1

37.9K 5.2K 1.3K
                                    

Jaemin tidak bisa menghapus bayangan kedua sosok sunbae-nya tadi yang melakukan kejadian nista dengan tidak elitnya di uks.

Bahkan Donghyuck yang terpaksa menggantikan posisi Jaemin untuk memimpin rapat OSIS hanya bisa mengatupkan bibir bingung. Jujur saja, Jaemin tak pernah sediam itu. Ini pertama kalinya Donghyuck melihat Jaemin tidak mengoceh sama sekali. Padahal laki-laki itu hampir serupa dengan macan bunting yang pemarahan setiap harinya.

Tapi sekarang? Laki-laki itu hanya duduk diam di pojok meja sembari menyilangkan lengannya di dada.

"Oke," Donghyuck pun menatap sebentar sahabatnya itu, lalu menutup bukunya. "Rapat OSIS selesai dan kalian boleh pulang."

Terdengar suara desahan lega dari para anggota OSIS lainnya. Mereka sudah menunggu saat-saat dimana Donghyuck mengatakan kalimat itu. Jika Jaemin yang mereka nanti, tamatlah sudah. Laki-laki itu tidak akan mengatakannya sebelum jam menunjukkan pukul lima sore.

"Terima kasih kerja samanya," lagi-lagi Donghyuck tersenyum manis sambil memandangi tiap anggota OSIS yang pulang satu-persatu. Tak jarang pula ada teman-teman yang berterima kasih juga pada Donghyuck yang memimpin rapat barusan.

Kemudian, setelah kelima belas anggota OSIS lainnya keluar dari ruangan tersebut, Donghyuck bergerak menemui Jaemin yang masih berdiam di tempatnya. Tentu saja. Laki-laki itu masih tidak bisa menghapus bayangannya akan dua sosok laki-laki yang sedang melakukan adegan nista di ranjang UKS. Masalahnya adalah---keduanya lelaki!

Kau mau tahu bagaimana Jaemin bisa menarik kesimpulan bahwa kemungkinan besar Jeno memperkosa Renjun-sunbae?

Tanyakan saja padanya akan posisi kedua kakak kelasnya itu! Bayangkan---Jeno berada di atas Renjun sambil meniduri laki-laki itu sementara tangannya mengurung badan lemah Renjun. Kancing kemeja Renjun terbuka hingga hanya tersisa tiga dari bawah. Dan yang paling parah? Entah apa yang sebenarnya terjadi, namun Jeno terlihat seperti sedang 'bermain-main' di area perpotongan leher Renjun.

Semua itu menjijikkan bagi Jaemin yang straight.

"---yak! Kenapa kau?!" Jerit Donghyuck saat Jaemin tak lagi memfokuskan pandangan matanya.

"Na Jaemin! Sadarlah, ku mohon."

"Aku sudah sadar sedari tadi, bodoh," Jaemin menepis tangan Donghyuck yang kala itu melingkar di bahunya. Uh, ia jadi teringat akan kejadian menjijikkan itu. "Singkirkan tangan mu, Donghyuck."

"Aku tak akan menyingkirkannya sebelum kau menjawab pertanyaan ku."

Ah, taktik yang hebat, batin Jaemin sambil mencibir. Saat melakukannya, poni hitam Jaemin sedikit mencuat ke atas karena tiupan dari bibirnya. Mungkin jika para penggemarnya sedang berada di sini, mereka sudah bersorak nyaring karena Jaemin yang manis.

"Hentikan, sinting," kali ini Jaemin benar-benar muak dan tangan kurusnya berhasil menyingkirkan tangan berisi milik Donghyuck. "Aku sakit dan aku ingin pulang."

Setelah berkata sinis seperti itu, Jaemin bangkit dari bangkunya dan mengambil ransel berwarna hitam yang ia taruh di meja khusus sekretaris. Ia pun membawa kedua kaki jenjangnya menuju keluar ruangan, meninggalkan Donghyuck dengan wajah bingung yang tak kunjung habis pikir. Apa yang terjadi sebenarnya?

Namun malang bagi Donghyuck karena bocah manis yang baru saja keluar dari ruang OSIS itu bertekad untuk membuang jauh-jauh alasan yang membuatnya berdiam diri hari ini.

Suara langkah kaki Jaemin terdengar begitu lantang ketika bertemu dengan lantai bangunan sekolah yang sudah sepi akan eksistensi manusia. Sepertinya Donghyuck tak berniat untuk mengikutinya. Baguslah. Jaemin sedang pusing karena ia telah melihat hal---ah baiklah, jangan dibahas lagi atau Jaemin akan muntah.

"Menjijikkan sekali Lee Jeno itu!"

Jaemin berkata seperti itu sambil menendang gumpalan kertas yang berada di dekat kakinya. Bocah manis bersurai hitam itu tak sadar akan keberadaan sosok lain yang baru saja mengikutinya. Sementara Jaemin masih asyik mengumpat ketua OSISnya itu, sosok lain tersebut terkekeh dalam diam.

"Dasar Lee brengsek Jeno. Ku adukan, baru tau rasa."

"Aku seniormu. Sungguh tidak sopan, bocah kecil."

... suara itu?

Jaemin membalikkan badan kerempengnya dan segera mendapati sosok Lee Jeno yang sok berkutat dengan ponselnya. Gila. Apa yang membuat laki-laki dengan senyum menggoda itu menguntitnya? Apakah Jaemin akan dijadikan korban pemerkosaan berikutnya? Oh tidak, tidak. Jaemin masih ingin menjadi seorang perjaka---dan terlebih, dia bukan seorang gay.

"Enyah kau, sial!" Seru Jaemin sambil berlari karena terlanjur merasa takut diapa-apakan oleh Jeno.

Laki-laki yang ditinggal itu tersenyum miring sambil terkekeh sendiri. Jujur saja, Jeno tak berniat mengikuti Jaemin. Ia takut malah membuat Jaemin semakin ngeri padanya. Walau mungkin bocah manis itu tidak tahu, tapi Jeno jelas-jelas melihat keberadaan Jaemin saat dirinya mencuri darah pekat Renjun siang tadi.

Karena itu, Jeno membalikkan badan dan menuruni tangga dari sisi bangunan yang berlawanan.

Sambil menyeka hidungnya dengan punggung tangan, Jeno menggigit sedikit tangan kirinya. Gigitan kecil itu berhasil merobek kulit tangannya dan memunculkan secercah darah segar. Jeno pun menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada seorang pun di sekitarnya. Setelah yakin benar, Jeno menjulurkan lidahnya yang segera menyapa kehangatan darah segarnya itu.

"Ah, sayang sekali," Jeno berdecih. "Darah ku pahit dan tidak memuaskan."

Tapi kemudian, lelaki itu menyunggingkan senyum di wajah tampannya dan terkekeh pelan.

"Tidak seperti wangi darahnya yang manis," ucap Jeno pelan.

"Ah, seperti apa ya rasa darahnya?" []

Your Blood • Nomin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang