khawatir dengan keadaan cowok yang berusaha terlihat baik-baik saja itu. Wajah lelahnya terlalu kentara, tapi cowok itu tak mau mempedulikannya.

Halo AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang